![]() |
| Ilustrasi pemalakan pajak, sumber: pixabay |
Per 1 Juli 2024, NIK atau Nomor Induk Kependudukan akan digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ). Hal ini akan diimplementasikan secara penuh sebagai pribadi bukan instansi, badan atau Instansi pemerintah.
Pemberlakuan ini sesuai amanat UU. No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ). Staf Ahli Menteri Keuangan Nufransa Wira Sakti menambahkan bahwa perubahan NIK sebagai NPWP akan menjadi bagian terpenting untuk menjaring semua warga agar tertib peraturan perpajakan.
Dikutip dari laman Kemenkeu, di sebutkan bahwa dengan implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP akan memiliki dampak yang lebih luas, tidak ada lagi batasan dan semakin memperluas objek pajak, mulai dari anak baru lahir yang sudah tercatat dalam kartu keluarga secara otomatis menjadi objek pajak baru.
Setiap orang wajib untuk menggabungkan NIK menjadi NPWP paling lambat 30 Juni 2024, jika menolak maka ada sanksi yang bakal menjerat dirinya. Diantara adalah sebagai berikut :
1. Tidak dapat mengakses layanan perpajakan elektronik.
2. Tidak dapat memanfaatkan implementasi CSTAS dan TAM
3. Dianggap tidak memiliki NPWP sehingga dikenakan tariff PPh lebih tinggi 20% dari tarif normal.
4. Tidak dapat mengakses layanan pemerintah seperti pencairan dana bantuan pemerintah, layanan ekspor impor, pendirian izin usaha, dan layanan perbankan.
PPh atau Pajak Penghasilan adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan. Setiap pekerja dengan gaji Rp. 5 juta ke atas akan dikenakan potongan pajak PPh, semakin besar gaji yang diterima maka semakin besar prosentase potongan PPh nya.
Sekilas Tentang Pajak
Pajak merupakan pembayaran atau dapat pula dikatakan sebagai iuran oleh perseorangan maupun suatu kelompok usaha yang dibayarkan kepada Negara dan dapat dihitung sebagai hutang serta dapat dilakukan secara paksa.
Di dalam system ekonomi kapitalisme, pajak memiliki empat fungsi. Yakni pertama, Fungsi budgeter ( Anggaran ) yakni sebagai sumber pemasukan keuangan Negara, yang kemudian digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran dan pembanguna Negara. Kedua, fungsi regulator ( pengatur ) pajak digunakan untuk mengatur serta melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang-bidang khusus. Seperti bidang ekonomi dan sosial. Ketiga fungsi stabilator ( penyeimbang ) dengan pajak akan menstabilkan kondisi ekonomi Negara. Keempat Fungsi redistribusi pendapatan. Yakni pajak dianggap sebagai alat pemerintah untuk membiayai pembangunan fasilitas-fasilitas umum yang bisa membuka kesempatan kerja.
Negara Semakin Zalim
Indonesia, sebagai Negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan pajak sebagai sumber utama pembiayaan Negara. Maka tidak bisa dihindari selain melakukan intensifikasi pajak dan ekstensifikasi pajak. Artinya memperluas cakupan objek pajak dan mengintensifkan pungutan pajak pada barang-barang yang dibeli atau jasa.
Kebijakan ini akan semakin menambah berat masyarakat selama ini yang telah dibebani dengan banyak tagihan dan pungutan. Dengan kata yang lain, penghasilan masyarakat akan semakin tergerus dengan banyaknya tagihan dari negera.
Sementara fakta empiris di lapangan banyaknya kasus manipulasi pajak, pemerasan pajak, hingga kongkalikong pajak untuk memperkaya diri sendiri dan yang lebih miris adalah korupsi hasil pajak oleh petugas pajak.
ومن اعرض عن كري فإن له معيشة ضنكا
“ _Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Ku, maka baginya kehidupan yang sempit" (_ Qs. Thaha : 124 )
Kesempitan dalam kapitalisme adalah pengangguran menganga, pekerjaan susah, kriminalitas merajalela, kerusakan alam di mana mana, perzinahan merebak, judi tidak terkendali, pornografi dan pornoaksi berserakan, LGBT menjamur, pemerkosaan setiap hari, pungli, pajak, kenaikan iuran, pungutan lain-lain. Jika sedemikian sempitnya kehidupan di negara kapitalisme, masihkah kita betah dan senang di dalamnya?
Pajak dalam Pandangan Islam
Dalam system Ekonomi Islam, pajak disebut dengan dharibah. Yang hanya dipungut ketika sumber-sumber pemasukan Negara Khilafah tidak memadai untuk membiayai keuangan Negara. Dan dipungut hanya bersifat incidental pada saat kebutuhan mendesak saja, tidak permanen dan terus menerus. Selain itu dharibah atau pajak ini hanya dipungut dari orang-orang yang mampu saja, tidak merata kepada seluruh warga Negara.
Pungutan pajak dalam Negara Khilafah hanya untuk membiayai Negara pada hal-hal yang bersifat vital, seperti gaji pegawai, biaya bencana alam dan sejenisnya. Ketika keuangan Negara surplus tidak diperlukan lagi pajak,
Pajak dalam Negara Khilafah bukan pemasukan utama tetapi hanya pemasukan sampingan, itu pun jika Negara Khilafah deficit.
Pemasukan-pemasukan utama Negara Khilafah adalah Jizyah, kharaj, Usyur, Fai’, Ghanimah, anfal, khumus, waridat min milkiyatil am ( pendapatan dari kepemilikan umum ) dan zakat. Dengan pos-pos penerimaan Negara yang banyak akan membuat Khilafah akan banyak sekali sumber-sumber keuangan sehingga maksimal dalam pembiayaan Negara. Dalam sejarah kita bisa menjumpai Khilafah adalah Negara yang kaya dan mendominasi perekonomian dunia.
Sisi lain, Negara Khilafah tidak melakukan pungutan kepada rakyat nya yang justru membuat sulit ekonomi rakyat, tetapi sebaliknya Khilafah malah memberikan banyak subsidi dan bantuan-bantuan baik secara langsung atau tidak langsung kepada rakyatnya sehingga dengan ini rakyat akan sejahtera dan makmur.
سيأتى على الناس زمان خلافة يحث المال الذي لا يعده عددا
“ _Akan datang suatu zaman dimana Khilafah akan membagi-bagikan harta yang dia tidak lagi memperhitungkan jumlahnya “ ( HR. Abu Daud )._
Jika begitu indah kehidupan di dalam naungan Khilafah, masihkah kita takut dan phobia terhadapnya?[]
Penulis: Muhammad Ayyubi (Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community)
Editor: Mehmet Fadli

