Remisi HUT RI bagi Narapidana, Solusikah?

Admin Beritanusaindo
0

 


 

Besarnya jumlah narapidana yang mendapatkan remisi HUT RI menunjukkan betapa banyak pelaku kejahatan yang di penjara. Hal ini juga membuktikan bahwa hukum dalam sistem kapitalisme-sekuler demikian lemah.  

 



Oleh Arini Faiza

Pegiat Literasi



Beritanusaindo.my.id - OPINI - 17 Agustus menjadi tanggal istimewa terutama bagi para narapidana. Selain diperingati sebagai hari kemerdekaan, pada momen ini mereka mendapatkan pengurangan hukuman, bahkan ada yang dibebaskan. Begitu pula halnya yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, Enget Prayer Manik selaku Kepala lapas mengungkapkan bahwa sebanyak 2.369 warga binaan telah mendapatkan remisi. Ia berharap bagi mereka yang bebas, tidak kembali lagi karena kondisi rutan telah penuh sesak dan kelebihan kapasitas. (antaranews.com, 17/8/2024)


Besarnya jumlah narapidana yang mendapatkan remisi menunjukkan betapa banyak pelaku kejahatan yang dipenjara. Bahkan ada di antaranya yang telah berulang kali keluar masuk tahanan. Rutan nyatanya tidak membuat mereka bertobat tapi malah semakin jahat. Penuhnya lapas membuktikan bahwa hukum yang berlaku bagi para penjahat memang tidak mampu membuat mereka jera.


Fakta ini semakin menegaskan bahwa sistem sanksi yang berlaku tidak mampu membina para napi secara efektif meskipun mereka telah lama di penjara. Negara pun mengalami kerugian karena anggaran untuk pemeliharaan lapas dan warga binaan dipastikan semakin membengkak. 


Inilah yang terjadi ketika sistem hukum berasal dari aturan manusia yang sifatnya terbatas. Kejahatan bukannya berkurang, penjara malah over kapasitas. Semua kasus kejahatan berujung di penjara. Belum lagi berjalannya peradilan sangat rumit dan lamban. Ada kasus yang bertahun-tahun baru bisa diselesaikan, saking menumpuknya kasus banyak yang dipetieskan, menguap bagitu saja. 


Baca jugaRasio Utang Dianggap Aman, Negara Diambang Kehancuran


Dari sisi penegak hukum sudah bukan rahasia lagi, suap menyuap, gratifikasi, menjadikan pemberlakuan hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. Hanya memihak pada mereka yang kuat secara ekonomi, jabatan atau yang memiliki koneksi. Ketidakadilan sangat dirasakan nyata di tengah masyarakat. 


Semua itu akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekular, yang memberikan hak penuh kepada manusia untuk membuat aturan termasuk mekanisme menyelesaikan masalah kejahatan. Remisi dianggap sebagai bagian dari solusi mengurangi pelaku kejahatan. Namun sayangnya penyebab maraknya kejahatan itu sendiri tidak sepenuhnya diselesaikan. 


Sekularisme yang menihilkan peran agama dari kehidupan menjadikan individu masyarakat terkikis akidahnya. Tidak mengenal halal haram, bertindak sesuka hatinya. Begitupun dari pihak penegak hukumnya. 


Faktor lain yang luput dari perhatian negara yang menerapkan kapitalisme sekular adalah tetciptanya kesenjangan yang ekstrem antara si kaya dan si miskin. Kondisi tersebut tidak bisa dinafikan menjadi pemicu maraknya kejahatan. 


Untuk mengatasi tingginya angka kriminalitas dan permasalahan yang menyangkut para napi, diperlukan paradigma baru yang mampu memberikan efek jera dan memberikan solusi pasti yakni tidak lain hanyalah sistem Islam. Sistem yang sumber hukumnya berasal dari Zat yang Maha adil. Sistem yang memosisikan pemimpin sebagai penanggung jawab atas seluruh rakyatnya. 


Baca jugaSistem Islam Solusi untuk Palestina


Negara berkewajiban menyejahterakan rakyat dan membina mereka dengan akidah Islam, sehingga memiliki kontrol pribadi dalam bertindak. Negara pun akan mengangkat para pejabat hukum yang kuat keimanannya serta ahli di bidangnya. Keimanan menjadi syarat utama untuk mengantisipasi suap menyuap, gratifikasi, dan tebang pilih penerapan sanksi ataupun hukum tumpul ke atas tajam kebawah. 


Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman) namun, ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman had. Demi Zat Yang Jiwa MUhammad berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari Muslim)


Sanksi diberikan kepada seluruh manusia secara adil baik muslim maupun nonmuslim. Semuanya wajib dikenai hukuman yang sama jika melakukan pelanggaran. Hal ini karena dalam pandangan Islam sifat dasar manusia adalah sama, yakni sama-sama berpotensi melakukan kebaikan dan keburukan. Sanksi hukum tersebut akan menjadi zawajir yakni pencegah orang lain melakukan hal yang sama, dan jawabir yang bisa menjadi penebus dosa bagi pelaku, sehingga di akhirat kelak ia terbebas dari siksa Allah Swt..


Baca jugaMungkinkah Generasi Berakhlakul Karimah Terwujud?


Sisi lain yang sangat jauh berbeda dengan sistem hukum saat ini adalah tidak semua pelaku tindak kejahatan berakhir di penjara, tergantung dari jenis kejahatannya. Misal pencuri yang sampai pada nilai tertentu, sanksinya dengan potong tangan. Koruptor yang sangat membahayakan dan menyengsarakan banyak orang akibat perbuatannya bisa dijatuhi hukuman mati. Kalau ternyata yang mencuri itu adalah akibat kelaparan, tidak akan dihukum sama sekali, malah negara akan memberikan bantuan atau santunan. 


Demikianlah mekanisme Islam memberikan solusi bagi seluruh permasalahan umat termasuk menyelesaikan tindak kejahatan. Pemberian remisi tidak dikenal dalam Islam, dengan alasan yang berhak membuat dan menentukan hukum atau sanksi hanyalah Allah semata bukan manusia. 

Wallahu a’lam bi ash shawab. [Rens]


Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)