Ilustrasi Rohingya (detik.com)
Oleh : Dian Safitri
Aktivis Dakwah
Beritanusaindo.my.id--OPINI,Sebanyak 146 orang pengungsi Rohingya terdampar di kecamatan pantai Labu, Kabupaten Gili Serdang, Sumatera Utara. Sebelum mereka akhirnya tiba di Deli Serdang, mereka berlayar selama 17 hari dari kamp pengungsian Bangladesh.
Mereka mengungsi di Bangladesh karena adanya konflik di Myanmar, tempat asal mereka. Berharap mendapatkan perlindungan di Indonesia, mereka nekat berlayar menggunakan kapal kayu. Mereka sangat berharap saudara muslim di Indonesia dapat menerima mereka dan pemerintah bisa menampung mereka sementara waktu (kompas.com, 24-10-2024).
Sungguh malang nasib muslim Rohingya. Karena hingga saat ini belum ada kepastian dimana mereka akan menetap dalam jangka waktu panjang. Mereka tidak punya kewarganegaraan karena mereka diusir dari tempat tinggal mereka hingga mereka harus terombang-ambing di lautan. Di lautan mereka makan dan minum seadanya, ketika berusaha mendarat di Indonesia mereka justru mendapatkan penolakan.
Tidak sedikit narasi kebencian ditujukan kepada mereka karena media melakukan propaganda terhadap mereka. Tidak sedikit dari kita yang menelan mentah-mentah pemberitaan buruk terhadap mereka. Sudah jatuh tertimpa tangga lagi, begitulah keadaan mereka. Mirisnya dunia yang menyaksikan penderitaan muslim Rohingya diam seribu bahasa tidak terkecuali pemimpin-pemimpin di negeri-negeri muslim.
Baca juga:
Zionis Merajalela, Dunia Tak Berdaya?
Di negeri ini sendiri kondisi muslim Rohingya tenggelam oleh hiruk pikuk pilkada dan pemerintahan baru. Saat mereka masuk ke perairan Indonesia, mereka mendapat penolakan dengan berbagai alasan hingga akhirnya mereka diterima dan mendarat.
Umat Islam harus faham bahwa sesungguhnya persoalan muslim Rohingya adalah persoalan umat Islam karena mereka bagian dari kita, sehingga kita harus peduli dan berupaya menyelamatkan mereka. Karena sebagai saudara sesama muslim kita harus merangkul dan memberi pertolongan.
Umat Islam tidak boleh mengabaikan saudaranya, tapi sayang justru persoalan Rohingya ini dianggap persoalan negara lain sehingga setiap wilayah muslim merasa tidak bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan kepada muslim Rohingya.
Persoalan ini makin kompleks karena umat Islam hari ini telah terkotak-kotak oleh sekat nasionalisme. Rohingya bukan urusan Indonesia, Malaysia atau pun negara lainnya. Padahal nasionalisme tidak pernah diajarkan dalam Islam, karena hubungan muslim satu dengan muslim lainnya adalah seperti saudara. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman yang artinya:"Kaum mukmin itu sesungguhnya bersaudara" (TQS Al-Hujurat:10).
Seorang saudara tentu tidak akan membiarkan saudaranya terpuruk atau mengalami kesulitan dan penderitaan. Mereka tentu akan memberikan perlindungan terbaik hingga saudaranya jauh dari bahaya dan terjamin keselamatannya. Islam juga mengibaratkan kaum muslim itu seperti satu tubuh. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:"Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagai satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Baca juga:
Gen Z Pantang Gengsi, Jadilah Agen Revolusi
Persaudaraan seakidah harusnya mengikat kita, membuat kita merasakan apa yang dirasakan oleh saudara yang lain tetapi justru ikatan sakral itu telah hilang di dada kaum muslim karena sekat nasionalisme yang memisahkan satu negeri muslim dengan negeri-negeri muslim lainnya.
Ikatan nasionalisme ini digencarkan oleh musuh-musuh Islam. Ketika mereka berhasil meruntuhkan Institusi pemersatu umat Islam yakni khilafah Islamiyyah pada tahun 1924. Maka umat tidak lagi memiliki perisai, ibarat anak yang tidak memiliki ibu yang menjadi pelindung.
Semenjak perisai itu telah tiada. Umat kemudian diatur dengan aturan barat yakni demokrasi kapitalisme. Penerapan sistem kapitalisme mengabaikan peran agama dalam mengatur kehidupan yang justru membawa petaka bagi kehidupan umat Islam.
Tak ayal penjajahan fisik maupun nonfisik tidak lagi bisa dihindarkan dan mereka rasakan. Negara-negara barat yang mengusung HAM terkhusus Amerika Serikat memposisikan diri sebagai polisi dunia tetapi hukum yang lahir dari kapitalisme tidak akan pernah memberi harapan atau pun kebaikan untuk umat muslim. Masalah Rohingya ini sebenarnya sudah ada konvensi untuk penanganan pengungsinya, tetapi lagi-lagi tidak bisa terselesaikan dengan tepat.
Berbeda jauh dengan sistem Islam yakni khilafah. Rakyat akan dilindungi keselamatannya, bahkan tidak tanggung-tanggung Khalifah siap mengerahkan pasukan untuk jihad dalam melindungi satu jiwa rakyatnya atau melindungi kehormatan seorang wanita. Oleh karena itu tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan saudara muslim Rohingya termasuk di negeri-negeri lainnya seperti Palestina kecuali umat Islam memiliki institusi yang menyatukan dan memberi perlindungan untuk keamanan mereka. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:"Sungguh imam (khalifah) adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya." (HR. Muslim).
Baca juga:
Kembalinya institusi Islam yakni khilafah akan menyatukan umat Islam di bawah penerapan Islam kaffah. Khilafah akan membela dan melindungi hak-hak muslim Rohingya dan muslim lainnya yang tertindas karena khilafah menjadi negara superpower dengan kekuatan dan pengaruh politiknya.
Khilafah dengan tegas akan memberikan sanksi tegas kepada rezim Myanmar yang sudah menganiaya kaum muslim Rohingya. Khilafah akan mengirimkan pasukan untuk membebaskan kaum muslim dari kedzaliman bahkan akan menjadi jalan dibebaskannya Myanmar dengan Islam.
Semua ini demi mewujudkan jaminan nyawa, harta dan kehormatan kaum muslim. Khilafahlah yang sangat dibutuhkan oleh umat Islam dan umat harus bersatu untuk memperjuangkan tegaknya kembali.Wallahu'alam. [ry].

