![]() |
| Ilustrasi prostitusi online |
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritanusaindo.my.id -OPINI --Ada istilah warung remang-remang, kabarnya tak hanya menyediakan kopi atau wifi, tapi pelayanan plus-plus tak perlu modal surplus. Bisnis syahwat memang bisnis tertua sama seperti judi, keduanya mengikuti perkembangan zaman, ketika sain dan teknologi semakin melaju, ternyata berkembang pula judi dan prostitusi. Bedanya kini bisa online.
Apa yang menjadi temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sangat memprihatinkan, ada lebih dari 130.000 transaksi terkait praktik prostitusi dan pornografi anak. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis, praktik prostitusi dan pornografi tersebut melibatkan lebih dari 24.000 anak berusia 10 tahun hingga 18 tahun (Kompas.com, 26/7/2024).
Baca juga:
Indonesia Juara Pengangguran di ASEAN, Perlu Satgas?
Menurut Ivan, tak tanggung-tanggung, frekuensi transaksi yang terkait dengan tindak pidana tersebut mencapai 130.000 kali, dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 127.371.000.000. Sungguh jumlah yang luar biasa. Jika disetorkan ke APBN negara yang kembas-kembis tentulah lebih berguna.
Meski prostitusi online sudah “ mendapatkan” tempat dan perhatian masyarakat yang ingin mendapatkan kemudahan transaksi haram ini, masih juga prostitusi offline tak tertinggal. Hal ini bisa dibaca pada keberhasilan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang membongkar sindikat pelaku eksploitasi perempuan dan anak di bawah umur melalui media sosial. Dengan omset hingga 9 miliar yang merupakan akumuluasi dari transaksi yang sudah dilakukan Juli 2023 hingga Juli 2024.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni menjelaskan, sindikat ini mempekerjakan serta menawarkan pekerjaan seks komersial (PSK), dan juga menjual video pornografi melalui aplikasi X dan Telegram (kompas.com, 23/7/2024).
Dari pengungkapan ini, terdapat empat pelaku yang ditangkap, yakni laki-laki berinisial YM (23), dan tiga perempuan berinisial MRP (39), CA (19), dan MI (26). Praktik eksploitasi seksual anak secara online ini sudah terorganisir. Ada admin dari media sosial, bagian pemasaran, ada penyedia rekening, dan tentu ada mucikari.
Baca juga:
Tak Cukup Korup, Kemana Sosok Negawaran Sejati?
Lebih miris lagi, sebagian orang tua mereka ternyata tahu dan membiarkan anaknya menjadi pekerja seks. Bisa kita bayangkan seberat apa penderitaan rakyat, hingga para orangtua, di negeri dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, mengizinkan anak-anaknya menjual kesucian mereka berzina (inews.id, ,25/7/2024).
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT P3A) DKI Jakarta, Tri Palupi Diah Handayani membenarkan fakta di atas. Entahlah apa yang berkecamuk dalam benak para orangtua itu, sudah sekuat itukah sekularisme merusak akal sehat mereka?
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber (Wadirtipidsiber) Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni mengatakan, pihaknya akan mendalami keterlibatan para orang tua dalam kasus prostitusi anak tersebut (inews.id, 23/7/2024).
Masihkah Berharap Pada Kapitalisme?
Apa yang terjadi? Kasus ini sudah bukan menimpa orang perorang. Baik pelaku maupun anak-anak yang dipekerjakan itu pasti sadar, apa yang mereka perbuat salah, namun tuntutan kehidupan yang mendewakan hedonisme, liberalisme telah membutakan mata hati dan pikiran mereka.
Baca juga:
Moderasi Beragama Akankah Menciptakan Harmoni dan Keseimbangan Dalam Masyarakat?
Penerapan sistem sekulerisme kapitalisme telah menjadikan seseorang menghalalkan segala macam cara dalam meraih harta. Juga abai pada nasib orang lain bahkan abai dampak buruk pada generasi. Hingga tak lagi berat kakak jual adik, suami jual istri atau sebaliknya hingga orangtua menjual anaknya meski tahu di jual untuk melakukan prostitusi, Nastaghfirullah..
Inilah yang dilahirkan oleh sistem rusak dan batil, hasil kompromi antara mengakui Tuhan itu ada dengan mengambil syariat yang mudah saja, sedangkan yang sulit apa kata nanti telah melahirkan kerusakan yang luar biasa, baik tingkat masyarakat hingga keluarga.
Dimana peran negara? Mengapa negara tak mampu memberikan perlindungan yang nyata? Adalah ilusi jika kita masih berharap akan ada perubahan setiap kali pemilu digelar yang artinya bakal melahirkan pemimpin yang berbeda dari sebelumnya. Demokrasi tak sekadar pemilu, tapi ada yang lebih krusial yaitu disahkannya manusia membuat hukum. Menyaingi Allah Azza wa Jalla.
Islam Solusi Terbaik Bagi Rakyat Muslim maupun non Muslim.
Yang khas dari Islam, bukan semata ia diturunkan sebagai pengatur urusan ibadah mahdoh saja, tapi juga mewajibkan pemeluknya mendirikan negara berbasis syariat agar seluruh problematika umat terselesaikan , sebab hanya dalam Islam terwujud penguasa yang menganggap dirinya raa’in (pelayan rakyatnya).
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Artinya, penguasa sebuah negara, juga wajib memberikan perlindungan dan keamanan rakyat termasuk anak-anak. Haram menjadikan rakyatnya pelacur bahkan pelaku kriminal syahwat.
Negara juga wajib memberikan jaminan kesejahteraan, sehingga dapat menutup celah kejahatan. Rerata, alasan mereka yang “terjebak” ke dalam praktik prostitusi karena memang tak bisa bekerja layak karena tingginya syarat pencari kerja, rendahnya pendidikan sehingga tak ada jalan lain untuk menyambung hidup kecuali menjajakan kemuliaan diri.
Negara juga akan menyelenggarakan sistem pendidikan Islam, dengan basis akidah Islam, dan terpenting merata dan mudah diakses siapapun mereka rakyat. Tujuan pendidikan dalam Islam bukan sekadar menguasai pengetahuan umum tapi juga sain dan teknologi dan memiliki kepribadian islam, dengan ciri tak meninggalkan ketaatan pada apa yang diperintahkan RabbNya walau hanya sejengkal.
Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga mampu mencegah terjadinya prostitusi dalam segala bentuknya. Definisi prostitusi sangat jelas haram, bukan pilihan apalagi gaya hidup.
Allah SWT. berfirman yang artinya,” (Ini adalah) satu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (TQS. An-Nuur: 1-2).
Hukuman yang menjerakan (jawazir) dan menebus dosa pelakunya (jawabir) hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam, bukan sekularisme kapitalis demokrasi. Menjadi kewajiban kitalah untuk memperjuangkannya. Wallahualam bissawab. [ry].

