Moderasi Beragama Akankah Menciptakan Harmoni dan Keseimbangan dalam Masyarakat?

Admin Beritanusaindo
0


Jika ingin menciptakan masyarakat yang lebih baik, adil, dan damai, maka semestinya bukan agama yang dimoderasi. Tapi negara yang harus berperan aktif mengurus masyarakat dan memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi individu per individu secara merata seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan baik bagi masyarakat miskin ataupun kaya, muslim maupun nonmuslim. 



oleh Rosita

Pegiat Literasi


Beritanusaindo.my.id - OPINI - Moderasi beragama kini sedang ramai didengungkan kembali di tengah-tengah masyarakat. Karena ia dianggap sebagai kunci untuk menciptakan harmoni juga keseimbangan dalam masyarakat yang majemuk. Hal ini pula yang disampaikan oleh Ketua Baznas Kabupaten Bandung, Yusuf Ali Tantowi. 


Ketika memberikan materi dalam acara Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama (PPBM) yang dilaksanakan di Balai Diklat Keagamaan Bandung, Yusuf Ali Tantowi menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan isu yang sangat relevan dan krusial dalam konteks dunia modern yang semakin kompleks serta plural. Dengan memahami konsep moderasi beragama, maka akan terbangun masyarakat yang lebih baik, toleran, adil, dan damai. Moderasi beragama juga bisa memperkuat persatuan serta kesatuan bangsa dalam menghadapi semakin kompleksnya tantangan global. 


Namun, menurut Yusuf konsep moderasi beragama acapkali disalahpahami oleh sebagian masyarakat Indonesia. Moderasi beragama dipandang melakukan kompromi terhadap agama. Padahal nyatanya tidak demikian, karena setiap agama besar di dunia mengajarkan nilai-nilai moderasi, keadilan, dan keseimbangan. Agama tidak memerlukan moderasi karena esensinya sudah mengandung prinsip-prinsip moderasi. Sebenarnya yang harus dimoderasi adalah perilaku penganut agama dalam mengimplementasikan ajaran agama. Begitupun juga dengan Islam itu sendiri telah memiliki konsep moderasi atau wasathiyah, yang diambil dari kata 'wasath' yang berarti tengah. Dengan konsep tersebut Islam hadir sebagai rahmat dan maslahat bagi seluruh alam, ajaran yang lurus, sesuai dengan fitrah manusia, adalah lapang dan mudah diikuti, serta tidak memberatkan. (balitbangdiklat.kemenag 19 Juli 2024)


Baca Mungkinkah Satgas Bisa Mengatasi Naiknya Harga Tiket Pesawat?


Tidak bisa dimungkiri bahwa moderasi beragama memang menjadi isu krusial bagi pemerintah dewasa ini. Moderasi beragama dianggap penting, sehingga berkali-kali diaruskan baik di lembaga pendidikan, maupun melalui seminar-seminar yang digelar oleh pemerintah. Lantas, benarkah moderasi beragama akan dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik, adil, dan toleran?


Apabila ditelisik, maka akan kita dapati bahwa gagasan moderasi beragama sebenarnya tidak berdiri sendiri. Namun ia lahir bersamaan dengan pengarusan gagasan moderasi Islam yang didukung penuh oleh PBB dan negara adidaya (khususnya Amerika) dengan RAND Corporationnya. Yakni sebuah lembaga  Amerika, merilis dokumen berisi grand design untuk melanggengkan kekuasaannya di dunia Islam dan menghancurkan Islam. Salah satu cara yang mereka tempuh dalam memuluskan agenda ini adalah dengan mengkotak-kotakkan Islam, membaginya menjadi beberapa kelompok, kemudian melabeli dan memperlakukan kelompok-kelompok ini dengan cara berbeda satu sama lain. 


Dari semua kelompok Islam yang mereka beri label, Islam fundamentalis/radikalislah yang dianggap sebagai ancaman berbahaya. Karena pro-khilafah, pro-syariat Islam, anti-demokrasi dan anti-Barat. Oleh karena itu, untuk menghadapi kelompok ini maka Barat menggunakan Islam moderat/moderasi beragama sebagai senjata dalam membungkamnya. (Kompasiana, 6/12/ 2019)


Baca jugaPenerimaan Pajak Naik, Sejahterakah?

Pencapaian Pajak Meningkatkan, Bagaimana Nasib Rakyat?



