![]() |
Sumber : iStock |
Oleh : Ika Juita Sembiring
Maraknya kejahatan yang melibatkan anak semakin menjadi. Baik sebagai korban ataupun pelaku. Yang terbaru adalah anak SMP yang diperkosa dan dibunuh oleh 4 orang pelaku yang juga masih remaja (anak). Kejahatan seksual yang berakhir dengan hilangnya nyawa sungguh kejahatan yang berlapis.
Empat remaja pelaku pemerkosaan dan pembunuhan itu masing duduk di bangku SMP dan SMA. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan Komber Anwar Reksowidjojo mengatakan keempat remaja itu sudah ditetapkan jadi tersangka. Mereka adalah IS (16), MZ (13), AS (12) dan NS (12). IS merupakan kekasih dari AA (korban). Menurut Anwar, keempat bocah itu terbukti merencanakan pemerkosaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia (www.cnnindonesia.com 06/11/2024).
Nyata dan berulang, ini bukan lah kejadian kali pertama di negeri ini. Bahkan sudah sangat-sangat marak kejahatan anak dengan berbagai jenis kejahatan ini. Kejahatan seksual, pembunuhan, pencurian, sadisme, kejahatan berkelompok pun individu, bahkan penculikan anak dengan pelaku yang juga masih berusia anak untuk diambil ginjalnya (dijual). Mengerikan dan sudah keluar dari fitrahnya seorang anak yang dekat dengan kebaikan.
Rusaknya Fitrah Anak
Seorang anak ataupun kelompok anak melakukan kejahatan yang sangat keji sungguh bertentangan dengan fitrah seorang anak. Kejahatan yang berulang dan menyebar ini menunjukkan anak-anak Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Wajib dicemaskan alih-alih menjadi generasi emas.
Suatu peristiwa yang berulang dan menyebar menjadi fenomena. Fenomena rusaknya moral dan fitrah anak-anak hari ini tidak bisa dianggap remeh. Apa yang tampak pada berita hari ini belum menggambarkan keseluruhan kejahatan lain yang tidak terekspos. Fenomena gunung es. Dimana yang tampak hanya sebagian kecil, sementara yang tersembunyi jauh lebih besar.
Dimana lagi kita menemukan rasa aman bagi anak, jika orang terdekat bahkan teman sepermainan mereka justru pelaku terbesar yang mengancam. Secara fitrah anak yang tumbuh dalam lingkungan dan didikan yang baik akan melahirkan anak berperilaku positif. Namun mudahnya akses media sosial yang menyajikan berbagai info-info merusak telah merusak fitrah ini.
Belum lagi peran ibu yang di-minim-kan dalam pengasuhan anak. Ibu banyak diluar rumah untuk aktifitas ekonomi. Sedikit berinteraksi dengan anak untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan berlandaskan aqidah. Ayah pun banyak yang alpa dengan peran pengasuhan ini. Terlalu berkutat dalam tuntutan aktifitas ekonomi. Maka anak mendapat didikan dengan sumber yang bebas.
Masyarakat juga dengan paham kebebasan, abai dengan setiap tingkah anak yang menyalahi fitrah. Dengan dalih bukan urusan saya, hingga menormalisasi kejahatan anak. Dimana peran negara?. Tidak berbeda jauh, sebagai penguasa yang punya kewajiban atas keselamatan setiap warga negara, justru sibuk dengan deal-deal kapitalis dibanding menjaga generasi dari kerusakan.
Maraknya Pornografi
Kita tentu tidak menolak era digitalisasi. Dengan catatan menjadi wasilah bagi perkembangan kebaikan dan percepatan arus informasi. Namun minimnya literasi digital dan lemahnya penjagaan oleh negara menjadi kombo kerusakan moral. Saat keluarga sudah sangat disibukkan dengan kegiatan ekonomi agar mampu bertahan hidup, masyarakat cuek dengan prinsip ‘bukan urusan saya’. Maka anak tidak mendapat pendampingan dalam bersosial media. Tutor gratis yang serba boleh menjadi panduan anak.
Mudahnya akses terhadap konten-konten pornografi. Tidak adanya upaya perlindungan dari negara terhadap media yang tersebar. Dimana negara belum memiliki ketahanan digital, ditengah gencarnya transformasi digital. Pornografi menjadi sangat mudah dikonsumsi semua pihak, termasuk anak yang masih sangat mudah terbawa arus dan belum mampu mengendalikan gejolak nalurinya.
Berdasarkan pemeriksaan, keempat remaja itu mengaku melakukan pemerkosaan itu untuk menyalurkan hasrat usai menonton video porno. IS punya sejumlah video porno di ponselnya. IS mengaku sempat menonton video tersebut sebelum memerkosa dan membunuh korban. “Kami telah menyita bukti di HP milik pelaku. Ditemukan beberapa video cabul (film porno) yang telah dikumpulkan IS (pelaku utama)," kata Haryo (www.cnnindonesia.com 06/11/2024).
