Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritanusaindo.my.id-OPINI-Jika bisa dibuat rumit, mengapa dipermudah? Begitu mungkin jargon yang tepat untuk program makan bergizi gratis yang bakal dijalankan di masa pemerintahan presiden terpilih Prabowo dan wakil presiden, Gibran Raka Buming.
Selain berganti nama program, kepada siapa bakal diberikan, nominal satu porsinya, hingga makanan apa yang layak untuk dihidangkan, meski kemudian diputuskan mengambil makanan asli setiap daerah, namun salah satu menu yang beberapa waktu terakhir cukup viral adalah penambahan susu ikan.
Kita memang negara dengan potensi laut terbesar dan sekaligus dengan kekayaan di dalamnya, tak hanya menyimpan ikan tapi juga berbagai barang tambang dan energi. Tapi mengapa susu ikan jadi pilihan, apakah sapi sudah semakin langka di Indonesia sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan susu dan daging bagi rakyat?
Baca juga:
Baitul Jannati, Tinggal Slogan Mati
Susu ikan pertama kali dirilis pada Agustus 2023, hasil kemitraan Koperasi Nelayan Mina Bahari (Indramayu) dengan PT Berikan Teknologi Indonesia, yang diresmikan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM), Teten Masduki (Kompas.com, 11-9-2024).
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food juga tengah mengkaji susu tersebut sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan susu dalam 'Program Makan Bergizi Gratis' yang diusung pemerintahan selanjutnya.
Doktor Bidang Biokimia Susu yang juga dosen Fakultas Peternakan IPB, Epi Taufik, mengaku selama ini belum pernah mendengar istilah tersebut. Epi juga mempertanyakan soal palatabilitas ( kemampuan seseorang apakah suka, bisa memakan, meminum bila mengonsumsi) susu ikan tersebut.
Saking asingnya di telinga, berbeda dengan susu berbahan nabati, seperti oat, kedelai, dan kacang-kacangan lainnya. Jika bagian dari pengembangan inovasi teknologi bisa saja terjadi. Kini manusia pun sudah bisa membuat daging tanpa daging asli dan lainnya. Epi berharap, susu ikan ini tidak ada kaitannya dengan program pemerintah terbaru, sebab standar internasional terkait program makan bergizi pasti berupa susu murni atau yang berasal dari hewan sapi.
Baca juga:
Polemik Kebijakan Anggaran Pendidikan, Solusi Kian Jauh
Epi menambahkan, bila merujuk CODEX Alimentarius (CODEX STAN 206-1999), susu adalah sekresi atau cairan yang keluar normal dari hewan perah atau mamalia yang diperoleh dari satu atau lebih pemerahan tanpa penambahan atau ekstraksi darinya. Hasil perahan untuk dikonsumsi sebagai susu cair atau untuk diproses lebih lanjut.
Epi lebih condong menyebut susu ikan sebagai minuman protein yang diproses dari bahan selain hewan mamalia (liputan6.com, 9-9-2024). Ikan memang memiliki kelebihan yaitu kandungan asam lemak omega-3 yang memang sangat baik untuk kesehatan jantung dan otak, namun tentu soal rasa tak bisa bohong, belum tentu cocok juga untuk makanan dairy (harian).
Mengapa tidak langsung mengambil dari sumbernya? Sebab Indonesia dari sisi jumlah dan jenis ikannya berlimpah. Bahkan lebih baik dibanding dikonsumsi segar tanpa harus menjadikannya susu.
Upaya Setengah Hati Jamin Kesehatan Rakyat
Berangkat dari isu stunting dan isu ketahanan pangan yang merupakan isu global, pemerintah diujung polemik memberikan solusi wacana program makan siang gratis, susu gratis, dan susu ikan gratis. Yang ternyata semakin meracau. Belum lagi bicara pembiayaannya dari APBN pos pendapatan yang mana, semakin menunjukkan kebijakan ini setengah hati dijalankan pemerintah.
Dimensi kebijakan, seolah untuk rakyat, padahal memberi peluang usaha kepada banyak korporasi dan oligarki. Rela menjadi kelinci percobaan sekaligus segmen pasar strategis bagi mereka, demi apa? Demi sebuah politik balas Budi, bukan tidak mungkin perusahaan itulah yang turut mendukung pemimpin yang maju hari ini.
Demokrasi berbiaya mahal, dana tak cukup hanya berasal dari kantong pribadi atau partai saja. Banyak mulut yang harus diberi "makan", maka logikanya jika kurang biaya tak bisa sukses. Inilah watak demokrasi, yang dielu-elukan pendukungnya padahal sudah tampak cela di sana sini. Bahkan inilah jebakan terburuk dari pemerintah untuk rakyatnya.
Urusan kebijakan tak pernah bijak, bahkan hampir selalu negara berlepas tangan dalam mengurus rakyat. Dengan dalih isu generasi, negara menjadikanbnya sebagai jalan ninja untuk menyukseskan proyek industrialisasi. Masihkan ini tak membuat kita gundah? Tujuan dengan cara menempuhnya tidak berkesesuaian. Bagaimana bisa kita selamat mencapai cita-cita Indonesia emas 2045?
Hanya Islam Mampu Wujudkan Indonesia Emas
Generasi yang sehat, kuat, cerdas, tangguh sekaligus bertakwa adalah kunci sukses sebuah peradaban cemerlang. Semua ini butau kepemimpinan yang ikhlas melayani umat dan punya perhatian khusus pada jaminan kualitas generasi. Di antaranya adalah memenuhi hak dasar mereka dengan pemenuhan yang maksimal dan berkualitas. Namun hanya Islam yang mampu mewujudkan itu.
Baca juga:
Negara Lalai Memenuhi Kebutuhan Air, Zalim!
Maka serangkaian cara akan diberlakukan oleh negara yang menerapkan syariat, di antaranya dengan memastikan pengelolaan SDA Indonesia hanya oleh negara bukan dialihkan kepada investor asing maupun lokal. Penjaminan ini akan membuka lowongan pekerjaan seluas mungkin bagi rakyat, semisal di pertanian. Maka negara akan mendukung sepenuhnya hingga sang petani mampu mengelola lahan, sebab targetnya adalah kuatnya ketahanan pangan.
Konsep lainnya adalah Baitulmal yang terdiri dari pos pendapatan ( harta kepemilikan umum, negara dan zakat) dan pos pengeluaran, dikeluarkan sesuai dengan pendapat Khalifah yang mengedepankan kemaslahatan umat. Rakyat tidak perlu membayar biaya kehidupan yang mahal, sebab semua sudah dijamin negara. Wallahualam bissawab. [ry].

