Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritanusaindo.my.id--OPINI--Warga Jl Sepakat RT 46 Kelurahan Baru Tengah, Kecamatan Balikpapan Barat geger, pasalnya telah terjadi pembunuhan ibu, dengan inisial Hj RK oleh anaknya sendiri (AR) yang diduga mengalami gangguan jiwa pada Jumat (23/8/2024) sekitar pukul 21.13 Wita. Yang membuat semakin geger pelaku melarikan diri dengan masih membawa senjata parang ditangannya (procal.co, 24-8-2024).
Baca juga:
Makan Gratis "Program Tuhan" Serius?
Kemudian di Pontianak, Kalimantan Barat, kasus pembunuhan Nizam Ahmad Alfahri diduga dianiaya oleh ibu tirinya, IF (24), yang kini menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut. Sejak orangtua kandungnya bercerai, Nizam tinggal bersama ayah kandung dan ibu tirinya, sementara ibu kandungnya, Tiwi, berada di Jakarta untuk bekerja.
Diduga karena ibu tirinya cemburu, Nizam mengalami berbagai penyiksaan, sebelum kemudian dibunuh dan jasadnya dimasukkan ke dalam karung (SINDOnews.com, 24-8- 2024).
Di Cirebon, K (22) warga Desa Kasugengan Kidul Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon, tega menghabisi nyawa ayah kandungnya, yaitu Jana (52). Bukan hanya itu, K juga melukai adik perempuannya. Belum diketahui motif sebenarnya, namun kasus ini menambah panjang data kriminal yang terjadi antar anggota keluarga sendiri dan di dalam rumah. Yang seharusnya menjadi Baiti Jannati ( rumahku surgaku). Ada apa? Apakah tinggal slogan mati? (metrotvnews.com, 24-8-2024).
Rusaknya Bangunan Keluarga Akibat Penerapan sistem Sekulerisme Kapitalisme
Data yang muncul di media bisa jadi memunculkan fenomena gunung es, dimana faktanya bisa lebih banyak dari yang sudah terekspos. Banyak faktor penyebabnya, karena masyarakat yang kurang peka atau apatis mengingat perlakuan hukum atas pelaku tak ada beda dengan kejahatan lainnya atau motif lainnya.
Apapun itu sejatinya akar persoalannya adalah penerapan sekulerisme kapitalisme yang membuat hubungan keluarga kalah dengan materi, pada ujungnya hanya menghasilkan emosi yang membuat lupa hubungan keluarga. Tatanan keluarga hari ini memang tidak ideal, dimana karena beban ekonomi, perempuan malah lebih banyak berperan di luar, membantu mencari nafkah sehingga keluarga terutama anak-anak dan suami hanya mendapatkan sisa waktu. Begitu pun pria menjadi depresi akibat sulitnya menafkahi keluarga karena segala kebutuhan pokok harganya mahal, gaji tidak cukup, biaya lainnya pun menunggu.
Baca juga:
Maraknya Aborsi Buah dari Sistem yang Rusak
Antar anggota keluarga pun tak ada pemahaman peran masing-masing. Ayah tak paham bagaimana menjadi seorang ayah, ibu menjadi ibu, begitu seterusnya hingga bak bom waktu, meledak dan mengambil seluruh kebahagiaan dalam keluarga. Pendidikan yang buruk karena asasnya sekuler makin memperparah visi dan misi keluarga. Ayah dan ibu hanya ingin anaknya "sukses" namun apa definisi sukses yang hakiki itu yang tidak bisa dipecahkan.
Lebih kejam lagi dengan pandangan masyarakat tentang keluarga, sikap individualistis seringkali dikedepankan sehingga lama sudah sikap saling menasehati luntur dari masyarakat itu dan berganti masa bodoh, bukan urusan saya, itu urusan keluarga dia dan lain sebagainya.
Benteng terakhir semestinya negara, namun apadaya, negara juga berperan dalam menghilangkan sekaligus merusak hubungan antar anggota keluarga. Negara diisi oleh para pejabat yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, tidak bersikap negarawan yang siap melayani rakyatnya kapan pun, meringankan bebannya, memutuskan kebijakan yang pro rakyat.
Inilah dampak, pemimpin negara yang menerapkan sistem batil, pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) sehingga perannya bukan ra'in atau pelayan, melainkan sebagai regulator, pembuat kebijakan yang menguntungkan pihak korporasi, segala kebutuhan dasar rakyat telah sukses dialihkan pengurusannya pada para pemodal. Sebut saja kesehatan dengan BPJS, perumahan dengan TAPERA, UKT dengan pinjol, kebutuhan pokok dengan impor dan lain sebagainya.
Baca juga:
Demokrasi Anti Kritik, Rakyat Tidak Boleh Protes
Lapangan pekerjaan pun, hanya menggelar karpet merah untuk pengusaha, dengan dalih investasi, pasar bebas, padat modal dan lainnya, para investor itu pun sukses mengusung SDM sekaligus eksplorasi SDA serakus-rakusnya, jadi pemerintah memang bukan berdiri tegak untuk rakyat. Jelas, ini bukti kegagalan sistem pendidikan, sistem ekonomi dan politik karena semua berbasis sekuler.
Mereka menganggap Islam tak layak menjadi pedoman peraturan hidup manusia, padahal itu tujuan munafik mereka yang ingin bebas tanpa aturan. Kebaikan disebutkan tak pasti, apalagi hidup untuk beribadah kepada Allah SWT. adalah ide yang menggelikan, sungguh berbahaya jika terus-terusan kita menganggap sistem ini terbaik, atau setidaknya pada titik tertentu ia akan produktif karena itu artinya menganggap ada tandingan hukum baru bagi Islam.
Artinya Allah salah ketika berfirman yang artinya, "Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus". (TQS Yusuf 12:40). Nauzubillah.
Islam Solusi Bagi Keluarga Bahagia
Islam menjadikan negara sebagai ra’in, yang akan menjaga fungsi dan peran keluarga, sebab keluarga adalah institusi negara terkecil yang di dalamnya tak sekadar ada penafkahan tapi juga pendidikan sekaligus pencetak generasi cemerlang. Takut kepada Allah sekaligus cerdas dan siap berkontribusi penuh kepada negara dan masyarakat.
Maka sistem pendidilkan harus berkualitas, dengan berasas akidah inilah yang ditentukan Islam untuk diterapkan. Tujuan pendidikan adalah mencetak generasi yang berkepribadian Islam, sehingga setiap tindakannya selalu dipertanggung jawaban kepada Allah. Sehingga menjaga hubungan keluarga tetap harmonis menjadi biah atau kebiasaan baik yang akan terus dirawat.
Namun yang perlu kita pahami, segala pengaturan Islam di atas tidak akan bisa terwujud jika kita yang sadar ini malah masih saja mempertahankan sistem batil. Padahal seharusnya kita memiliki negara yang menerapkan islam kafah, sehingga terwujud sistem kehidupan yang baik, dan keluarga pun baik dan terjaga. Dalam artian negara mewujudkan maqashid syariah (tujuan syariah) sehingga kebaikan terwujud di dalam keluarga dan juga masyarakat serta negara. Wallahualam bissawab. [ry].