Kampus Kelola Tambang? Bukti Disorientasi Pendidikan Tinggi

Goresan Pena Dakwah
0




Oleh : Farzana (Aktivis Dakwah)


Beritakan.my.id, Opini--Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) mengusulkan pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi. Usulan ini dirumuskan dalam dokumen yang berjudul "Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045". Rencana tersebut tertuang dalam revisi UU Minerba dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalu rapat paripurna yang diadakan hari kamis tanggal 23 januarin 2025 (Kompas.com, 22-1-2025).


Industrialisasi Pendidikan Melalui PTN-BH


Wacana kampus mengelola tambang memungkinkan,  karena adanya otonomi kampus yang makin besar sehingga kampus harus mencari pendapatan mandiri. Saat itu pemerintah menerbitkan UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur perubahan status PTN menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH). 


Baca juga: 

Bulan Mulia, Isi Dengan Upaya Mewujudkan Kemuliaan  Islam


Dengan adanya kebijakan ini setiap kampus berlomba-lomba untuk mengejar status PTN-BH. Hal ini menyebabkan kampus tidak lagi fokus pada orientasi mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tujuan pendidikan yang seharusnya, tetapi justru berorientasi bisnis melalui industrialisasi pendidikan.


Untuk menjadi PTN-BH setiap kampus setidaknya harus memiliki dana  saving minimal Rp 100 miliar agar operasional kampus tetap terjaga. Sedangkan subsidi yang negara berikan sangat terbatas yakni hanya 30 persen dari semua anggaran yang dibutuhkan. Adapun 70 persennya ditanggung oleh kampus dengan kewenangan (otonomi) seluas-luasnya berkreasi tanpa batas aturan untuk mencari dana secara swadaya.

Baca juga: 

Pangkas Anggaran Pangkal Kaya


Namun yang terjadi dengan otonomi dan kewenangan yang besar dari pemerintah ini justru memicu banyak problematika. Yaitu penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi makin salah orientasi, aroma bisnis dan komersialisasi lembaga pendidikan makin menyeruak ke permukaan, termasuk hasrat perguruan tinggi untuk mengelola tambang.


Hal ini menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya berperan sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) yang bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan publik termasuk kebutuhan akses ke Perguruan Tinggi dan juga pengurusan tambang  sebagai hak milik publik, bukan malah memberikan peluang kepada Perguruan Tinggi untuk menjadi pengelola tambang. 


Dampak Kapitalisasi Pendidikan 


Kampus dalam Sistem Kapitalisme berorientasi mengejar materi  merupakan dampak dari kapitalisasi pendidikan. Pada era globalisasi dan persaingan ekonomi yang sangat intens dalam Sistem Kapitalisme saat ini, konsep Knowledge Base Economy (KBE) makin mendominasi. Dalam konsep ini, lembaga pendidikan termasuk diantaranya perguruan tinggi dijadikan ladang garapan untuk pertumbuhan ekonomi. Didukung dengan basis kolaborasi antara akademisi, bisnis dan pemerintah (triple helix hingga penta helix).


Sehingga sempurnalah komersialisasi di bidang pendidikan dalam segala lini, baik dari sisi kurikulum pendidikan, juga dari sisi mahasiswa yang diarahkan untuk mempunyai skill yang sesuai dengan pesanan industri untuk dijadikan sebagai tenaga kerja murah (budak korporat) melalui sistem magang atau output yang berorientasi kerja. Didukung dengan kebijakan kampus melalu prodi-prodi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri.

Baca juga: 

Liberalisasi Pergaulan Merusak Generasi Bangsa


Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Prof. Iwan Pranoto selaku guru besar ITB  bahwa beliau melihat ada gajah kapitalisme dalam ruang akademik yang keberadaannya sudah dianggap wajar  oleh semua pihak.  Beliau juga menyampaikan terkait perguruan tinggi saat ini sudah seperti peternakan manusia yang semuanya didesain untuk kepentingan industri/korporat (kompas.com, 9-6-2022).


Dalam sistem Kapitalisme, pembiayaan pendidikan ditanggung orangtua atau personal sehingga menjadi beban yang sangat berat.  Ini juga menutup peluang mahasiwa yang miskin bisa mengenyam pendidikan tinggi. Selain itu, negara juga berlepas tangan dengan dalih otonomi kampus melalui PTN-BH yang berdampak pada tingginya uang kuliah tunggal (UKT) yang harus digelontorkan oleh orang tua siswa setiap semesternya.


Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk kepribadian yang Islami (syaksiyah Islamiyah) dan menghasilkan output berupa generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat bukan beralih fokus untuk menghasilkan cuan, apalagi melalui tambang yang merupakan milik publik.


