Inilah yang terjadi apabila negara telah dibatasi oleh sekat-sekat nasionalisme. Apabila ada yang tertindas, mereka tidak akan bisa saling membantu karena terikat dengan perjanjian internasional yang tidak memperbolehkan untuk mencampuri urusan negara lain, meskipun sesama muslim.
Oleh Arini Faiza
Pegiat Literasi
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Derita umat muslim minoritas di beberapa negara seolah tak berujung. Belum lama ini kabar memilukan datang dari Rohingya, mereka kembali terusir dari tanah kelahirannya dan teraniaya oleh militer Myanmar. Hidup mereka bak makan buah simalakama, jika bertahan pasti dibantai, ketika pergi meninggalkan negerinya pun belum tentu selamat. Terkadang mereka terkatung-katung di tengah lautan dan terintimidasi di tempat pengungsian. Pekan ini serangan artileri dan pesawat tak berawak dialami etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, dan menewaskan 150 warga sipil yang mencoba melarikan diri dari pertempuran di kota Maungdaw. (tribunnews.com, 11/8/2024)
Sebagaimana diketahui bahwa rakyat Rohingya telah lama menjadi korban kekejian militer Myanmar. PBB menilai pembantaian ini dilakukan dengan tujuan genosida. Pada 2017, lebih dari 730.000 warga terpaksa meninggalkan negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha tersebut. Sementara itu di Palestina, kekejaman Zionis seolah tak ada hentinya. Pada Sabtu (10/8/2024) mereka kembali menyerang sebuah sekolah yang menampung para pengungsi dan menewaskan 90 orang. Kebrutalan penjajah semakin membabi buta, tercatat telah lebih dari 75 tahun mereka menjajah dan sejak Oktober 2023 telah membantai dan membunuh penduduk sipil sedikitnya 39.699 orang.
Di tengah pembantaian yang semakin brutal, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan yang mencengangkan, yakni memberikan bantuan fantastis sebesar 3,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp55,8 triliun untuk mendukung persenjataan dan peralatan militer Zionis. Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bahwa pelaku genosida yang sesungguhnya adalah mereka yang memberi bantuan militer dalam bentuk apapun kepada penjajah. Akan tetapi, tidak ada satu pun negara yang berani bersuara.
Baca juga: Rumah Murah Hanya Sebatas Angan dalam Sistem Kapitalis
AS dan Negara-negara Barat lainnya menyatakan sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, namun hal ini tidak berlaku bagi umat Islam. Contohnya, rakyat Palestina dan Rohingya yang tertindas dan tak kunjung mendapatkan kemerdekaan. Kehidupan mereka sebagai manusia diwarnai dengan berbagai penindasan, penganiayaan dan pengusiran baik oleh penjajah maupun pemerintahnya sendiri. Sikap diam para sekutu ini sama sekali tidak mencerminkan pembelaan terhadap HAM, bahkan sebaliknya merekalah pihak pelanggar HAM itu sendiri.
Berbagai propaganda telah dihembuskan, di antaranya narasi negatif terhadap muslim Rohingya yang digambarkan sama seperti Zionis yang awalnya diterima dan ditampung sebagai pengungsi, tapi justru pada akhirnya merebut dan menguasai tempat tinggal, bahkan mengusir penduduk aslinya. Hal ini sempat menjadi trending topik di media sosial, padahal terusirnya mereka adalah akibat pemerintah Myanmar tidak mengakui sebagai warga negara.
Atas kekejaman ini tidak ada satupun negara yang memberikan sanksi terhadap Myanmar. Barat melalui PBB hanya memberikan tugas kepada UNHCR untuk menyediakan tempat tinggal sementara di negeri yang didatangi para pengungsi. Sesungguhnya, AS dan sekutunya sama sekali tidak memiliki ketertarikan untuk membela hak-hak umat muslim. Mereka hanya mempedulikan dan mengamankan apa yang menjadi kepentingannya.
Baca juga: Abainya Negara Membuka Lapangan Kerja Mendorong Rakyat Pergi ke Negeri Sakura
Inilah yang terjadi apabila negara telah dibatasi oleh sekat-sekat nasionalisme. Apabila ada yang tertindas, mereka tidak akan bisa saling membantu karena terikat dengan perjanjian internasional yang tidak memperbolehkan untuk mencampuri urusan negara lain, meskipun sesama muslim.
Baca juga: Menyoal Disalahgunakannya Kuota Haji
Sangat berbeda dengan masa dimana paradigma Islam berjaya. lebih dari 400 tahun tiga agama (Islam, Nasrani, dan Yahudi) hidup damai di Palestina. Saat itu keberadaannya benar-benar menjadi negeri yang diberkahi. Namun sekarang kondisi umat terpecah belah. Para penguasa negeri-negeri muslim pun tak kuasa menolong Palestina maupun Rohingya. Yang bisa dilakukan hanya sebatas mendoakan dan memberi bantuan pangan serta obat-obatan. Padahal di belakang mereka ada kekuatan militer. Dibutuhkan kehadiran seorang pemimpin Islam yang memberi komando.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya…” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Selain memberi komando, juga akan menjadi perisai yang melindungi kaum muslim dari berbagai gangguan dan mampu membebaskan negeri-negeri muslim dari penindasan dan penjajahan. Untuk mewujudkannya, harus ada kelompok atau jamaah yang memperjuangkannya. Yaitu kelompok dakwah berasaskan Islam yang senantiasa membangun kesadaran umat akan pentingnya penerapan hukum-hukum Allah, melakukan aktivitas dakwah sehingga umat memiliki kesadaran untuk memperjuangkan penerapan syariat secara total dalam kehidupan mereka. Sebab, hanya negara yang menerapkan hukum Islam lah yang akan mampu menandingi kekuatan negara penjajah demi menjaga martabat dan kemuliaan kaum muslim. Sehingga, tidak ada lagi umat yang tertindas, terjajah dan terusir dari negerinya.
Wallahu a'lam bi ash shawab.
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
