Oleh : jihan faika
Beritanusaindo.my.id, OPINI--Bila membahas anak muda, seolah hampir tidak pernah ada habisnya. Sebut saja Gen Z masa kini memiliki banyak perilaku-perilaku modern yang terkadang bisa bikin geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, tren atau gaya hidup FOMO sedang menjangkiti banyak kalangan pemuda. FOMO atau Fear Of Missing Out adalah rasa takut merasa “tertinggal” karena tidak mengikuti aktivitas tertentu.
Sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan hal lainnya. Maka tentu akan ada kebanggaan tersendiri apabila berhasil mengikuti tren yang sedang berkembang pada saat itu.
Sebut saja boneka monster LABUBU yang bila dilihat sangat biasa saja bahkan cenderung agak aneh, bisa menjadi sangat dicari-cari oleh kalangan pemuda. Hal ini terjadi setelah dipamerkannya monster tersebut oleh Lisa Blackpink melalui akun media sosialnya. Banyak pemuda yang merasa cemas dan khawatir bila tidak dapat memilikinya. Padahal harga jual yang ditawarkan untuk mendapatkan boneka ini tidaklah murah.
Baca juga:
Mungkinkah Sistem Ekonomi Kapitalis Bawa Sejahtera?
Karena terjangkiti oleh gaya hidup FOMO akhirnya rela menghabiskan banyak uang hanya agar tidak ketinggalan tren tertentu. Bila tidak memiliki uang, mereka bisa saja melakukan apapun untuk dapat memiliki uang yang cukup agar selalu update dengan perkembangan tren yang viral.
Gaya hidup FOMO menjadi salah satu faktor penyebab masalah finansial pada generasi muda. Pasalnya mengatur keuangan, pemasukan dan pengeluaran bukanlah suatu hal yang mudah bila tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Apalagi hanya karena mengikuti tren dan supaya tidak cap ketinggalan zaman.
Kondisi zaman saat ini yang memudahkan fasilitas peminjaman uang bahkan hanya melalui hand phone sungguh menjadi angin segar bagi para pemuda. Tanpa perhitungan matang dan dana yang tidak memadai mereka menggunakan jasa pinjaman online. Akibatnya, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebanyak 37,17 persen dari kredit macet pinjol disumbang oleh rentang usia 19 tahun sampai 34 tahun.
FOMO ini ibarat virus yang berbahaya terutama bagi kaum muda. Jiwa yang sedang labil dan memiliki rasa ingin tahu yang besar menjadikan FOMO semakin mudah menjangkiti mereka. Kaum muda akan mudah terombang-ambing dengan mengikuti hal-hal yang berkembang melalui media sosial. Pasalnya, tidak semua hal yang berkembang tersebut bernilai positif. Banyak juga yang bernilai negatif bahkan cenderung merugikan banyak pihak.
Baca juga:
Tunjangan Perumahan, Sudahkah Mewakili Rakyat?
Sebagai manusia, kita tentu harus memiliki prinsip dalam menyikapi banyak hal. Apabila bertentangan prinsip yang diyakini maka dengan tegas akan meninggalkan atau pun menolaknya. Bukan malah mengikuti arus sosial media yang seringnya disetir oleh berbagai pihak. Tidak sulit untuk menjadikan sesuatu sebagai trending topik atau viral. Cukup menggaet artis ternama atau selebgram tertentu dan memintanya untuk melakukan yang diinginkan.
Para publik figure sudah pasti memiliki banyak pengikut ataupun penggemar. Maka inilah pentingnya kita menilai mana publik figure yang patut diikuti dan mana yang tidak. Bahkan sudah sewajarnya menjadikan publik figure hanya sebatas hiburan atau tontonan yang menjadi angin lalu dan bukan malah menjadikannya acuan atau panutan dalam menentukan gaya hidup kita.
Hanya Rasulullah saw satu-satunya yang pantas untuk dijadikan acuan atau teladan dalam menjalani kehidupan kita. Serta menjadikan Islam sebagai standar menentukan baik atau buruk, tepat atau tidaknya perbuatan tertentu. Maka tentu hal ini akan mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Baca juga:
Bekasi, Kaya Tetapi Tidak Sejahtera
Jadi apabila ada tren yang sedang viral maka kita akan melihat dulu apakah hal tersebut bertentangan dengan agama atau tidak. Kalaupun tidak bertentangan apakah hal tersebut bermanfaat atau justru merugikan. Bukan malah langsung mengikutinya tanpa memikirkan terlebih dahulu apakah pantas untuk diikuti atau tidak.
Bahkan sebenarnya akar dari gaya hidup FOMO ini adalah sistem sekuler kapitaslistik. Yang menciptakan adanya hidup bebas, hedonistik, dan konsumtif. Hal ini tercermin dari akun media sosial yang justru banyak digandrungi oleh kaum muda. Segala aktivitas yang mencerminkan pola hidup seperti itu akan semakin banyak disebarkan dan didukung hingga menjadikannya sebagai topik terhangat.
Sebaliknya bila ada aktivitas yang justru mengarahkan pada perubahan agar para pemuda semakin cinta dan taat pada agamanya malah dianggap kuno atau kolot. Para pemuda yang belum memiliki pegangan kuat akan cenderung mengikuti yang mayoritas, bukan mengikuti yang baik menurut agama ataupun norma yang ada.
Miris sebenarnya bila kita melihat generasi muda hari ini yang seolah belum memiliki pegangan yang kuat. Padahal nasib negeri ini kelak akan digantungkan kepada mereka. Harusnya para pemuda menjadi orang-orang yang kritis dan peduli atas keadaan negeri, namun justru malah menjalani hidup apa adanya dengan apatisme dan daya juang yang amat rendah.
Walaupun demikian kita tidak boleh pasrah dengan keadaan ini, hendaknya dilakukan komunikasi aktif dengan para pemuda untuk menggambarkan arti dan tujuan dari hidup ini. Serta peran penting mereka dalam memajukan negara ini. Kita menanti adanya secercah harapan dari tangan para pemuda, dengan semangat dan jiwa yang kuat mereka siap mengemban amanah perubahan bagi negeri ini. [ry].