Sayangnya, kini ide Barat tersebut diamini oleh para petinggi negeri ini. Berbekal kata 'wasath' yang terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 143, mereka menganggap bahwa Islam dan moderasi sejalan. Padahal jelas menurut para mufassir arti 'wasath' dalam ayat tersebut memiliki arti yang terbaik, pilihan, adil dan seimbang. Maka ummatan wasathan dapat diartikan dengan umat Islam sebagai umat terbaik, umat pilihan, umat yang adil, dan umat yang seimbang kehidupannya. Bukan umat Islam yang pertengahan sebagaimana anggapan sebagian kalangan hari ini. 


Sejatinya, memandang moderasi beragama sebagai kunci yang dapat menciptakan masyarakat yang harmoni dan seimbang, adalah hal yang keliru. Apalagi moderasi beragama berasal dari Barat dan sengaja disetting untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Alih-alih menciptakan kebaikan, keadilan, dan persatuan di kalangan umat beragama dan berbangsa, yang ada moderasi beragama justru berbahaya sebab akan melemahkan akidah umat Islam, menjadikan mereka menganggap semua agama sama serta memecah belah mereka.  


Jika ingin menciptakan masyarakat yang lebih baik, adil, dan damai, maka semestinya bukan agama yang dimoderasi. Tapi negara yang harus berperan aktif mengurus masyarakat dan memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi individu per individu secara merata seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan baik bagi masyarakat miskin ataupun kaya, muslim maupun nonmuslim. 


Apalagi, sejatinya semua masalah yang terjadi bukan disebabkan oleh agama, tapi oleh sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan negara  gagal menciptakan kesejahteraan, keadilan, juga persatuan di tengah umat beragama. Sebab sistem ini meniscayakan kebijakan dan kekayaan negara boleh dikendalikan dan dikuasai para kapital melalui jalan kerjasama (investasi)  antar penguasa dan pengusaha. Sehingga akhirnya kesejahteraan, keadilan, dan kerukunan hanya berputar di antara keduanya serta para kroninya. 


Sementara kesejahteraan rakyat terpinggirkan. SDA yang merupakan harta milik kolektif mereka diambil alih oleh para korporat. Rakyat pun hanya jadi pasar dagang untuk membeli produk para oligarki dan memperkaya mereka. Inilah yang menyebabkan terjadinya berbagai masalah di tengah masyarakat. Kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi semakin kentara, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. 


Dalam Islam, tidak ada istilah moderasi beragama. Islam diturunkan Allah kepada Rasulullah saw. untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, menuntun manusia kepada cahaya kebenaran. Karena seorang muslim harus menjadi muslim sejati tidak boleh setengah-setengah. 


Allah Swt. telah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al-Baqarah: 208)


Islam ketika diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, maka akan membawa kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini terbukti dari masa Rasulullah saw. menjadi kepala negara di Yatsrib atau Madinah, hingga masa kekhalifahan terakhir, Turki Utsmani. 


Kala itu, beliau saw. dapat mewujudkan kehidupan terbaik di  tengah-tengah masyarakat. Kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan dapat dirasakan segenap makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Setiap pemeluk agama, ras, serta suku mendapatkan perlakuan dan periayahan yang sama secara adil juga merata individu per individu. 


Baca juga: Pemuda Mabuk Kecubung, Buah Liberalisasi Perilaku


Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ini menjadi teladan bagi para khalifah yang menggantikan kepemimpinannya setelah beliau wafat. Para khalifah benar-benar menjaga amanahnya untuk mengurusi rakyatnya. 


Seluruh kebutuhan vital rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan didapatkan rakyat secara gratis dan mudah diakses. Karena Islam memiliki sumber pemasukan tetap yang berasal dari fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah. Selain itu Islam pun menetapkan SDA wajib dikelola oleh negara secara mandiri tanpa campur tangan asing. Karena SDA merupakan harta milik rakyat yang haram dikuasai oleh individu manapun. Hasil dari pengelolaan SDA ini wajib dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka. 


Adapun kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan,  dipenuhi negara melalui penyediaan lapangan pekerjaan bagi para pencari nafkah. Jika ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena sakit dan memiliki keterbatasan fisik, maka negara akan menjadi support sistem yang bertanggung jawab atasnya.


Tak heran, sejarah mencatat peradaban Islam yang gemilang mampu berjaya hingga 1300 tahun lamanya, dari abad ke 6 sampai abad ke 18. Karena ketika kemurnian Islam diterapkan secara sempurna, maka semua tata kehidupan berjalan pada porosnya. 


Maka jika ingin terwujud keadilan dan perdamaian secara menyeluruh kita harus kembali kepada syariat Islam secara kaffah. Caranya dengan terus mendakwahkan Islam ke tengah-tengah umat. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]

Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)