"Celometan" Calon Pemimpin, Beri Harapan Baru?

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi pemimpin dalam demokrasi ( pinterest)


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beritanusaindo.my.id, OPINI--Tanggal 27 November 2024, kembali negeri ini akan mengadakan pesta demokrasi. Kali ini pemilihan kepala daerah serentak. Selain logistik keperluan pemilihan sudah mulai didistribusikan ke seluruh wilayah pemilihan, digencarkannya cara daftar online pemilih pilkada, juga dimulai gelaran kampanye para calon pemimpin daerah untuk lima tahun ke depan.


Mereka mempromosikan diri mereka, visi misi dan "gebrakan" inovasi, kreatifitas yang jadi unggulan jika mereka terpilih menjadi pemimpin. Namun, sayang, semakin banyak melihat ajang debat para calon pemimpin daerah itu makin menohok rasa kecewa karena "Celometan" mereka ( berteriak tak beraturan/bersahutan, jawa.pen) malah menunjukkan kualitas mereka yang sebetulnya tak layak dipilih menjadi pemimpin.


Viral pernyataan calon Bupati Nganjuk Ita Triwibawati saat menyampaikan visi misi membuat produk baru padi menjadi beras dan bawang merah menjadi bawang goreng viral di media sosial. Tim pemenangan menjelaskan itu hanyalah bagian dari rasa grogi (detikJatim, 28-10-2024). 


Baca juga: 

Pemuda Terwarnai dengan Gaya Hidup FOMO


Bukankah semestinya ada persiapan yang lebih baik, mengingat ia tengah menjelaskan siapa dirinya dan mengapa layak untuk dipilih rakyat menjadi pemimpin mereka.


Kemudian Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Jakarta, Suswono, saat berbicara di deklarasi dukungan Organisasi Masyarakat (Ormas) Bang Japar. Awalnya ia menjelaskan bakal ada terobosan baru yang akan diberikan pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), salah satunya kartu anak yatim. Namun kemudian, di tengah penjelasan Suswono justru menyarankan agar janda kaya menikahi pemuda yang menganggur atau tidak bekerja. Sebab janda tak bisa mendapatkan kartu. 


Dengan ringannya Suswono mencatut nama Siti Khadijah yang menikahi pemuda Muhammad sebelum menjadi Nabi (Liputan6.com, 28-10-2024). Sirah Nabawiyah ia acak-acak secara serampangan, menunjukkan betapa ia bodoh dan tak paham sejarah agamanya, bahkan kisah hidup panutannya, Rasulullah Saw.


Rasulullah menikah dengan Siti Khadijah tidak berstatus bujang pengangguran. Beliau adalah pedagang ulung yang wilayah dagangnya bukan Madinah-Mekah saja, namun sudah keluar Jazirah Arab. Saat beliau meminang Khadijah, maharnya 20 ekor unta betina. Saat ini harga satu ekornya Rp 53.000.000. Kalau 20 ekor, harganya mencapai Rp 1.060.000.000.


Baca juga: 

Tunjangan Perumahan Sudahkah Mewakili Rakyat?


Ada lagi yang lebih parah, calon bupati Kabupaten Mesuji Elfianah, ia menyatakan masyarakat yang memilihnya menjadi Bupati akan masuk surga. Dikarenakan program kerjanya adalah menyantuni anak yatim yang merupakan jalan untuk pendukungnya bisa masuk surga.


Istri dari mantan Bupati Mesuji Khamami, yang di-OTT KPK pada 2019, dalam videonya mengatakan," Hai orang-orang Mesuji kemarin yang memilih nomor dua ayo ikut bersamaku, karena program nomor dua menyantuni anak yatim, masuk surga bersamaku, kata nabi kita."(detik.com, 24-10-2024).


Demokrasi Butuh Uang Bukan Kepala


Celometannya para calon pemimpin kita adalah bukti bahwa demokrasi tak butuh kepala ( akal, kapable, integritas, profesionalitas) tapi hanya butuh uang. Siapa yang modalnya besar, akan mampu menguasai tim sukses sekaligus konstituen (pemilih). 


Maka, bisa dipastikan, lima tahun ke depan, siapapun yang terpilih menjadi pemenang tak akan membawa pada perubahan. Sebab mereka taat kepada rezim, yang orientasinya pada manfaat bukan rakyat. Sepanjang kepemimpinan mereka akan selalu meratifikasi kebijakan yang pro pengusaha. Inilah yang disebut politik balas budi, yang sekali lagi dalam demokrasi adalah wajar. Mana ada makan siang gratis? Untuk bisa maju menjadi penguasa daerah biayanya tak lebih murah dari menjadi presiden. Tak mungkin dipenuhi dari kantong pribadi. 


Baca juga :

Mungkinkah Sistem Ekonomi Kapitalis Bawa Sejahtera?


Padahal, setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR.Bukhari dan Muslim). Sadarkah para calon pemimpin itu dengan konsekwensi yang disebutkan Rasulullah Saw.?


Islam Lahirkan Pemimpin Yang Berkualitas


Dalam Islam, seorang pemimpin harus memenuhi syarat in'iqad yaitu, Pria, Islam, baligh, merdeka, adil, berakal, mampu mengemban amanah. Berkurang satu dari tujuh syarat itu maka tidak sah. Pemilihan pemimpin dalam Islam pun sangat sederhana, dilaksanakan dalam waktu tiga hari dan tiga malamnya oleh Amir muaqad dan beberapa orang yang dianggap presentasi dari tokoh umat yang dipercaya. 


Tak ada kampanye yang sifatnya menjatuhkan lawan. Juga tak ada janji buat undang-undang, sebab hanya wajib menerapkan syariat. Tak ada politik balas budi, melainkan kesadaran bahwa ia akan mengemban amanah yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Murni hanya butuh keimanan dan ketakwaan. 


Maka, tampuk pimpinan bukanlah kursi panas yang diperebutkan banyak orang sebagaimana dalam sistem kapitalis demokrasi sekarang. Khalifah, pemimpin tertinggi dalam negara khilafah tidak diberi gaji melainkan santunan dari Baitulmal. Ia pun punya kedudukan yang sama di mata hukum dengan rakyatnya. 


Sedangkan para wali (setara gubernur) dan Amil ( setara dengan bupati) dipilih langsung oleh khalifah. Semua diwajibkan hanya menerapkan syariat Islam bukan yang lain. Sehingga sosoknya benar-benar orang yang fakih fi din ( paham agama). Wallahualam bissawab. [ ry] .

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)