Pengurusan Pendidikan dalam Negara Islam 


Islam memiliki konsep dalam menyelesaikan permasalahan manusia, tidak terkecuali permasalahan pendidikan dan pengelolaan sumber daya alam seperti tambang. Di dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan yang hukumnya wajib bagi setiap muslim. Sebagaimana sabda,"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim". (HR Ibnu Majah).


Sehingga persoalan pendidikan menjadi sangat penting dan pemimpin dalam Islam memandangnya sebagai kewajiban yang dibebankan oleh Allah SWT kepadanya untuk diurusi dengan hukum-hukum yang telah di tetapkan Allah dalam Alquran maupun Sunnah Rasulullah Saw. Islam sudah menetapkan sumber pembiayaan pendidikan sesuai dengan hukum syariat. Sumber ini bisa berasal dari sejumlah pihak yaitu sebagai berikut:


Pertama, dari rakyat secara mandiri bila ia mampu dan mau berlomba-lomba untuk kebaikan, dan biaya ini tidak bersifat memaksa dan bukan dari pajak. Harta yang dikeluarkan untuk meraih ilmu akan menjadi pahala yang besar, Nabi Saw. bersabda, “Siapa saja yang menempuh jalan untuk meraih ilmu, maka Allah memudahkan bagi dirinya jalan menuju surga.”(HR. Ahmad)


Kedua, dari harta infak, donasi serta wakaf dari umat untuk keperluan pendidikan, baik untuk sarana dan prasarana, biaya hidup pelajar dan guru. Semuanya karena dorongan iman dan takwa yang menjadikan muslim berlomba untuk investasi akhirat.


Ketiga, yang paling besar ialah pembiayaan dari negara. Karena negara bertanggung jawab untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan, baik berupa infrastruktur, gaji pegawai dan guru,  serta asrama dan kebutuhan pelajar.


Untuk pembiayaan dari negara, syariat Islam telah menetapkan bahwa negara memiliki penghasilan untuk pembiayaan pendidikan dari kas kepemilikan umum, seperti pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk dari pertambangan baik minerba atau migas. Karena tambang merupakan salah satu kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan pendidikan.Rasulullah Saw bersabda, "Manusia bersyarikat dalam tiga hal: air, padang dan api" (HR. Ahmad).


Dalam hadis ini, yang dimaksudkan dengan air ialah sumber daya alam seperti laut, danau atau sungai. Adapun padang merupakan SDA seperti padang rumput yang luas atau hutan dan api ialah semua sumber daya alam yang bisa menghasilkan api seperti tambang emas, batu bara, minyak bumi dan lain-lain. Karena semuanya merupakan harta yang sangat besar dan melimpah.


Negara Islam memiliki banyak sektor untuk pos pemasukan seperti fai, ghanimah, kharaj, jizyah dan masih banyak lagi, yang akan digunakan untuk kepentingan pendidikan jika diperlukan. Di dalam negara Islam tidak diberlakukan pajak kepada rakyatnya, kecuali dalam kondisi darurat sehingga negara terpaksa memungut pajak dari rakyat yang mempunyai kelebihan harta. Pajak ini bersifat temporal (sementara) pada saat krisis saja dan akan dihentikan ketika keadaan negara membaik. Pajak ini akan dialokasikan salah satunya untuk keperluan pendidikan. 


Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini. Tambang adalah milik umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat.


Ini adalah bukti negara Islam menjalankan fungsinya sebagai pengurus segenap rakyat, sehingga Perguruan Tinggi di dalam Islam fokus untuk menjalankan tujuan-tujuan pendidikan Islam yakni mencetak output pendidikan yang memiliki kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) yaitu yang menguasai ilmu-ilmu agama yang wajib untuk dirinya seperti ilmu akidah, fiqih, Ushul fiqih dan sebagainya untuk diamalkan.


Juga mencetak para pakar dalam bidang tsaqofah yang dibutuhkan seperti ahli fikih, ahli tafsir, ahli hadis dan lainya. Tidak hanya ahli di bidang agama, tetapi juga mencetak ilmuwan yang ahli pada bidang teknologi dan sains, sehingga mendorong kemajuan dan bahkan bisa berkreasi dan berinovasi untuk membangun dan menciptakan lapangan pekerjaan serta berdedikasi untuk umat. Semuanya didukung oleh kebijakan politik pendidikan negara yang mandiri, independen dan jauh dari intervensi pihak luar, baik dari segi kurikulum dan kebijakan politik pendidikan lainnya.Wallahu a'lambisshawab. [ry]

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)