Mewujudkan Ketahanan Pangan, Antara Harapan dan Kenyataan

Goresan Pena Dakwah
0




Oleh : Ummu Fatihah 

Aktivis Dakwah


Beritanusaindo.my.id -OPINI -Dilansir dari antaranews.com (16/08/2024), pemerintah menyiapkan anggaran senilai Rp124,4 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk memperkuat ketahanan pangan. 


Menko Airlangga menjelaskan, secara khusus stimulus dan insentif yang dikeluarkan untuk tetap menjaga kinerja di sektor pertanian dan perikanan, antara lain: 1) Program Padat Karya Pertanian; 2) Program Padat Karya Perikanan; 3) Banpres Produktif UMKM Sektor Pertanian; 4) Subsidi Bunga Mikro/Kredit Usaha Rakyat; 5) Dukungan Pembiayaan Koperasi dengan Skema Dana Bergulir. 


Ia pun menggarisbawahi mengenai program strategis sektor pangan dan pertanian tahun 2021. Mulai dari stabilitas harga dan pasokan pangan, pengembangan hortikultura orientasi ekspor, kemitraan closed loop hortikultura, peremajaan sawit rakyat, hingga pengembangan industri rumput laut.

Baca juga:

KDRT Menjamur Akibat Sistem Kufur


Pemerintah pun telah menyusun kebijakan dalam menjaga rantai ketahanan pangan nasional. Pertama, Implementasi UU Cipta Kerja terkait penyederhanaan, percepatan, kepastian dalam perizinan, serta persertujan ekspor/impor. Kedua, Digitalisasi UMKM yang merupakan bentuk realisasi dari dua agenda besar Pemerintah saat ini, yaitu agenda Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Transformasi Digital.


Ketiga, sinergi BUMN untuk distribusi hasil pertanian dari sentra produksi ke sentra konsumen, yaitu pengembangan sistem logistik pangan berbasis transportasi Kereta Api dalam bentuk distribusi bahan pangan ke wilayah timur. Keempat, penguatan kerja sama antardaerah khususnya dalam pemenuhan pangan. Kelima, Pembentukan holding BUMN Pangan dalam penguatan Ekosistem Pangan Nasional (ekon.go.id, 03-06-2024).

  

Indonesia, meskipun memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dan perikanan, telah menjadi salah satu negara yang cukup bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan domestiknya. Beberapa bahan pangan yang diimpor secara signifikan antara lain beras, gandum, gula, kedelai, dan daging sapi. Ketergantungan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk produksi dalam negeri yang tidak mencukupi, perubahan pola konsumsi, dan kebijakan perdagangan yang mendorong impor sebagai solusi cepat untuk memenuhi permintaan pasar.


Salah satu alasan utama ketergantungan pada impor adalah rendahnya produksi domestik untuk beberapa komoditas pangan. Faktor-faktor lain seperti keterbatasan lahan, kurangnya akses terhadap teknologi pertanian yang canggih, perubahan iklim, dan keterbatasan infrastruktur menyebabkan produktivitas pertanian nasional tidak dapat mengimbangi pertumbuhan populasi dan permintaan. 


Semua ini menunjukan kurang optimalnya penguasa dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Ini tidak bisa dilepaskan dari sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem yang berlandaskan sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan), standar perbuatan bukan halal atau haram. Semua kebijakan lahir dari akal manusia yang terbatas. Sehingga manusia menjadikan dirinya berhak membuat peraturan untuk mengatur kehidupan. Kekayaan alam yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat malah diberikan kepada swasta dan asing atas nama privatisasi dan investasi. 

Baca juga:

Kebuasan Zionis Tak Ada Lawan


Negara yang seharusnya memiliki tanggungjawab untuk mengurusi urusan rakyatnya termasuk mewujudkan ketahanan pangan bagi rakyatnya. Tetapi dalam sistem hari ini malah penguasa tidak peduli atas kesejahteraan rakyatnya. 


Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang masalah pangan sebagai sektor yang sangat urgen, mengingat pangan adalah salah satu kebutuhan mendasar manusia, di samping sandang dan papan. Oleh karenanya, menjaga ketahanan, bahkan kedaulatan pangan, menjadi salah satu misi penting negara untuk diwujudkan melalui penerapan sistem politik ekonomi Islam beserta sistem-sistem lainnya.


Salah satu yang diatur dalam Islam adalah hukum-hukum khusus terkait tanah pertanian. Tampak dalam Islam, negara berperan besar dalam memastikan tidak ada sejengkal pun tanah pertanian yang boleh ditelantarkan karena berbagai alasan. Mereka yang menguasai tanah, wajib menggarap atau memanfaatkannya. Jika mereka tidak sanggup dan justru membiarkan tanahnya terlantar selama tiga tahun, mereka akan kehilangan hak kepemilikan atas tanah tersebut dan negara akan menyerahkannya kepada orang yang sanggup mengelolanya.


Jika penelantaran tersebut diketahui terjadi karena pemilik tanah tidak punya modal, negara akan memberikan modal dan mendukung dengan apa pun yang akan membantu mereka dalam menyukseskan usahanya. Mulai dari menjamin tersedianya sarana pra sarana pertanian yang berkualitas serta terjangkau yang didukung dengan riset dan tekhnologi, supervisi informasi pasar, jaminan tata niaga yang aman dan lain sebagainya.

Baca juga: 

Makan Gratis "Program Tuhan', Serius?


Semua itu terkait dengan paradigma kepemimpinan Islam yang tegak di atas keimanan dan menempatkan penguasa berfungsi sebagai pengurus dan penjaga rakyatnya. Semuanya merupakan amanah berat yang harus siap dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.


Jadi, dalam Islam kepemimpinan jauh dari paradigma bisnis sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Sehingga wajar berbagai kasus seperti kerja sama pejabat dengan pengusaha yang menyebabkan maraknya mafia impor, proyek-proyek bantuan dan subsidi yang ribet serta terkesan pencitraan  proyek-proyek bantuan dan subsidi maupun riset yang hanya gaya-gayaan dan ini tidak terjadi dalam sistem Islam. Para petani punya cukup modal dan spirit untuk berkontribusi dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Masyarakat pun mendapat kemudahan akses terhadap sumber-sumber pangan yang serba murah dan berkualitas.


Semua itu tentu ditopang dengan sistem-sistem Islam lainnya. Mulai dari sistem keuangan Islam (Baitul Mal) yang memungkinkan bagi negara untuk memiliki pemasukan dana melimpah ruah sehingga memiliki modal untuk menyejahterakan rakyatnya, termasuk mendukung kebutuhan pembangunan pertanian.


Hal itu juga didukung sistem politik yang menjadikan negara memiliki kedaulatan dan kemandirian sehingga tidak mudah didikde oleh kepentingan global sebagaimana yang terjadi saat ini. Sistem ekonominya akan mengatur soal kepemilikan dan sistem sanksi  yang akan mencegah segala bentuk kejahatan, termasuk berbagai praktik kotor yang bisa menghambat pembangunan di sektor pertanian. 


Betul! bahwa semua itu merupakan hal yang ideal. Akan tetapi, keberadaan sistem Islam dengan segala aturannya bukan hanya ada dalam tataran konsep, apalagi khayalan. Sistem ini pernah tegak selama belasan abad dan sepanjang itu pula umat Islam bisa mencapai level kesejahteraan yang tiada banding. Umat Islam bahkan mampu tampil sebagai pionir peradaban, hingga dunia Barat pun berutang pada umat Islam. Dengan dukungan besar negara itulah, swasembada pangan akan terwujud serta krisis pangan bisa diselesaikan. Wallahu'alam. [ ry].

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)