| Sumber ilustrasi gambar: farid-wajdi.com |
Hai manusia makanlah yang halal lagi tayib (baik) dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah ayat 168)
Oleh Umi Lia
Member Akademi Menulis Kreatif
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Beberapa hari yang lalu sempat viral di media sosial puluhan anak yang melakukan cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), yaitu dokter Piprim Basarah Yanuarso, ada banyak penyebab seseorang harus menjalani cuci darah. Selain karena gaya hidup bisa juga karena kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih yang telah dialaminya sejak lahir. Ada juga sindrom nefrotik yang memicu terjadinya gangguan pada ginjal. (CNNIndonesia, 26/7/2024)
Menurut survei yang dilakukan IDAI ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urin anak-anak. Yakni ada darah dan protein dalam air kencing mereka. Dokter Piprim mengatakan, kondisi ini merupakan salah satu indikator awal kerusakan ginjal, penyebabnya adalah pola makan dan minum yang saat ini terbilang kurang sehat. Yaitu suka mengonsumsi makanan dan minuman yang manis-manis. Tren pola konsumsi ini memang meresahkan.
Baca juga Membangun Negara dengan Investasi Asing, Apa Tidak Bahaya?
Makanan siap saji, minuman dengan kadar gula tinggi, asupan yang banyak mengandung glutein belum lagi modifikasi rasa dengan bahan kimia sudah menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat termasuk anak-anak. Apalagi jika si anak tidak menyukai makanan real food, tidak jarang orang tua akan memberikan makanan kesukaannya sekalipun itu tidak bergizi yang penting si kecil mau makan. Pola konsumsi tidak sehat ini tentu tidak lepas dari sikap konsumtif dan permisif akibat penerapan sistem kapitalisme sekular.
Kapitalisme yang mengedepankan kepentingan materi dan memuja kesenangan telah menjadikan para konsumen hanya berpikir bagaimana bisa menikmati dan mengikuti tren, sementara para produsen hanya mementingkan keuntungan. Di sisi lain, negara justru terkesan berlepas tangan.
Sekularisme yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan tidak dijadikan tuntunan, baik oleh konsumen maupun produsen. Satu sisi negara pun abai menciptakan terjaminnya ketersediaan makanan halal juga sehat. Apalagi saat inflasi begitu tinggi, banyak produsen makanan harus memutar otak agar makanannya laku bagaimana caranya bisa menghasilkan keuntungan. Artinya modal yang dikeluarkan tidak begitu besar. Sebagai contoh pemanis buatan itu jauh lebih murah dari harga gula putih.
Baca juga: Moderasi Beragama Akankah Menciptakan Harmoni dan Keseimbangan dalam Masyarakat?
Kalaupun dari pihak pemerintah seringkali melakukan pemeriksaan terhadap kandungan makanan maupun minuman, nyatanya hanya berhenti di pemeriksaan atau diberi sanksi, yang tidak berefek kepada berhentinya kasus beredarnya makanan atau minuman tidak sehat. Berbagai produk minuman banyak tersedia di warung-warung, sehingga mudah dikonsumsi oleh anak-anak maupun dewasa.
Berbeda dengan sistem Islam, pola konsumsi masyarakat akan dijaga sedemikian rupa agar tidak menjadi korban tren makanan tidak sehat. Ideologi ini memiliki aturan yang paripurna dalam menetapkan standar makanan bahwa apapun yang dikonsumsi harus halal dan tayib. Allah Swt. berfirman:
"Hai manusia makanlah yang halal lagi tayib (baik) dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah ayat 168)
Hal ini ditetapkan bukan sebagai anjuran tapi wajib dijalankan baik itu oleh individu, masyarakat bahkan negara. Karena itu syarat makanan harus halal dan tayib menjadi standar di tengah masyarakat. Selain itu perintah mengonsumsi yang halal dan tayib adalah syarat diterimanya doa, menyehatkan tubuh, menguatkan akal dan menjadi wasilah yang bisa mengantarkan pada kejernihan pikiran dan hati dalam rangka membangun ketaatan kepada Allah Swt..
Baca juga: Mahalnya Harga Tiket Pesawat Cukupkah dengan Pembentukan Satgas?
Hanya saja perintah untuk makan makanan/minuman sesuai standar di atas tidak berdiri sendiri, melainkan disertai pengurusan oleh negara. Untuk itu penguasa akan menetapkan beberapa kebijakan. Pertama, akan mengedukasi seluruh rakyat melalui sistem pendidikannya di sekolah-sekolah dan media yang beredar. Masyarakat akan dididik agar memiliki kepribadian Islam sehingga pola pikir dan sikapnya sesuai Islam. Dengan begitu mereka akan senantiasa mengaitkan seluruh aktivitasnya dengan hukum Islam sehingga ketika menjadi produsen atau konsumen mereka akan memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai syariat Islam. Makanan harus halal dan tayib, tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya.
Dalam sebuah negara yang berasaskan Islam, masyarakat akan diberi pemahaman bahwa tujuan konsumsi makanan untuk membuat badan sehat dan terpenuhi gizinya, mereka pun akan optimal dalam beribadah. Penguasa pun akan menjaga rakyatnya agar terhindar dari sikap konsumtif yang hanya sekadar mengikuti tren, serta menjalani hidup sehat. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah menegur rakyatnya yang memiliki perut buncit. Kemudian beliau memerintahkan agar dia membenahi pola makannya.
Kedua, negara juga akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan. Dalam buku fiqh ekonomi tergambar jelas bagaimana khalifah mengatur dan memastikan agar rakyatnya terhindar dari produksi dan pola konsumsi yang menyimpang. Pada masa Kekhilafahan Ustmani, saat itu penguasa memberlakukan Konun Bursa yang mengatur standarisasi toko roti dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ketiga, disamping itu, penguasa juga akan menetapkan sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan syariat Islam terkait makanan ini. Negara akan memastikan masyarakat terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan begitu mereka bisa terhindar dari berbagai penyakit seperti gagal ginjal, diabetes dan gangguan kesehatan lainnya.
Dengan penerapan syariat secara kafah, negara akan menjamin makanan dan minuman yang beredar dipastikan halal dan tayib. Sehingga masyarakat akan merasa tenang karena akan terhindar dari pola konsumsi yang salah. Jaminan seperti ini tidak ada dalam sistem sistem kapitalisme sekular. Karena itu, tegaknya hukum Allah dalam naungan kepemimpinan Islam menjadi hal yang sangat mendesak dan tidak bisa ditunda lagi.
Wallahu a'lam bish shawab. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.