Mahalnya Harga Tiket Pesawat Cukupkah dengan Pembentukan Satgas?

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi tiket pesawat/pinterest



Oleh: Raudatul Jannah S.M 

Penulis Pena Banua


Beritanusaindo.my.id -OPINI --Mahalnya harga tiket pesawat ramai menjadi sorotan publik. Pasalnya, sampai saat ini masyarakat masih sulit mendapat layanan transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau. Transportasi udara menjadi polemik , karena melambungnya harga tiket pesawat dan masih menjadi PR pemerintah yang tak kunjung selesai.


Merespon hal ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf),  Sandiaga Salahuddin Uno memastikan bahwa pemerintah telah membentuk satgas (satuan tugas) penurunan harga tiket pesawat, hal ini sebagai upaya efisiensi terkait harga tiket pesawat. 


Baca juga:

Makan Gratis "Program Tuhan" Serius?


Ia juga memaparkan bahwa satgas tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait lainnya (kompas.com , 14/07/2024).


Faktanya harga tiket pesawat di Indonesia disebut-sebut termahal kedua di dunia. Artinya Indonesia tercatat sebagai negara yang mempunyai harga tiket paling mahal di ASEAN. Sementara di tingkat global untuk tiket termahal nomor 1 yaitu Brazil.


Penyebab mahalnya tiket pesawat ini menurut Menparekraf  bukan hanya dari segi bahan bakar Avtur saja yang berkontribusi naiknya harga tiket, tetapi juga dipengaruhi aspek lain seperti beban pajak hingga beban biaya operasional. 


Demi mengatasi naiknya harga tiket pesawat pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah untuk efisiensi yaitu evaluasi operasi biaya pesawat, kebijakan pembebasan bea masuk dan pembukaan Lartas barang impor tertentu, perhitungan ulang skema tarif, evaluasi pendapatan kargo, dan insentif pajak PPN yang ditanggung pemerintah. 


Untuk melaksanakan langkah-langkah tersebut maka perlu dibentuk satuan tugas. Namun, apakah cukup dengan pembentukan satgas ini masalah ini akan selesai?


Kalau kita cermati sebenarnya yang menjadikan harga tiket pesawat mahal bukan hanya soal harga bahan bakar avtur atau karena tingginya beban pajak, akan tetapi ini berkaitan prinsip dasar tata kelola transportasi udara di negeri ini yang sangat kapitalistik. Di dalam sistem ekonomi kapitalisme memandang transportasi udara sebagai jasa yang harus dijual kepada rakyatnya. Baik negara maupun swasta orientasinya adalah bisnis (keuntungan).


Baca juga:

Keutuhan Keluarga Tercabik Oleh Prostitusi Online Anak


Mahalnya tiket pesawat juga dikarenakan penguasaan industri pesawat terbang di negeri ini masih didominasi oleh swasta. Saat ini pasar penerbangan 70% didominasi satu kelompok saja yaitu Lion Group (Lion, Batik, Wings, dan Super Air Jet). Tentunya jika swasta yang dominan orientasi mereka pasti bisnis semata. Sebab bisnis tidak bisa dilepaskan dari keuntungan yang besar.


Hal ini diperparah lagi dengan posisi pemerintah hanya sebagai regulator bukan penanggung jawab dan pelayan bagi rakyat. Walhasil layanan transportasi udara yang sifatnya urgen dan dibutuhkan oleh rakyat bukannya diurusi oleh pemerintah langsung namun malah diserahkan kepada korporasi. 


Peraturan dan kebijakan yang dikeluarkanpun sarat atas dasar kepentingan korporasi. Akibatnya, yang terjadi ialah komersialisasi layanan transportasi sehingga rakyat semakin sulit mendapatkan layanan yang aman, nyaman dan terjangkau.


Sejatinya transportasi udara merupakan industri strategis yang harus dimiliki oleh suatu negara. Selain memudahkan konektivitas, juga berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian suatu negeri. Namun sebaliknya jika transportasi udara terkendala tentunya hal ini juga berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Semisal harga-harga kebutuhan pokok akan naik karena suplai tersendat juga pergerakan dan aktivitas rakyat akan terhambat. 


Berbeda sekali dengan paradigma Islam. Islam mengatur tata kelola transportasi publik atas dasar kepentingan rakyat. Di dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menyediakan dalam urusan tersebut. Islam memandang bahwa tugas seorang pemimpin ialah mengurusi kebutuhan rakyat. Prinsip negara ialah wajib menyediakan transpotrasi yang aman, nyaman dan terjangkau.


Di dalam Islam bahwa negara wajib mengatur dan menyediakan layanan termasuk transportasi udara. Segala pembiayaan transportasi udara akan diambil dari kas negara (Baitulmaal). Negara akan mendapat kas dari hasil pengelolaan SDA dan beberapa pemasukan lain semisal jizyah, fa’i, kharaj, ghanimah, dan lain-lain. Pendapatan ini untuk layanan transportasi yang terbaik untuk rakyat.


Tujuan utama pengadaan transportasi di dalam Islam jelas untuk melayani masyarakat, bukan sekedar untuk mencari keuntungan. Sehingga transportasi publik bisa diakses masyarakat secara gratis. Walaupun seandainya rakyat harus membayar, harganya masih terjangkau untuk masyarakat. 

Baca juga:

Indonesia Juara Pengangguran di ASEAN, Perlu Satgas?


Selain itu perintah syariat di dalam ekonomi Islam juga mengharamkan praktik ribawi. Jika ekonomi dunia diatur dengan Islam tentu akan cenderung stabil. Tidak ada alasan karena inflasi lalu berdampak pada naiknya tiket pesawat. Masyarakat tetap bisa mendapatkan transportasi udara yang murah, mudah, berkualitas, cepat dan aman.


Inilah perbedaan mendasar antara paradigma mendasar kapitalisme dan Islam. Jelas dengan kesempurnaan syariat Islam mampu mewujudkan kemaslahatan rakyat. Polemik naiknya harga tiket pesawat nyatanya bukan sekadar aspek teknis efisiensi saja. 


Lebih mendasar lagi, adanya kebijakan yang lahir dari satu paradigma kapitalisme yang melemahkan fungsi negara dalam mengurus rakyatnya. Tentu paradigma inilah yang harus dibenahi sesuai Islam. Sebab, hanyalah sistem Islam yang dapat menyediakan transportasi yang dibutuhkan masyarakat secara ideal. [ry].

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)