Bendera One Piece, Alarm Sosial sedang Berteriak

Lulu nugroho
0

Ilustrasi Pinterest
Oleh Nadisah Khairiyah


Beritakan.my.id, Opini_ 

"Dan sungguh, Kami telah membinasakan generasi sebelum kamu ketika mereka berbuat zalim. Dan rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, tetapi mereka tetap tidak mau beriman. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa."
(TQS Yunus: 13)

Kezaliman adalah wajah dari ketidakadilan. Dan Allah menggambarkan jika ketidakadilan tidak akan pernah langgeng. Allah akan hancurkan, sebagai bentuk penjagaan terhadap fitrah manusia. 

Ketidakadilan bukan sekadar masalah moral, ia adalah bencana sosial dan tekanan fisiologis yang menghantam tubuh dan jiwa manusia. Saat kezaliman merajalela, rakyat tidak hanya kehilangan hak, tetapi juga kehilangan harapan. Sirkulasi darah menjadi kacau karena stres berkepanjangan, tidur tak nyenyak karena cemas akan masa depan, dan kepercayaan terhadap sistem pun runtuh perlahan.

Dan ketika suara rakyat mulai bergema lewat berbagai bentuk ekspresi, termasuk yang simbolik seperti mengibarkan bendera bajak laut One Piece, maka itu bukan tanda makar, tetapi alarm sosial: bahwa rakyat sedang tercekik oleh sistem yang timpang. Simbol itu menjadi jeritan diam yang lahir dari rasa cinta kepada negeri, namun muak melihat kekuasaan dipermainkan segelintir elite.
Di titik ini, bukan hanya hukum yang goyah. Fitrah manusia pun terguncang. Karena keadilan adalah bagian dari fitrah, dan kezaliman adalah racunnya.

Kapitalisme: Sistem yang Melahirkan Ketidakadilan Terstruktur

Ketidakadilan yang kita saksikan hari ini bukan hanya akibat oknum. Ia adalah hasil dari sistem yang memang dirancang untuk berpihak pada segelintir orang, mereka yang punya modal, koneksi, dan kekuasaan. Itulah wajah asli kapitalisme: sistem ekonomi dan politik yang menjadikan keuntungan segelintir sebagai tujuan utama, bahkan dengan mengorbankan banyak orang.

Dalam sistem kapitalisme, negara bukan lagi pelayan rakyat, melainkan pelindung kepentingan korporat. Hukum bisa dibeli, keadilan bisa dinegosiasikan. Dan saat rakyat menggugat, yang datang bukan solusi tapi represi. Ketimpangan menjadi kenormalan baru: segelintir bisa memiliki gunung dan pantai, sementara jutaan rakyat berebut bantuan sosial untuk bertahan hidup sehari lagi.
Bahkan urusan air, listrik, pendidikan, hingga tanah yang semestinya menjadi milik publik, telah menjadi komoditas bisnis. 

Di bawah kapitalisme, kemiskinan bukan tanda kelemahan sistem, tetapi produk dari sistem itu sendiri. Ia bukan kegagalan, tapi keberhasilan. Keberhasilan dalam menciptakan kemiskinan. Karena sistem ini memang tak dibuat untuk semua, hanya untuk yang kuat dan punya kuasa.

Syariah Islam: Sistem yang Memanusiakan Manusia

Di tengah kehancuran yang ditimbulkan kapitalisme, Islam datang bukan hanya sebagai agama ritual, tapi sebagai sistem kehidupan yang adil. Syariah Islam bukan sekadar hukum potong tangan atau zakat 2,5 persen. Ia adalah sistem menyeluruh, dari ekonomi, pendidikan, politik, hingga hubungan internasional, yang dibangun di atas asas taqwa, bukan laba.

Dalam ekonomi Islam, kepemilikan umum seperti air, listrik, dan sumber daya alam, tidak boleh dikuasai swasta. Itu milik umat. Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat, karena fungsinya adalah mengurus umat, bukan bersaing dengan rakyat. Riba haram, karena memperkaya yang kaya dan memiskinkan yang miskin. Zakat dan jizyah bukan sekadar derma, tapi instrumen distribusi kekayaan yang adil.

Dalam sistem politik Islam kedaulatan di tangan syariah, bukan rakyat atau elite, kepemimpinan adalah amanah, bukan privilege, rakyat punya hak amar ma’ruf nahi munkar, bahkan kepada penguasa.
Islam mengajarkan bahwa kekuasaan adalah alat untuk menegakkan keadilan, bukan alat untuk memuaskan syahwat kekuasaan.

Keadilan Tak akan Lahir dari Sistem yang Salah

Selama hukum, ekonomi, dan politik kita masih berdiri di atas asas kapitalisme, keadilan sejati tak akan pernah lahir. Mungkin ada perbaikan sesaat, tetapi itu hanya tambal sulam, seperti membalut luka parah dengan plester. Karena masalah utamanya bukan siapa yang memimpin, tetapi sistem apa yang sedang diikuti.

Syariah Islam bukan utopia, tapi sejarah nyata. Ia pernah tegak selama 13 abad, menghadirkan peradaban agung, kesejahteraan meluas, dan pemimpin yang menangis di malam hari karena takut tak mampu melayani rakyat. Dan ia akan tegak kembali, bukan oleh mimpi, tapi oleh umat yang sadar bahwa perubahan hakiki harus dimulai dari perubahan cara berpikir. Cara berpikir yang dilandasi kesadaran bahwa kita adalah makhluk ciptaan Allah. Kita punya tugas untuk menjalankan perintah-Nya di muka bumi. Akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan aktivitas kita selama hidup di dunia. 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ 
Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (TQS. Adz Dzariyat: 56)

Sudah waktunya kita berhenti berharap pada sistem rusak, dan mulai kembali kepada aturan Rabb yang menciptakan manusia, karena hanya Dia yang tahu bagaimana cara memuliakan manusia.

و الله اعلم بالصواب 

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)