Indonesia merupakan negara yang gemah ripah loh jinawi. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke. Dengan semua itu, seharusnya bisa membuat negeri ini kaya tanpa ada pungutan pajak. Sayangnya, tidak semua rakyat bisa merasakan manfaatnya, sebab negara telah melegalkan hasil kekayaan milik rakyat untuk dikuasai oleh swasta baik asing maupun lokal contoh: migas, hutan, laut dan lain-lain.
Oleh: Yafi'ah Nurul Salsabila
Aktivis Dakwah
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa untuk dapat membangun negara yang sejahtera dan adil perlu didukung oleh penerima pajak yang baik. Ia memaparkan pajak sebagai tulang punggung dan sekaligus instrumen yang sangat penting bagi bangsa serta negara untuk mencapai cita-citanya. (Liputan6.com, 14/7/2024)
Oleh karenanya kementrian keuangan (Kemenkeu) dan direktur pajak merasa bertanggung jawab dan tugas ini harus dijalankan sepenuh hati. Bahkan kemenkeu merinci data dari tahun 1983 mengenai penerimaan pajak di Indonesia mencapai Rp13 triliun. Lalu pada masa era reformasi di tahun 1999 penerimaan pajak bertambah menjadi Rp400 triliun dan pada tahun 2024 penerimaan pajak akan ditargetkan sebesar Rp1.988,9 triliun.
Baca juga: Mungkinkah Satgas Bisa Mengatasi Naiknya Harga Tiket Pesawat?
Indonesia merupakan negara yang 'gemah ripah loh jinawi'. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke. Dengan semua itu, seharusnya bisa membuat negeri ini kaya dan sejahtera, tanpa ada pungutan pajak. Sayangnya, tidak semua rakyat bisa merasakan manfaatnya, sebab negara telah melegalkan hasil kekayaan milik rakyat untuk dikuasai oleh swasta baik asing maupun lokal contoh: migas, hutan, laut dan lain-lain.
Sungguh, menjadikan pajak sebagai tulang punggung negara, apalagi menganggapnya dapat menciptakan keadilan juga kesejahteraan bagi rakyat Indonesia adalah ironi. Alih-alih menciptakan keadilan dan kesejahteraan, yang ada hal tersebut justru semakin menambah penderitaan rakyat. Sudahlah rakyat dibuat susah dengan melambungkan harga berbagai kebutuhan pokok, biaya kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang mahal, sementara pekerjaan demikian sulit dicari, rakyat pun harus dibebani dengan berbagai pungutan pajak yang mencekik.
Seharusnya, negara mengambil opsi lain untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Seperti dengan mengelola SDA yang merupakan harta milik rakyat secara mandiri, kemudian hasilnya didistribusikan kepada rakyat berupa seluruh pemenuhan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang mudah diakses dan gratis. Negara pun harus membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat, agar semua rakyat bisa berkerja. Sehingga keadilan dan kesejahteraan bisa merata dan tidak terjadi ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat. Bukannya malah terus menggenjot sektor pajak yang jelas memberatkan rakyat dan membuat rayuan palsu seolah benar adanya bahwa dengan pajaklah akan tercipta kesejahteraan dan keadilan.
Sayangnya, itu semua mustahil terwujud dalam sistem demokrasi kapitalisme. Sebab ciri khas sistem ini adalah menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara selain utang luar negeri. Di sisi lain, sistem ini pun mengemban paham kebebasan kepemilikan. Sehingga menjadikan kekayaan alam tanah air yang merupakan harta kolektif rakyat boleh dikuasai aseng dan asing atas nama investasi. Mirisnya, sekularisme yang menjadi akidah sistem kapitalisme telah menghilangkan fungsi negara sebagai raa'ain (pelayan/pengurus) rakyat.
Baca juga: Sertifikat Tanah Melalui PTSL Gratis, Benarkah?
Akan jauh berbeda jika dikembalikan pada sistem dari sang pencipta Allah Swt., yakni sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara akan ada banyak sumber penerimaan dengan jumlah yang sangat besar. Bukan dari pajak yang akan membebani kehidupan rakyat.
Fungsi negara dan penguasa dalam Islam adalah raa'in (pengurus) atau pelayan rakyat. Karena itu, menjadi tugas negara untuk mengatur keuangan negara agar terwujud kehidupan yang sejahtera dan adil pada seluruh rakyat. Dalam sistem Islam (khilafah) ada 3 jenis pos penerimaan utama yaitu sebagai berikut:
1) Penerimaan yang berasal dari pengelolaan harta pos kepemilikan umum (milkiyah am) contoh: barang tambang, minyak dan gas alam.
2) Penerimaan yang berasal dari pos kepemilikan negara (baitul mal) contoh: harta, kharaj, fa'i, jizyah, dan lain-lain.
3) Penerimaan yang berasal dari zakat mal. Yang merupakan khusus dan diberikan kepada 8 golongan yang termasuk penerima zakat atau asnaf yang terdapat dalam surah At-Taubah ayat 60:
Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang yang fakir, miskin, amil zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban bagi Allah dan Allah Maha mengetahui lagi maha penyayang."
Baca juga: Rumah dalam Jaminan Negara, Islam Mewujudkannya
Negara akan turun tangan secara langsung mengurusi rakyatnya. Sebab syariah mewajibkan pengurusan rakyat tidak boleh ditunda dengan mengalihkan beban keuangan negara kepada rakyatnya. Hasil pengelolaan SDA akan dikembalikan kepada rakyat berupa pemenuhan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan mudah diakses rakyat. Sebagian lagi hasilnya akan disimpan di baitul mal.
Sedangkan pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan akan diberikan negara melalui mekanisme membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sebab, pengelolaan SDA secara mandiri juga tentunya akan membuka lapangan pekerjaan yang banyak.
Jika negara mengalami defisit dan kas baitul mal kosong, maka negara akan menarik dharibah (sejenis pajak) yang hanya dikenakan kepada rakyat atau umat Islam yang kaya serta memiliki harta lebih. Namun setelah kebutuhan negara terpenuhi dan masalah terselesaikan penarikan ini pun akan dihentikan.
Masyaallah inilah sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah yang menuntaskan masalah sampai pada akarnya tanpa menjadikan fakta sebagai sumber dan mencari solusi demi keuntungan. Karena itu, sudah semester kita merindukan sistem Islam kembali diterapkan secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
