Oleh: Eni Imami, S.Si, S.Pd
Pendidik dan Pegiatn Literasi
Kerusakan generasi makin masif terjadi. Padahal, mereka adalah aset masa depan negara. Jiwa dan raga mereka rusak bukan tanpa sebab. Keluarga dan masyarakat tak lagi kuasa memberikan penjagaan. Maka tugas utama menjaga generasi adalah negara. Namun, nyatanya negara gagal melindungi generasi masa depan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Jiwa dan Raga Generasi Rusak
Seorang anak perempuan pelajar SD usia 13 tahun di Buton, Sulawesi Tenggara menjadi korban pencabulan 26 orang yang statusnya juga masih pelajar. Mirisnya kejadian itu berulang sebanyak 7 kali sejak April dan baru dilaporkan pada bulan Mei 2024. Korban merupakan anak broken home yang tinggal sendiri. Oang tuanya bercerai.
Rentetan kejadiannya, bermula korban diajak bertemu dengan salah satu pelaku menuju ke lokasi pesta joget. Setelah itu, korban diajak ke salah satu tempat hingga terjadilah aksi pencabulan tersebut. Korban tidak diculik atau dipaksa. Ia mau saja diajak ketemuan pada dini hari antara jam 1 atau 3 malam (cnnindonesia.com, 23-06-2024).
Di sisi lain, telah terjadi kasus penganiayaan remaja, AM (13 tahun) oleh oknum polisi hingga tewas di Kuranji, Sumatera Barat. Berdasarkan hasil investigasi tim LBH Padang, AM bersama temannya A mengendarai sepeda motor di jemparan aliran Batang Kuranji By Pass KM 9 pada dini hari Ahad (9/6/2024). Mereka didatangi anggota Sabhara Polda Sumatera Barat yang sedang patroli. Kemudian, oknum anggota polisi tersebut menendang kendaraan AM hingga jatuh.
Siangnya, warga sekitar menemukan mayat yang diduga AM mengambang di bawah jembatan aliran Batang Kuranji. Kondisi AM luka lebam dibagian pinggang kiri, punggung, tangan, pipi kirinya membiru dan luka yang mengeluarkan darah di kepala bagian belakang dekat telinga (kabar24.bisnis.com, 23-06-2024)
Anak menjadi korban tindakan asusila sekaligus korban kekerasan semakin banyak terjadi. Pelakunya bisa orang dewasa termasuk orangtua dan guru, teman sebaya, bahkan aparat. Potret kehidupan generasi kian buram. Hal ini menjadi warning bagaimana masa depan negara.
Negara Gagal Memberikan Perlindungan
Sudah cukup banyak regulasi yang dibuat pemerintah Untuk mewujudkan perlindungan anak. Salah satunya UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan dua pilar, yakni pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Namun, masih banyak anak yang mengalami kekerasan sepanjang hidupnya, termasuk kekerasan seksual.
Hal itu menunjukan negara gagal dalam melindungi generasi. Karena sejatinya persoalan mendasarnya bukan kurangnya regulasi, tetapi penerapan sekularisme dalam kehidupan. Sistem ini menjadikan orientasi kehidupan masyarakat adalah materi dan pemenuhan hawa nafsu. Kekerasan terhadap anak, bahkan kekerasan seksual tidak lagi dianggap keji.
Kegagalan negara dengan sekularismenya tak mampu melindungi generasi setidaknya diketahui dari beberapa indikasi. Pertama, tercerabutnya nilai agama (Islam) dari kehidupan. Hal ini menjadikan individu masyarakat hidup dalam kebebasan. Bebas bertingkahlaku, bebas berpendapat, bebas memiliki dan semua itu dilindungi negara.
Kedua, pendidikan dalam sistem sekularisme juga menjauhkan nilai agama dalam pengajaran. Pendidikan diharapkan mencetak generasi unggul dan bermartabat justru melahirkan generasi rapuh minim adab. Bahkan tak sedikit yang menjadi pejabat tetapi kerap melakukan tindakan bejat.
Ketiga, kesalahan mudah ditolerir bahkan sanksi hukum dapat diperjual belikan sehingga tidak memberikan efek jera. Kalangan remaja yang tersangkut pelanggaran pidana, tindakan asulisa atau kriminal dipandang sebagai kesalahan anak dibawah umur tidak ada sanksi berat. Alhasil kesalahan serupa sering terulang dengan pelaku yang sama atau berbeda.
Aparat negara yang seharusnya menjadi pelindung dan contoh masyarakat justru menjadi oknum pelaku kejahatan. Dari beberapa indikasi ini, jelas sekularisme menjadi biang kerok kerusakan masyarakat. Semestinya, sistem ini dicabut hingga akarnya dari negeri ini. Menggantinya dengan sistem terbaik yang mampu melindungi generasi.
Sistem Islam Perisai Generasi
Perlindungan hakiki generasi akan terwujud dengan penerapan aturan Islam secara kaffah. Karena Islam mewajibkan negara melindungi masyarakat termasuk generasi dapat tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Pemimpin dalam sistem Islam memiliki dua fungsi, yakni sebagai pemelihara urusan rakyat dan sebagai pelindung atau perisai (junnah).
Negara merupakan benteng yang sesungguhnya dalam melindungi segenap jiwa dan raga rakyatnya. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistematis melalui pengaturan berbagai aspek, seperti pengaturan sistem ekonomi. Negara menyediakan lapangan kerja yang luas bagi para laki-laki yang berkewajiban memberi nafkah keluarganya. Negara juga memberikan jaminan keamanan, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan hidup. Dengan ini, keluarga menjadi tenang hidupnya dan mampu mendidik serta menjaga buah hatinya agar menjadi generasi unggul masa depan negara.
Pendidikan diatur untuk mewujudkan generasi yang berilmu dan berakhlak mulia. Selain itu, sistem sosial mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai batas agama. Negara akan menutup rapat semua bentuk penyimpangan seksual seperti seks bebas yang marak terjadi dikalangan generasi.
Negara juga menerapkan sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera. Orang tua, keluarga dan masyarakat dibangun sebagai benteng perlindungan berlapis. Benteng terluarnya adalah negara.
Dengan mekanisme ini, generasi dan masyarakat akan terlindungi dari gempuran hedonisme dan liberalisasi kehidupan. Mereka akan tumbuh dan berkembang sebagai pribadi muslim yang tangguh dan berakhlak mulia. Sungguh sistem Islam membawa kebaikan untuk semua sebagai rahmatan lil alamiin. Wallahu a'lam bishowab.

