![]() |
Ilustrasi: Korupsi. Sumber: iStock. |
Oleh : Yulia Fahira
Publik kembali digemparkan dengan terkuaknya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk pada PT.Pertamina, subholding, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 pada Senin (24/2) lalu. Kasus korupsi ini menyeret sembilan orang tersangka yang berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina dan pihak swasta. Para tersangka tersebut salah satunya adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS). Dua tersangka baru ditetapkan pada Rabu 26 Februari 2025 setelah sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh orang tersangka lainnya. Dua orang tersangka itu adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT.Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan Edward Corner, VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.
Salah satu modus korupsi dalam kasus ini, tersangka RS diduga menyelewengkan spek minyak yang dibeli melalui mekanisme impor. Ia diduga membeli minyak jenis RON 92 (Pertamax) padahal kenyataannya yang dibeli RON 90 (Pertalite) atau kualitas lebih rendah. Kemudian dilakukan blending di depo menjadi RON 92 (Pertamax).
Adanya pengadaan impor minyak mentah dilakukan dengan alasan tidak mencukupinya pasokan minyak mentah dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) masyarakat yang kian meningkat setiap tahunnya.
Selain kembali mencuatkan kasus dugaan korupsi minyak mentah, wacana penghilangan subsidi BBM kembali digulirkan oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan. Kemungkinan realisasi penghapusan subsidi BBM akan berlangsung mulai 2027. Penghapusan subsidi BBM yang dianggap memberatkan keuangan negara merupakan buntut panjang dari aktivitas impor minyak yang dilakukan pemerintah, sebab biaya impor minyak dari tahun ke tahun semakin naik dan terus menguras devisa negara sehingga rencana penghapusan subsidi BBM dianggap penting untuk mengurangi beban negara.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan kasus dugaan korupsi ini membuat negara merugi hampir Rp 200 triliun. Tak hanya negara, masyarakat umum juga ikut menanggung kerugian yang besar dan merasa tertipu. Hal ini semakin memperkuat krisis kepercayaan (trust issue) masyarakat kepada negara.
Kasus korupsi, penggelapan aset, dana, dan lain sebagainya bukan merupakan hal baru lagi di negeri ini. Kasus serupa acap kali terjadi di banyak lini kehidupan mulai dari sekup kecil (pribadi) hingga besar (negara).
Suburnya kasus korupsi seperti ini tidak lepas dari konsekuensi penerapan sistem kapitalisme yang digunakan di negeri ini. Sistem kapitalisme yang berasaskan paham sekulerisme (pemisahan agama dari lini kehidupan) hanya akan melahirkan generasi yang bermental tamak, rakus dan ambisius terhadap materi.
Ini juga diperparah dengan adanya liberalisme kepemilikan yang diterapkan, pemerintah memberikan izin pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) kepada swasta, ormas dan oligarki tentu akan menjadi peluang besar aktivitas korupsi yang sangat merugikan masyarakat.
Sering terulangnya kasus serupa tentunya menjadi PR besar bagi pemerintah untuk menanggulangi dan mencegahnya kembali terjadi.
Dalam sistem kapitalisme terdapat sebuah sanksi berupa kurungan penjara bagi para pelaku korupsi, namun lagi-lagi ini merupakan sistem batil yang menaruh kekuasaan penuh ditangan manusia termasuk dalam pembuatan hukum, oleh sebab itu sanksi yang di terapkan dalam sistem inipun mampu di "beli" dan dengan mudah diotak-atik sesuai kesepakatan sehingga tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal dan masyarakat umum.
Jika kasus korupsi seperti ini merupakan hal yang lumrah terjadi di dalam sistem kapitalisme hal ini justru berbanding terbalik di dalam sistem pemerintahan Islam.
Islam memiliki mekanisme yang jelas terkait pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Di dalam Islam, Sumber Daya Alam seperti hutan, laut dan minyak bumi merupakan kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan pemanfaatannya akan dikembalikan kepada masyarakat secara umum dan gratis.
Hal ini selaras dengan hadist Nabi Saw. “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Selain itu sistem Islam juga akan menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan syari'at Islam sehingga dapat mencetak generasi yang cerdas secara intelektual dan spiritual.
Pendidikan dalam Islam dapat membentuk manusia memiliki kepribadian yang Islami sehingga generasi dalam sistem Islam memiliki sikap amanah dalam menjalankan kepemimpinan dan menahan diri dari godaan korupsi.
Jika setiap Individu masyarakat telah memiliki pemahaman yang sama yaitu Islam dan ketaqwaan yang kokoh maka aktivitas dalam bermasyarakat yaitu amar makruf nahi mungkar pun akan berjalan aktif ditengah-tengah masyarakat, dan peran negara hadir sebagai pelaksana hukum.
Hukum di dalam Islam juga memiliki dampak yang efektif yaitu sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah) agar masyarakat lain tidak melakukan hal yang sama.
Hukuman bagi para koruptor merupakan sanksi takzir yang berat ringannya hukuman akan dikembalikan kepada hakim, mulai yang paling ringan berupa teguran dan nasihat sampai yang paling berat yaitu hukuman mati.
Demikianlah Islam dalam mengatur kehidupan manusia.
Allahu'alam bishowab.
_Editor: Vindy Maramis_