Oleh : Asma Dzatin Nithaqoi
Aktivis Dakwah
Beritanusaindo.my.id -OPINI -Bagaimana nasib generasi ke depan, jika sistem pendidikannya bobrok? Banyak kasus yang mengerikan telah terjadi dalam sistem pendidikan hari ini. Mulai dari pelecahan, aborsi, narkoba, pembunuhan, bullying bahkan akhir-akhir ini kasus bundir (bunuh diri) pun marak terjadi di kalangan para pelajar dan mahasiswa dengan berbagai macam motifnya.
Sebagaimana dilansir dari media radarsemarang.id ,15 Agustus 2024, peristiwa bundir (bunuh diri) yang dilakukan mahasiswi Anestesi PPDS Undip, ternyata bukan hanya terjadi satu kali di lingkungan kampus Kota Semarang. Beberapa kasus serupa sudah terjadi dan dilakukan oleh mahasiswa baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta yang lain.
IPB University berduka setelah seorang mahasiswa barunya bernama Sulthan Nabinghah Royyan (18 tahun) ditemukan meninggal dunia. Mahasiswa asal Bojonegoro itu diduga meninggal dunia karena gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan OYO di dekat Kampus IPB University Dramaga Bogor, Jawa Barat. (republika.co.id, 09-08-24).
Baca juga:
KDRT Menjamur Akibat Sistem Kufur
Selain itu, seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meninggal bunuh diri di kamar indekosnya di Kapanewon Melati, Kabupaten Sleman (kumparanews.com, 13-08-2024).
Banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi pada mahasiswa, tidak lepas dari tekanan stres yang dirasakan akibat berbagai persoalan yang menimpa mereka. Baik itu karena tugas kampus, tingginya biaya pendidikan, hingga sulit untuk menyesuaikan diri dan lain sebagainya. Hal ini menggambarkan betapa kompleksnya persoalan yang dihadapi generasi sehingga bundir menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan permasalahan.
Baca juga:
Hal ini tentu menjadi catatan buruk bagi dunia pendidikan. Tempat yang seharusnya menjadi tempat yang diimpikan oleh semua orang untuk menimba ilmu dan juga tempat untuk mencetak generasi terbaik malah menjadi mengerikan akibat di dalamnya terdapat praktek bullying dan sejenisnya hingga meregang nyawa.
Semua hal itu erat kaitannya dengan sistem hidup yang diterapkan hari ini, termasuk sistem pendidikannya. Negeri ini mengadopsi sistem kapitalisme yang berasas sekuler. Standar dalam sistem ini adalah mampu memberikan manfaat. Misal jika diberi beasiswa, maka harus siap mengikuti ketetapan yang ditentukan oleh pihak donatur, kalau tidak maka akan dicabut beasiswanya.
Hal ini menunjukkan bahwa kapitalisme sekuler gagal melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Generasi yang dicetak oleh sistem ini adalah generasi minim iman, mudah stres dan lain sebagainya, sehingga bunuh diri pun menjadi hal biasa. Hal ini akibat dari kebebasan berekspresi dan pendidikan yang tidak bener-benar memberikan manfaat yang sesungguhnya.
Padahal generasi adalah agen of change (agen perubahan) dan agen of control (agen pengontrol) yang akan menjadi penerus dan pembangun peradaban.
Baca juga:
Makan Gratis "Program Tuhan" , Serius?
Kalau dibandingkan dengan sistem Islam sangat jauh sekali perbedaannya, bagaikan langit dan bumi. Di dalam sistem Islam, pendidikan sangat diperhatikan. Mulai dari kurikulumnya, biaya pendidikan yang digratiskan, dan sarana serta prasarana yang memadai. Kurikulum pendidikan Islam berlandaskan pada akidah Islam, sehingga peserta didik memiliki iman yang kokoh. Mereka tidak akan melakukan tindakan yang merugikan baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Seperti halnya Muhammad Al-fatih yangmampu menaklukan Konstantinopel karena dididik dengan sistem Islam. Selain itu, sistem pendidikan Islam didukung pula oleh sistem lain yaitu sistem ekonomi Islam yang memberikan pendidikan secara gratis, yaitu dengan memanfaatkan SDA untuk kebutuhan masyarakat luas, termasuk pendidikan. Sehingga akan tercipta lingkungan hidup yang mendukung, serta menguatkan terwujudnya kepribadian Islam. Wallahu'alam. [ ry].

