Gadai SK? Bukti Mahalnya Politik di Negeri ini

Admin Beritanusaindo
0


Sumber ilustrasi gambar: proaktif media



Sistem kapitalime telah melahirkan kehidupan sekuler dan individu-individu bahkan pejabat hedonis. Hal ini amat berbeda dengan sistem Islam. Islam jika diterapkan secara kafah akan melahirkan manusia-manusia bertakwa. 


Oleh Anisa Khanza

Kontributor Beritanusaindo dan Penulis Pena Banua



Beritanusaindo.my.id - OPINI - Manusia sebagai makhluk sosial pasti berhubungan antar satu dengan yang lainnya. Manusia tidak bisa hidup sendiri, sehingga hubungan manusia dengan manusia lainnya perlu ada suatu aturan yang mengaturnya karena kalau tidak diatur pasti akan timbul permasalahan. 


Tugas untuk mengatur hubungan ini yang mempunyai peran besar dan pengaruh yaitu adalah negara atau lewat perwakilan rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah tempat rakyat untuk menyampaikan aspirasi, keluhan, atau berbagai permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sehingga saat kita memilih perwakilan dari suara rakyat terutama di daerah tempat kita tinggal harus memilih orang yang memang mampu dan tepat dapat mengurusi urusan rakyat, bukan berdasarkan materi, banyaknya uang yang diberi ataupun popularitas.


Baru-baru ini setiap anggota DPRD di berbagai wilayah telah dilantik secara resmi, baik yang baru menjabat sebagai anggota ataupun mereka dilantik untuk kedua kalinya. Harapan kita terhadap mereka adalah agar mereka menjadi perantara suara rakyat kepada penguasa. Sejumlah anggota DPRD di Jawa Timur dan Subang yang telah dilantik pada Rabu, 4 September 2024 ramai menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke Bank. (www.detik.com)


Baca jugaModerasi itu Racun Pemikiran


Dari hal ini, dapat kita pahami bahwa momentum kampanye politik di negeri ini memerlukan biaya yang besar, sehingga setelah dilantik bukannya sibuk mengatur bagaimana rakyat semakin sejahtera justru sibuk menggadaikan SK-nya dengan berbagai alasan. Alasan yang mereka bilang saat menjaminkan SK ke Bank beragam seperti; untuk merenovasi rumah, membeli rumah baru, bayar utang kampanye ataupun untuk keperluan hidup lainnya. Pinjaman yang mereka lakukan di Bank itu berkisar dari Rp500 juta–Rp1 milyar. Bapak Tatang Supriatna selaku Sekretaris Dewan Subang mengatakan bahwa dari 50 anggota DPRD Subang ada 10 anggota yang mengajukan pinjaman dengan jumlah yang beragam dan mungkin akan bertambah lagi ke depannya.


Bapak Prof Anang Sujoko pengamat politik di Universitas Brawijaya menilai bahwa langkah anggota legislatif menggadaikan SK adalah suatu fenomena yang cukup memprihatinkan, karena hal itu semakin membuktikan bahwa dalam sistem demokrasi yang mengandalkan suara terbanyak perlu biaya yang besar agar dipilih jadi perwakilan rakyat. Hal ini juga menjadi pertanyaan besar bagi kita, apakah selama ini kita memilih dari penguasa sampai perwakilan rakyat lainnya hanya berdasarkan uang yang mereka berikan, bukan berdasarkan karena memang dia orang yang tepat untuk dipilih. Bapak Prof Anang jua mengatakan bahwa modal yang harus dikeluarkan untuk menjadi caleg saat ini adalah melebihi angka Rp1 miliar. Di mana biaya itu untuk pengadaan alat-alat kampanye, tim sukses, dan kebutuhan kampanye lainnya. 


Baca juga: Kejahatan Anak Makin Menjadi Akibat Sistem Demokrasi


Dari adanya fakta banyaknya anggota perwakilan rakyat yang menggadaikan SK-nya menggambarkan bagaimana gaya hidup hedon dan konsumtif yang ada di lingkungan hidup para pejabat negeri ini. Semua permasalahan ini adalah akibat dari adanya pemikiran sekularisme yakni asas dari sistem kapitalime yang telah tertanam dalam kehidupan kita. Sistem pendidikan yang lahir dari rahim kapitalisme, telah melahirkan individu-individu hedonis, jauh dari takwa, dan senang hura-hura. 


Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terbentuknya pejabat yang materialistik dan hanya berlomba-lomba untuk mengejar materi. Karena paradigma kapitalime berpandangan bahwa seseorang dapat dikatakan sukses saat ia memiliki rumah mewah, mobil, dan bisa jalan-jalan ke luar negeri. 


Pejabat hedon dan konsumtif tidak bisa dilepaskan dari sistem politik demokrasi yang diberlakukan di negeri ini. Karena kekuasaan dan jabatan dipandang sebagai jalan untuk meraup kekayaan. Meskipun cara untuk mendapatkan kekuasan dengan melakukan kecurangan, maka wajar orang-orang yang terpilih bukan yang mempunyai kemampuan namun malah berdasarkan modal yang dimiliki. Praktik politik di negeri saat ini juga mengeluarkan biaya yang besar, yang harusnya lebih memprioritaskan pada kemampuan orang yang akan dipilih. 


Dalam sistem kapitalis juga utang dijadikan sebagai salah satu sumber modal atau pendapatan, sehingga tidak heran dari rakyat biasa sampai jajaran pejabat negeri ini menjadikan utang sebagai sebuah kebiasaan dalam menjalani kehidupan. Padahal utang pada saat ini pasti mengandung riba di dalam praktik nya. Harapan kita dengan terpilihnya penguasa ataupun perwakilan rakyat nya adalah untuk semakin menyejahterakan rakyat lewat setiap kebijakan dan program nya, namun saat ini harapan itu seperti mimpin di siang hari. 


Berbeda dengan Islam. Dalam Islam penguasa atau pejabat pemerintah diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan kebutuhannya, sehingga mereka tidak sibuk lagi memikirkan kehidupan pribadi atau memperkaya diri sendiri atau ada yang melakukan korupsi dan lebih sibuk pada mengurusi urusan rakyat. Karena Islam memosisikan pemimpin sebagai pelayan rakyat. Ia wajib mengurus setiap urusan dan kebutuhan rakyatnya, sebab jabatan yang ia emban adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. 


"Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus." (HR. Bukhari dan Muslim)


Islam ketika diterapkan secara sempurna akan dapat melahirkan para pemimpin amanah, tawadhu, dan tidak akan tergiur dengan harta benda bersifat duniawi, apalagi didapat dengan cara ribawi yang diharamkan Allah Swt..


Firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: "Yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba .…” 


Baca juga: Ketahanan Pangan Hanya Ilusi dalam Sistem Demokrasi


Kehidupan sejahtera hanya akan bisa tercapai apabila lahir seorang penguasa dan pejabat pemerintah yang dia mampu mengurus dan menjadi pelindung bagi rakyatnya dan hal itu hanya akan tercapai dalam negeri yang menjadikan sistem aturan dari sang pencipta yaitu Allah Swt..

Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]


Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.




Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)