![]() |
| Sumber ilustrasi gambar: Foto Pribadi Arini Faiza |
Selama ini pemerintah menganggap pemberian BLT adalah cara paling efektif untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat, padahal banyak pihak berpendapat bahwa program ini bukanlah solusi, karena dalam pelaksanaan banyak terjadi kecurangan, tidak tepat sasaran, bahkan sering dijadikan bancakan korupsi pejabat terkait.
Oleh Arini Faiza
Pegiat Literasi
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Rakyat Indonesia harus bersiap menghadapi kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG). Pasalnya, baru-baru ini komisi Vll DPR RI mengusulkan agar skema pemberian subsidi LPG pada produk diubah menjadi bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang berhak. Warga yang termasuk dalam kategori penerima nantinya akan mendapatkan bantuan berupa uang hingga Rp100.000 setiap bulannya.
Menurut Wakil Ketua Komisi Vll, Eddy Soeparno, usulan ini dimaksudkan agar penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan tidak membebani APBN. Sebab, di setiap tabung LPG 3 kg terdapat bantuan pemerintah sebesar Rp33.000. Jadi apabila saat ini harga ditingkat eceran Rp 20.000, maka nantinya akan menjadi Rp 53.000. (www.cnbcindonesia.com, 21/7/2024)
Meski baru rencana, namun kabar pencabutan subsidi LPG cukup meresahkan. Apabila kebijakan ini benar-benar diketok palu, maka harga kebutuhan pokok pun akan ikut melambung, sementara penghasilan rakyat masih tetap atau malah berkurang karena daya beli menurun. Hidup pun dirasa akan semakin sulit, karena subsidi tunai yang digadang-gadang bisa meringankan beban diprediksi akan diiringi dengan kenaikan harga-harga pula.
Baca juga: Moderasi Beragama Akankah Menciptakan Harmoni dan Keseimbangan dalam Masyarakat?
Selama ini pemerintah menganggap pemberian BLT adalah cara paling efektif untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat, padahal banyak pihak berpendapat bahwa program ini bukanlah solusi, karena dalam pelaksanaan banyak terjadi kecurangan, tidak tepat sasaran, bahkan sering dijadikan bancakan korupsi pejabat terkait.
Menanggapi rencana pencabutan subsidi LPG, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengungkapkan bahwa rencana tersebut akan memunculkan masalah baru, sebab pelaksanaannya akan sangat rumit, meskipun penerima BLT difokuskan kepada warga yang tidak mampu, namun masalah ini berkaitan dengan produktivitas perekonomian. Ia khawatir apabila subsidi dihapus maka harga kebutuhan pokok akan melambung. Menurutnya mengganti subsidi dengan BLT bukanlah solusi, ia menyarankan agar pemerintah memperbaiki distribusi LPG bersubdisi yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran.
Baca juga:Mungkinkah Satgas Bisa Mengatasi Naiknya Harga Tiket Pesawat?
Ironis, dengan sumber daya alam berlimpah, semestinya negeri ini tidak perlu khawatir dengan subsidi LPG. Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengungkapkan, total cadangan gas Indonesia sebesar 62,39 TSCF tersebar di seluruh wilayah di tanah air. Artinya simpanan energi di negara ini melimpah, hanya saja salah dalam pengelolaannya. Atas nama investasi kekayaan bangsa seolah diobral murah kepada para investor. Akibatnya rakyat hanya bisa gigit jari dan terus dihantui kenaikan BBM, gas LPG, dan kebutuhan pokok lainnya. Penguasa seolah tidak berdaya memberikan solusi paripurna atas berbagai permasalahan bangsa. Jikapun ada, hanya sebatas solusi tambal sulam semata.
Di samping itu, begitu banyak kepentingan yang ikut mengatur kebijakan negeri ini, sehingga penguasa tidak dapat sepenuhnya berpihak kepada rakyat, tapi bersikap loyal dan sangat royal kepada para kapital (pemilik modal). Hal ini tentu sangat wajar terjadi, sebab tanpa campur tangan mereka, mustahil seseorang dapat mencalonkan diri dan terpilih menjadi pemimpin.
Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme akan terus-menerus menjadikan materi sebagai tujuan, politik balas budi akan lebih dikedepankan, sementara kesejahteraan masyarakat dikesampingkan. Sumber Daya Alam berupa migas yang berlimpah tidak bisa dinikmati pemanfaatannya oleh rakyat dengan harga murah, bahkan gratis. Sebab pemerintah tidak mengelola SDA secara mandiri, tetapi justru menyerahkan pengelolaannya kepada swasta dan asing.
Kebobrokan sistem demokrasi kapitalisme telah nampak nyata dalam berbagai aspek kehidupan, maka dibutuhkan paradigma baru dalam mengelola negeri ini, yang berpandangan bahwa hubungan negara dengan rakyat adalah melayani bukan berbisnis. Tugas penguasa adalah menjamin kesejahteraan bukan sebaliknya malah rakyat dianggap beban.
Baca juga: Penerimaan Pajak Naik, Sejahterakah?
Aturan yang mampu memberikan rasa adil hanyalah Islam. Sistem ini memandang bahan tambang seperti minyak dan gas adalah harta kepemilikan umum, milik umat yang tidak boleh dipindahtangankan kepada individu, atau pun swasta. Pengelolaannya dilakukan oleh negara, sedangkan pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Rasulullah saw. bersabda
"Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Daud)
Dalam hal pemanfaatan minyak dan gas, maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperolehnya. Hasil tambang tersebut tidak dapat digunakan secara langsung, melainkan harus melalui tahapan proses pengeboran, penyulingan, dan sebagainya, maka negaralah yang harus mengambil alih pengelolaannya. Kepala negara memiliki wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan rakyat.
Inilah gambaran pengelolaan migas dalam Islam. Karenanya dibutuhkan kesadaran semua pihak bahwa kezaliman akibat kapitalisasi migas hanya akan selesai jika mereka kembali kepada aturan Islam. Sistem sahih warisan Rasulullah saw. yang akan menerapkan syariat Allah Swt. secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga keberkahan dan kesejahteraan yang didambakan akan dapat terwujud.
Wallahu a'lam bi ash-shawab. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