Padahal, paparan pornografi akan membawa dampak yang sangat besar. Para ahli menyebut efek pornografi jauh lebih berbahaya daripada narkoba. Selain kecanduan, pornografi pun bisa merusak otak anak. Terutama, bagian Pre Frontal Corteks (PFC) yang berfungsi sebagai pusat pengendali diri, konsentrasi, berfikir kritis, dan segala hal yang terkait dengan pembentukan kepribadian, mental, dan perilaku sosial (www.muslimahnews.net 08/11/2022).
Tidak ada hal positif dari seorang pecandu pornografi. Jelas kerusakan semakin menjadi jika ini tidak juga dihilangkan, mau sampai kapan anak-anak menjadi korban lagi? Dewasa maupun anak-anak tentu akan rusak dengan sajian-sajian pornografi.
Dampak Kapitalis Sekuler
Ketika peran agama ditiadakan dalam kehidupan, berganti dengan aturan seenak perut dan hawa nafsu manusia. Maka, kerusakan sudah menjadi kepastian. Sekulerisme menolak aturan agama dalam kehidupan (Islam). Digantikan akal-akalan manusia. Menempatkan kebebasan dalam berbuat dan bertingkah laku. Membolehkan segala yang dianggap menjadi sumber kebahagiaan manusia.
Kapitalisme yang kemudian muncul sebagai paham dalam melakukan aktifitas ekonomi menjadi satu-satunya dasar dalam berbuat. Baik skala individu, masyarakat terlebih negara. Selama ada keuntungan materi yang akan diraih, maka tak mengapa kerusakan hadir di muka bumi. Dimana ada manfaat maka aturan menjadi karet.
Industri pornografi tentu menjadi sumber cuan yang sangat favorit bagi para kapitalis. Hanya butuh modal sedikit, dengan berbagai variasi nya akan menjadi sumber pundi-pundi. Tak ada batasan usia bagi konsumen. Siapa yang mau dan mampu silahkan mengakses, bahkan disediakan secara gratis. Untuk kemudian menjadi pergerakan dalam jual beli konten-konten porno.
Negara yang tak pakai aturan agama tentu tak menyoal perkara ini. Selama setoran lancar silahkan saja para kapitalis berbuat. Masyarakat yang sudah rusak juga dalam tatanan dan interaksinya tak keberatan menambah deretan kerusakan. Kejam bahkan melebihi dalam rimba. Anak yang kemudian menjadi korban predator hanya dianggap bagian kesialan atau lalainya orangtua. Dan anak yang menjadi pelaku tidak ditindak dengan berat, dengan alasan masih bawah umur.
Inilah kebobrokan sistem kapitalis sekuler. Dimana setiap bagian yang ada justru mendukung pada kerusakan. Layaknya lingkaran setan yang terus akan berlanjut dan saling menyokong selama ada manfaat materi yang diraih.
Islam Penyelamat Generasi
Berbeda dengan sistem kapitalis sekuler yang membolehkan segala hal demi manfaat materi. Maka, Islam dengan landasan aqidah akan menjadikan wahyu Allah SWT sebagai tuntunan dalam kehidupan. Maka tak heran dimasa lalu generasi-generasi islam melahirkan anak-anak dengan kualitas terbaik. Mampu mewujudkan dirinya sebagai umat yang terbaik sebagaimana Allah katakana bahwa kaum muslimin adalah ummat yang terbaik.
Tak sekadar isapan jempol atau pencitraan aturan yang diterapkan sesuai apa yang Allah SWT tetapkan. Maka upaya pencegahan kejahatan anak diwujudkan melalui:
Pertama, terbentuknya ketakwaan individu
Dengan ketakwaan individu juga akan terbentuk ketakwaan keluarga, dimana setiap orang akan terdorong untuk terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Sebagai konsekuensi keimanan setiap orang kepada Allah SWT.
Kedua, adanya kontrol masyarakat
Masyarakat dalam Islam bukan masyarakat yang egois dan cuek. Akan ada kepedulian ketika ada yang melakukan pelanggaran hukum syara. Sehingga individu akan memiliki support sistem untuk bersama-sama dalam ketaatan.
Ketiga, negara Islam sebagai penerap hukum-hukum Islam. Maka akan terlaksana seluruh aturan yang Allah tetapkan bagi manusia. Hukum-hukum yang diterapkan bukan hanya salah satu aspek saja, tetapi wajib secara menyeluruh sehingga mencakup seluruh sistem kehidupan. Sebab sistem-sistem ini akan saling berkaitan, bukan berdiri sendiri. Seperti sistem ekonomi islam yang diberlakukan akan menjamin kesejahteraan sehingga tidak menjadi alasan bagi keluarga untuk abai pada pendidikan anak-anaknya. Sistem informasi yang dalam hal ini masuk dalam departemen penerangan juga akan sangat menjaga konten apa yang boleh dan boleh disebar, dan lainnya.
Sementara jika sudah terjadi kejahatan yang dilakukan oleh anak, ataupun korbannya adalah anak maka aka nada sistem sanksi yang jelas di dalam Islam. Sistem peradilan dalam Islam juga akan diberlakukan dengan sebenar-benarnya.
Seluruh kebaikan sistem ini hanya akan mampu terwujud jika Islam diterapkan sebagai sebuah sistem yang diemban negara.
Rasulullah SAW bersabda :”Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Wallahua`lam bishawab.
_Editor : Vindy Maramis_