Oleh : Grecya Mayniska, Str.Gz
Ibu rumah tangga, aktivis dakwah
Beritanusaindo.my.id--OPINI--Sejatinya ibu adalah sosok mulia, identik dengan suburnya naluri kasih sayang dan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Namun berbeda dengan yang di alami seorang gadis remaja belia yang tinggal di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Mirisnya, pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E.
Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, mengatakan kepala sekolah dan ibu korban telah diamankan polisi. Widiarti menuturkan, kasus ini terungkap saat ayah korban mendapat informasi bahwa anaknya diantarkan ibunya ke rumah kepala sekolah. Di sana korban dicabuli kepala sekolah, ibu korban menyetujui pencabulan itu dengan alasan akan di beri sebuah vespa.
Baca juga:
Tersandera Swastanisasi, Air Berhenti Mengalir
Benarkah himpitan hidup dan hasrat duniawi tak terbendung, membutakan nurani seorang ibu? Sosok yang seharusnya menjadi pengasuh dan pelindung tapi dengan tega "menjual" anak demi harta yang tak sebanding harganya.
Sebab Peran Ibu yang Hilang
Hilangnya peran utama seorang ibu, adalah hal yang biasa terjadi dalam sistem hari ini, Beberapa faktor yang menjadi penyubur sikap abai peran ibu terhadap anak kandungnya sendiri. Pertama faktor ekonomi, sebagaimana penuturan sang ibu, beliau rela memberikan kehormatan sang anak kepada lelaki tersebut karena di iming-imingi sebuah vespa. Meski alasan ekonomi, perbuatan sang ibu tetap tidak dibenarkan dan haram dilakukan. Dampak buruk akibat perbuatan tersebut jelas akan berpengaruh pada perkembangan mental anak dan kepribadiannya.
Kedua, faktor lingkungan dan sosial masyarakat. Tidak bisa kita pungkiri, sistem kehidupan sekuler telah mengikis secara drastis keimanan individu. Hari ini kehidupan masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Tontonan, tayangan, film, konten gemerlap kehidupan orang lain lebih banyak menghiasi layar HP dan media sosial. Jika hal ini kita abaikan maka moral generasi hari ini kian amoral dan niradab.
Perbuatan sang ibu bisa jadi adalah hasil kesalahan pola asuh dalam mendidik generasi. Secara fitrah, seharusnya seorang ibu memiliki naluri yang tulus dalam merawat dan mendidik anak-anaknya.
Ketiga, kesiapan fisik, psikis, dan ilmu sangat dibutuhkan dalam membina rumah tangga. Menikah bukan sekedar karena virus cinta, lebih dari itu ada banyak persiapan yang harus di miliki, sebagaimana ilmu, serta pasangan yang memahami hak dan kewajiban masing-masing, komunikasi dengan pasangan, pola pendidikan dan pengasuhan anak, kepemimpinan ayah, serta peran utama seorang ibu sebagai madrasah pertama bagi anaknya
Sistem Menyuburkan Pelecehan Terhadap Anak
Jelas karena hilangnya peran negara dalam menetapkan hukum berlapis terhadap perlindungan anak, serta tidak di berlakukannya aturan baku di tengah- tengah masyarakat. Inilah wujud kegagalan sistem, sebagai penemu dan pemberi solusi atas setiap permasalahan hari ini. Keimanan terkikis, peran agama makin terpinggirkan, dan sanksi hukum yang tidak memberikan efek jera menjadikan kejahatan seksual makin beragam.
Sekularisme menyuburkan kemaksiatan menjauhkan umat dari pemahaman akan agamanya sendiri. Islam hanya terbatas pada ibadah ritual. Aturan Islam tergantikan dengan hukum sekuler buatan manusia. Aturan yang melahirkan hukum karet, tajam ke bawah tumpul ke atas, bukan memberi solusi tapi makin memperkeruh permasalahan.
Hanya Islam Solusi Yang Pasti
Islam memiliki solusi yang solutif. Di antaranya pertama, lapisan preventif, yaitu pencegahan. Islam mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan,
(1) seorang wanita baligh di wajibkan menutup aurat sesuai dengan ketetapan hukum syara'
(2) laki-laki dan perempuan di wajibkan menutup aurat
(3) larangan berkhalwat, tabarruj, dan berzina bagi laki-laki dan perempuan
(4) memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam)
(5) memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak.
Baca juga:
Baitul Jannati, Tinggal Slogan Mati
Kedua, lapisan kuratif, yaitu penanganan. Penegakan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk berdalih dari hukuman tersebut. Hukum Islam sesuai dengan fitrah, memberi ganjaran pada setiap pelaku maksiat.
Ketiga, lapisan edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam. Syariat Islam sebagai standar perbuatan. Kepribadian Islam dapat di capai dengan pendidikan islam berbasis akidah yang tepat. Alhasil, mereka menjadi generasi yang imannya kuat, pemikirannya matang, dan laki-laki akan terdidik sebagai pemimpin masa depan dan calon kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Sementara itu, perempuan akan memahami peran utamanya menjadi seorang ibu, pendidik dan pengatur rumah tangganya.
Keempat, peran negara. Semua lapisan tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara sebagai pionir terdepan dalam penerapan syariat secara kafah.
Demikianlah, Islam memiliki paket lengkap dalam menyiapkan generasi cerdas, keluarga bertakwa, masyarakat terbina, dan negara yang memberi perhatian lebih dalam mengatur ummatnya. Semua ini hanya bisa terwujud dalam penerapan syariat Islam secara kaffah dalam daulah islam. Wallahualam bissawab. [ry].

