Pengelolaan SDA yang Gagal Fokus: Dampak Aktivasi Sumur Idle

Goresan Pena Dakwah
0
ilustrasi tambang,Pinterest


Oleh : Hernawati Hilmi 

Pegiat Pena Banua


Beritanusaindo.my.id-OPINI--Sumur idle merupakan sumur minyak atau gas yang telah dibor namun tidak lagi aktif atau produktif untuk jangka waktu tertentu. Meski tidak menghasilkan, sumur-sumur ini tetap memerlukan perawatan guna mencegah dampak lingkungan, seperti kebocoran atau kerusakan. Di sisi lain, dalam konteks kebutuhan energi yang fluktuatif, pengaktifan kembali sumur idle bisa menjadi solusi sementara yang mendukung produksi energi nasional. Namun, langkah ini juga memunculkan pertanyaan mendalam terkait keberlanjutan dan dampak lingkungan.


Dilansir dalam laman media CNBC Indonesia, 26-08-2024, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana merevitalisasi sumur minyak yang saat ini menganggur alias tidak aktif atau idle. Dalam upaya meningkatkan produksi minyak nasional, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil berencana untuk mengoptimalkan kembali sumur-sumur idle. Dari 44.900 sumur minyak yang ada, hanya 16.300 sumur yang berproduksi, sementara 16.250 lainnya tergolong sebagai sumur idle. 


Bahlil menilai bahwa potensi besar dari sumur-sumur idle tersebut dapat dimanfaatkan melalui investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak Indonesia di tengah tingginya permintaan energi.

Baca juga:

Remisi Napi, Bukti Lemahnya Sanksi Dalam Sistem Demokrasi


Namun, kebijakan ini menghadirkan tantangan besar, terutama dalam konteks integritas kepemimpinan dan kelestarian sumber daya alam (SDA). Kebijakan yang hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek mencerminkan kualitas buruk para pemangku jabatan serta memperlihatkan kelemahan dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas. 


Di tengah tekanan untuk terus meningkatkan produksi minyak, ada kekhawatiran bahwa pengelolaan sumur idle hanya menjadi alat untuk meraih keuntungan cepat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.


Dalam konteks ini, masalah pengelolaan SDA yang bijak dan berkelanjutan menjadi sangat penting. Pengelolaan SDA bukan hanya soal memaksimalkan keuntungan, tetapi juga tentang menjaga kelestarian alam demi kesejahteraan generasi mendatang. Pejabat yang berintegritas harus mampu berpikir secara strategis dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memastikan kelestarian lingkungan.


Sistem kapitalisme yang dominan saat ini sering kali lebih mengutamakan kepentingan individu atau kelompok tertentu, dengan mengabaikan prinsip keberlanjutan. Sistem ini cenderung menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta, yang orientasinya lebih kepada profit daripada kelestarian. Dampaknya, eksploitasi SDA sering kali mengabaikan keseimbangan ekologis, menimbulkan ketidakadilan sosial, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.


Sebaliknya, Islam menawarkan konsep pengelolaan SDA yang berbeda. Dalam pandangan Islam, SDA merupakan amanah dari Allah yang harus dikelola dengan adil dan bertanggung jawab demi kepentingan seluruh umat. SDA yang vital, seperti air, hutan, tambang, dan energi, termasuk dalam kepemilikan umum dan harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Prinsip ini berdasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa " Manusia berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api (energi)" (HR. Abu Dawud).


Baca juga: 

Ketika Madrasatul Ula Terjebak Kapitalisme


Pengelolaan SDA dalam Islam menekankan pada prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan. Negara bertanggung jawab memastikan bahwa SDA dimanfaatkan secara bijak, hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Hal ini jauh berbeda dengan sistem kapitalisme, di mana keuntungan sering kali menjadi prioritas utama. Dalam Islam, pengelolaan SDA yang adil akan membawa keberkahan, baik secara materi maupun spiritual, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah dalam QS. Al-A'raf: 96.


Islam juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan mencegah kerusakan lingkungan. Allah berfirman, "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya" (TQS. Al-A'raf: 56). Prinsip ini mengajarkan bahwa dalam mengelola SDA, manusia harus menjaga kelestarian alam dan tidak merusak ekosistem yang ada.

Baca juga: 

Mewujudkan Ketahanan Pangan, Antara Harapan dan Kenyataan


Pada akhirnya, sistem pengelolaan SDA dalam Islam bukan hanya tentang bagaimana memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan dunia, tetapi juga tentang menjalankan amanah Allah dengan penuh tanggung jawab, demi meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. 


Sistem ini memastikan bahwa setiap rakyat mendapatkan haknya, SDA dikelola dengan adil dan bijaksana, serta keberkahan dari Allah SWT senantiasa menyertai setiap langkah dalam menjaga dan memanfaatkan kekayaan alam yang diberikan-Nya. Wallahualam bissawab. [ry].

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)