Demokrasi Anti Kritik, Rakyat Tidak Boleh Protes

Goresan Pena Dakwah
0



Ilustrasi demokrasi, Pinterest

Oleh : Asma dzatin Nithaqoin 

Aktivis Dakwah


Beritanusaindo.my.id-OPINI--Aspirasi masyarakat bagaikan angin lalu, yang datang lalu pergi tanpa dihiraukan. Begitulah nasib rakyat di mata penguasa yang tak berhati. Tindakan kekerasan pada rakyat menjadi hal yang wajar bagi penguasa, bahkan kekerasan mereka jadikan sebagai tindakan mendisiplinkan. Padahal rakyat hanya menyuarakan hak-haknya. 

Baca juga:

Remisi Napi, Bukti Lemahnya Sanksi Dalam Sistem Demokrasi


Dilansir dari media tempo.co, 25-08-2024,  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat terdapat beberapa kasus tindakan represif aparat keamanan ketika mahasiswa melakukan aksi Kawal Putusan MK di beberapa daerah. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur mengungkapkan, terdapat puluhan tindakan represif, intimidasi, bahkan sampai kekerasan dilakukan terhadap massa aksi. Ia juga menyoroti kasus represif pihak kepolisian di beberapa daerah yang terjadi seperti di Semarang, Makassar, Bandung, dan Jakarta.  


Selain itu, ribuan massa aksi demonstrasi yang menolak RUU Pilkada terlibat bentrokan dengan tim gabungan TNI-POLRI di depan gedung DPR RI, Senayan Jakarta  (bisnis.com, 22-8-2024). 

Baca juga: 

Mewujudkan Ketahanan Pangan, Antara Harapan dan Kenyataan


Mahasiswa Universitas Bale Bandung Andi Andriana masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Mata Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, hingga Sabtu (24/08/2024). Andi mengalami luka berat di mata bagian kiri, karena terkena lemparan batu saat berunjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Pilkada di depan kantor DPRD Jawa Barat (compas.Id, 24-08-2024).


Kekuasaan membutakan mata hati sehingga mereka buta dan tuli dari jeritan dan tangisan rakyatnya. Ketika rakyat melakukan protes terhadap kebijakan penguasa, ini dianggap pemberontakan sehingga mereka tidak segan untuk melalukan tindakan yang represif seperti penyemprotan gas air mata dan kekerasan lainnya. Lalu bagaimana dengan penguasa dan aparat negara yang mengkhianati kepercayaan rakyat?

Baca juga:

Remisi Napi, Bukti Lemahnya Sanksi Dalam Sistem Demokrasi


Masyarakat melakukan unjuk rasa karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh penguasa. Unjuk rasa dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengingatkan penguasa. Mirisnya aparat justru menyemprotkan gas air mata, dan melakukan tindakan represif lainnya. 


Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya demokrasi tidak  memberi ruang akan adanya kritik dan koreksi dari rakyat. Negara yang mengagungkan demokrasi tapi faktanya tidak memberi ruang dialog dan mengabaikan aspirasi rakyat. 


Berbeda dengan sistem Islam. Salah satu mekanisme untuk menjaga agar penguasa tetap berada di jalan Allah adalah dengan adanya koreksi atas kebijakan penguasa yang dilakukan oleh majelis umat. Sehingga aspirasi masyarakat tidak diabaikan. Penguasa juga harusnya melakukan koreksi dan memantau kembali kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkannya, apakah dengan adanya kebijakan tersebut membantu rakyat atau malah merugikan rakyat. 


Islam menjadikan amar makruf nahi munkar sebagai kewajiban setiap individu, kelompok dan Masyarakat. Tujuan adanya muhasabah, agar tetap tegaknya aturan Allah di muka bumi, sehingga terwujud negara yang Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. 


Salah satu contoh nyata penguasa yang ketika melakukan kesalahan, ia langsung meminta maaf. Yaitu ketika Umar bin Khattab menetapkan mahar bagi wanita dan akan memangkas kelebihannya. Hal ini langsung disanggah oleh seorang wanita dengan membacakan Qs. an-Nisa ayat 20.


Karena hal itu, Umar bin Khattab langsung meminta maaf. Umar bin Khattab juga pernah dihina oleh seorang wanita miskin walaupun wanita itu tidak mengenal amirul mukminin, tapi beliau tidak marah dan tidak melakukan kekerasan terhadapnya. Namun malah membawakan makanan untuk wanita itu dengan memikulnya sendiri. 


Begitulah seharusnya seorang pemimpin. Tidak melakukan tindakan yang semena-mena hanya karena dikritik. Namun seorang pemimpin dan aparatur negara harus menjadi pelindung bagi rakyatnya. Wallahualam bissawab. [ry].

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)