![]() |
Syahrul Yasin Limpo, sumber: instagram |
Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo secara terbukti secara sah bersalah melanggar pasal 18 UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1. SYL didakwa melakukan gratisfikasi dengan total Rp. 44,5 miliar di lingkungan Kementan pada rentang 2020 – 2023.
Kasus tersebut adalah kasus yang kesekian kalinya seorang pejabat public yang melakukan korupsi, dan ini bukan yang pertama sejak KPK dibentuk, dan tampaknya bukan kasus yang terakhir penanganan korupsi di Indonesai, jika kita melihat tren korupsi selama ini.
Reformasi yang terjadi pada 1998 dengan diatandai dengan lengsernya Suharto dari tampuk kepemimpinan akibat praktik KKN atau Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang merajelala sejak 32 tahun pemerintahannya.
Sebagai amanat reformasi dalam pemberantasan korupsi maka pada tahun 2003 didirikan KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini didasarkan pada UU No.30/2002 kemudian diubah dengan UU No. 19/2019.
Adapun visi KPK adalah bersama masyarakat menurunkan tingkat korupsi untuk mewujudkan Indonesia Maju.
Visi tersebut tertuang dalam misi KPK yaitu meningkatkan upaya pencegahan melalui perbaikan system pengelolaan administrasi lembaga negara dan pemerintahan dan pendidikan antikorupsi yang komprehensif, pemberantasan tindak pidana korupsi yang efektif, akuntabel, professional dan sesuai dengan hokum, meningkatkan akuntabilitas dan integritas KPK dalam pelaksanaan tugas dan wewenang.
Seolah terjadi anomali pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK merilis laporan pelaku korupsi di Indonesia berasal dari sejumlah profesi.
Berdasarkan statistik KPK per januari 2024 total 1.681 tindak korupsi telah ditangani sejak 2004. Total kerugian Negara akibat korupsi dari tahun 2013 – 2023 atau sepuluh tahun saja sebesar Rp. 238,14 Triliun. Ini belum termasuk kasus korupsi yang ditangani Kejagung yang melaporkan kerugian akibat korupsi PT Timah sejak 2015 – 2022 sebesar Rp. 300 triliun. Dengan pelaku korupsi yang merata pada semua prosfesi, kepala daerah, pejabat kementrian, dirjen, kepada dinas, anggota DPR hingga artis.
Sejak dibentuknya KPK hingga hari ini, tidak mengurangi laju tingkat korupsi di Indonesia, yang terjadi ada pola korupsi yang lebih sistematik dan canggih. Jika dulu zaman orde baru korupsi dilakukan di bawah meja, sekarang korupsi justru dilakukan di atas meja, artinya dengan membuat regulasi seakan akan sah untuk melakukan korupsi. Atau dengan jalan membuat undang-undang yang terkait sehingga korupsi menjadi legal.
Bahkan sempat muncul wacana untuk tidak memenjarakan korupsi di bawah 50 juta. Seolah ingin menormalisasi korupsi.
Banyaknya kasus korupsi yang mengendap dan tidak ditangani untuk tujuan politis agar lawan politik tidak bersuara keras atau mengkritik rezim. Sudah menjadi rahasia umum, jika politisi dekat dengan rezim maka kasus korupsinya aman dan tidak diungkit.
Tetapi jika bersebarangan dengan rezim maka kasus korupsinya akan dibuka kembali meski sudah puluhan tahun. Politisi koruptor yang dekat rezim aman berbeda jika bersebarangan maka dia dipastikan akan masuk penjara.
Pandangan Islam Dalam Menyelesaikan Korupsi
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang demi memperkaya diri sendiri atau kelompoknya dengan memanfaatkan undang-undang atau manipulasi proyek.
Korupsi ini termasuk dalam kejahatan yang jenis hukumannya diserahkan kepada ijtihad Khalifah, dari jenis hukuman yang ada di dalam Islam, hukuman pada kasus korupsi adalah ta’zir. Berat dan ringannya tergantung seberapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatannya tersebut.
Jenis hukuman yang ringan bisa hanya dipaksa untuk mengembalikan uang hasil korupsi, dan yang terberat bisa sampai hukuman mati.
Upaya preventif Islam dalam mencegah korupsi pada pegawai dan pejabat adalah sebagai berikut :
1. Mengangkat pejabat yang mampu dan bertaqwa. Taqwa akan menjadi filter dari berbuat kejahatan korupsi.
2. Menetapkan pembuktian terbalik, dengan cara menghitung kekayaan sebelum menjabat dan setelah menjabat. Jika di dapati nilai yang tidak wajar maka Khilafah akan menyita harta ghulul tersebut dan diserahkan kepada Baitul Maal. Sebagaimana yang pernah dilakukan Umar bin Khattab kepada salah seorang pegawainya.
3. Khilafah melarang para pejabat untuk menerima gratifikasi dalam bentuk apa saja, baik berupa barang atau jasa.
4. Khilafah akan melarang pejabatnya mendirikan perusahaan yang berkaitan dengan jabatannya, karena di sana pasti ada conflict of interest antara jabatan dan pekerjaan.
5. Khilafah akan memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada pegawai agar maksimal bekerja dalam upaya ri’ayah syu’unil ummah atau mengurus urusan ummat.
6. Islam akan menetapkan hukuman yang sangat berat kepada pelaku korupsi hingga hukuman mati.
Penanganan Khilafah terhadap korupsi akan menekan bahkan menghilangkan korupsi hingga ke akar-akarnya, hanya dengan Syariah Islam akan terwujud kesejahteraan di dunia dan khususnya di akhirat. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis: Muhammad Ayyubi (Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community)
Editor: Mehmet Fadli