Ilustrasi Pinterest
Oleh Nining Sarimanah
Aktivis Muslimah
Beritakan.my.id, Opini_ Beberapa waktu lalu, publik digemparkan dengan ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta. Setelah dilakukan penyelidikan pelakunya ternyata salah satu siswa di sekolah tersebut.
Ledakan terjadi saat siswa dan guru sedang melaksanakan salat Jumat di masjid sekolah. Ledakan tersebut mengakibatkan korban luka sebanyak 96 orang. Diketahui, pelaku merupakan korban perundungan/bullying. Ia dikenal sebagai pribadi tertutup dan suka konten kekerasan dan hal-hal yang ekstrem. (Kompas.com, 11/11/2025)
Belum usai kasus ledakan. Terjadi juga kasus yang melibatkan santri, ia membakar asrama putri di Aceh Besar. Ditengarai kejadian tersebut akibat bullying oleh temannya.
Dampak bullying memang tidak boleh dianggap sepele. Korban bisa depresi, gangguan mental, bunuh diri, hingga berani melakukan kejahatan dengan membom atau membakar fasilitas pendidikan agar bisa balas dendam.
Menelisik Akar Masalah
Bullying memang sudah menjadi masalah serius bagi institusi pendidikan, keluarga, masyarakat dan negara. Pasalnya, aksi bullying dari waktu ke waktu kasusnya terus meningkat signifikan. Pada 2022 kasus bullying ada 194 dan pada 2024 mengalami kenaikan menjadi 573 kasus. Tentu angka ini yang tercatat.
Makin tak terkendalinya bullying tidak terlepas dari pengaruh media sosial. Media sosial menjadi media paling efektif untuk menyebarkan konten berbau kekerasan, ejekan, merendahkan, sehingga dapat memengaruhi akal dan jiwa para penggunanya, khususnya remaja dengan kondisi kepribadian yang masih labil.
Keadaan ini diperparah dengan lemahnya peran orang tua dalam mendidik anak dengan akidah dan akhlak. Sebab, orang tua minim agama juga sibuk yang menghantarkan kedekatan antara anggota keluarga menurun. Alhasil, anak kehilangan figur yang membimbing dengan penuh kasih sayang.
Selain itu, sistem pendidikan telah gagal membangun peradaban cemerlang. Hal ini tampak bahwa dari arah dan tujuan pendidikan hanya fokus pada aspek-aspek materiel jauh dari nilai ruhiyah, akhlakiyah, dan insaniyah. Sekolah kadang menutupi bullying untuk menjaga citra. Tidak ada sanksi yang membuat pelaku jera, akibatnya, masalah terus berulang.
Penyebab itu semua karena sistem kehidupan yang diberlakukan saat ini adalah sistem sekuler kapitalisme. Sekularisme menyingkirkan peran agama dalam mengatur kehidupan.
Sistem ini menuhankan kebebasan tanpa batas. Setiap orang bebas melakukan perbuatan maupun ucapan, sekalipun hal itu merugikan orang lain.
Solusi Islam
Kasus bullying harus dihentikan hingga ke akarnya, maka dibutuhkan solusi sistemik dan itu ada pada Islam. Islam hadir bukan sebatas mengatur masalah ibadah, tetapi membentuk lingkungan yang kondusif, sehingga anak-anak dan remaja terlindungi dari berbagai bentuk kezaliman.
Bullying baik secara fisik maupun nonfisik hukumnya haram. Hal ini ditegaskan dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Ia tidak boleh menzalimi, merendahkan dan membiarkan saudaranya (tersakiti)." (HR Muslim).
Dalam Islam, keluarga adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua wajib mendidik, mengarahkan, dan melindunginya.
Karena itu, peran orang tua tidak sekadar memberi nafkah saja. Ia harus mengajari anak dengan akidah, cara beribadah, juga mengajarkan bagaimana saling menyayangi dan saling menghormati satu sama lain.
Demikian juga dalam pendidikan, Islam telah menetapkan fungsi sekolah untuk mencetak generasi berkepribadian Islam yang taat, berakhlak mulia, dan menguasai berbagai ilmu dan teknologi. Sekolah bukan sebatas transfer ilmu.
Karenanya, sekolah yang dibangun berdasarkan syariat akan menanamkan akidah, mengajarkan adab, dan memastikan lingkungan sekolah bersih dari kekerasan. Pihak yang terlibat dalam proses pendidikan yaitu guru tidak semata-mata sebagai pendidik, tetapi memberikan teladan. Mereka mengawasi pergaulan siswa dengan kasih sayang dan rasa tanggung jawab.
Di sisi lain, negara melindungi anak dengan hukum syariat dengan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku bullying. Jika korban sampai meninggal, maka pelaku akan dikenai hukum qisas (hukuman setimpal).
Negara juga menerapkan kurikulum pendidikan Islam dan menciptakan lingkungan sosial yang sehat juga aman. Tak hanya itu, negara pun melakukan pengawasan terhadap sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Penutup
Dengan pendekatan secara menyeluruh, mulai dari memperbaiki keluarga, membangun pendidikan yang berasaskan Islam, lingkungan sosial yang kondusif, serta menghadirkan negara yang melindungi rakyat, maka kasus bullying bisa teratasi.
Bullying bukan persoalan individu, tetapi cermin rusaknya sistem kehidupan saat ini yang tidak berlandaskan syariat Islam.
Wallahualam bissawab

