Pengamat Kebijakan Publik, Kontributor beritanusaindo
Pada hari-hari ini, terungkap dengan jelas bahwa harga obat di Indonesia, sebuah negara dengan populasi yang besar dan kebutuhan medis yang mendesak, jauh lebih tinggi daripada di tetangga sebelah, Malaysia. Pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin setelah rapat dengan Presiden Jokowi memperkuat apa yang telah diketahui oleh masyarakat luas: biaya obat-obatan di sini mencapai lima kali lipat dari harga yang dikenakan di Malaysia yang berdekatan.
Analisis mendalam menunjukkan bahwa faktor utama di balik disparitas ini adalah dominasi dan monopoli yang diperbolehkan oleh kapitalis dan oligarki farmasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini, dengan sengaja atau tidak, menentukan harga obat-obatan esensial yang menyangkut kualitas hidup dan keselamatan jutaan rakyat Indonesia. Mereka mengeksploitasi ketergantungan konsumen terhadap produk-produk medis dengan menetapkan margin keuntungan yang tidak masuk akal, memaksa rakyat untuk membayar mahal atas kesehatan mereka sendiri.
Pemerintah telah berusaha untuk menangani masalah ini dengan kebijakan-kebijakan seperti kontrol harga, namun upaya ini sering kali bertabrakan dengan lobi kuat dari industri farmasi yang berusaha mempertahankan monopoli mereka. Selain itu, transparansi biaya produksi dan distribusi obat masih menjadi mimpi jauh bagi rakyat Indonesia yang ingin mengerti alasan di balik harga yang tidak masuk akal ini.
Solusi untuk masalah ini memerlukan langkah-langkah tegas dan berani. Pertama, pemerintah harus mengadopsi kebijakan yang lebih proaktif dalam memeriksa dan mengatur harga obat, dengan menetapkan batas maksimum yang adil untuk mencegah eksploitasi konsumen. Kedua, perlindungan terhadap kompetisi yang sehat harus diperkuat untuk mengurangi monopoli yang merugikan ini. Membuka pintu bagi produsen obat dari luar untuk bersaing dengan industri lokal dapat membantu menurunkan harga secara signifikan.
Terakhir, transparansi harus menjadi pijakan utama dalam kebijakan farmasi ke depan. Publik berhak tahu bagaimana harga obat-obatan dibentuk, termasuk biaya produksi, biaya distribusi, dan markup yang diterapkan. Hanya dengan transparansi yang baik, masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam menyuarakan kebutuhan mereka untuk akses terhadap perawatan kesehatan yang terjangkau.
Tidak ada alasan bagi harga obat di Indonesia untuk tetap menjadi yang tertinggi di kawasan ini. Dengan langkah-langkah yang tegas dan kebijakan yang berani, kita dapat mengubah paradigma ini dan memberikan akses kesehatan yang lebih baik bagi semua warga negara. Saatnya bagi pemerintah untuk bertindak, melindungi kepentingan rakyat, bukan kapitalis dan oligarki yang terus memperkaya diri mereka sendiri dengan memanfaatkan keterbatasan dan kebutuhan medis kita.