Misi Kunjungan Paus, Aroma Sekulerisme Teraktivasi

Goresan Pena Dakwah
0




Oleh : Dian Safitri 

Aktivis Dakwah


Beritanusaindo.my.id--OPINI--Indonesia baru-baru ini kedatangan pemimpin tertinggi gereja katolik sedunia yaitu Paus Fransiskus. Kedatangannya  disambut begitu hangat oleh semua kalangan,  pejabat negara, tokoh- agama Islam hingga masyarakat biasa. Pertemuan Paus Fransiskus dengan presiden Joko Widodo menyampaikan tentang pentingnya toleransi, keberagaman, dan menekankan perlunya menjadikan perbedaan sebagai kekuatan dalam memperkuat persatuan di tengah meningkatnya konflik global.


Imam besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar dalam penyambutan Paus  mengungkapkan, Masjid Istiqlal bukan hanya menjadi tempat ibadah bagi umat Islam tetapi juga menjadi rumah persaudaraan dan kemanusiaan (cnnindonesia.com, 04-09-2024).


Ada yang menggelitik ketika melihat fenomena ini, mulai dari permintaan agar azan Maghrib diganti  running teks karena bersamaan dengan Paus Fransiskus pimpin misa di Gelora Bung Karno, dilanjut mengadakan pertemuan dengan Paus Fransiskus di Masjid. Padahal dia adalah orang kafir yang tidak boleh masuk di rumah Allah yang suci. Tetapi itu dibiarkan oleh mereka dengan dalih masjid menjadi rumah kemanusiaan bagi mereka yang beragama selain Islam. Sungguh miris pemahaman sekuler yang sudah menggerogoti umat hari ini.

Baca juga: 

Tersandera Swastanisasi, Air Berhenti Mengalir


Tidak bisa dipungkiri, kedatangan Paus Fransiskus kali ini memblow up isu toleransi dan sikap penguasa maupun tokoh justru meneladani sikap toleransi umat Islam di Indonesia. Tapi benarkah toleransi yang mereka praktekkan sudah sesuai dengan ajaran agama Islam? Untuk itu, umat Islam harus kritis dan memiliki sikap yang benar sesuai dengan tuntunan syariat Islam.  Dan sangat jelas,  toleransi dalam kehidupan umat beragama adalah, "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku". (TQS. Al Kafirun: 6)


Begitulah toleransi dalam Islam tidak menabrak syariat. Islam sendiri mengajarkan pluralitas (keberagaman). Tetapi menolak pluralisme yang mengajarkan semua agama itu sama. Karena sudah sangat jelas dalam Qur'an, Allah berfirman  yang artinya, "Sesungguhnya agama yang Allah ridhoi di sisinya hanyalah Islam" (TQS ali-Imran:19). 


Ayat ini sangat jelas bahwa Islam-lah agama yang diridai Allah. Satu-satunya jalan keselamatan di akhirat.  Selain itu, toleransi tidak boleh mengurangi semangat dakwah. Mengajak mereka masuk Islam, sebab hubungan yang seharusnya terbangun antara umat Islam dan non-muslim hanyalah hubungan dakwah.


Inilah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. ketika beliau menjadi kepala negara di Madinah. Rasulullah mengirim utusan yang membawa surat ajaran masuk Islam kepada Heraclius (kaisar Romawi), Raja Negus (Penguasa Ethiopia), dan Kisra (penguasa Persia). Isi surat itu sangat jelas bahwa beliau mengajak mereka masuk Islam dan keselamatan mereka akan terjamin di dunia dan akhirat. 


Namun jika menolak, beliau mengajak mereka bergabung dengan negara Islam di bawah kepemimpinan Islam dengan jaminan keselamatan dunia. Jika masih menolak maka Rasulullah Saw. menyatakan perang karena mereka secara tidak langsung menghalangi secara fisik masuknya dakwah Islam ke negeri mereka.


Demikianlah sikap Rasulullah terhadap pemimpin-pemimpin negara kafir. Toleransi bukan bermakna berpartisipasi. Rasulullah tegas menolak melakukan toleransi dalam bentuk terlibat apalagi mengamalkan ajaran agama lain. Ketika masih di Mekkah, ada beberapa tokoh kafir Quraisy menemui beliau. Mereka menawarkan toleransi sebagaimana permintaan orang kafir.


"Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian kaum muslim juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik menurut kami dari tuntunan agama kami, maka kami akan mengamalkan hal itu. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus amalkan."

Baca juga:

Baitul Jannati, Tinggal Slogan Mati


Menanggapi permintaan itu, Allah menurunkan surah al-Kafirun yang menolak keras toleransi semacam ini. Oleh karena itu sebuah kesalahan besar ketika masjid yang merupakan tempat ibadah kaum muslimin malah digunakan untuk menyambut pemimpin agama Katolik. Sungguh ini merupakan toleransi kebablasan yang dipraktikkan oleh kaum muslimin. Para ulama bersepakat yang boleh menggunakan masjid dan memakmurkan masjid hanya orang muslim. 


Toleransi yang kebablasan ini bukan sebuah kebetulan. Pasalnya kejadian ini bersamaan dengan upaya penguasa mengaruskan moderasi beragama di tengah umat Islam. Proyek moderasi beragama adalah gagasan barat yang ditancapkan di negeri-negeri muslim termasuk di Indonesia. Definisi berislam "moderat" memunculkan makna rancu dan cenderung merugikan umat Islam.  Salah satunya toleransi beragama yang tengah dijalankan penguasa dalam menyambut Paus tersebut.


Ideologi kapitalisme dengan asas sekulernya tidak akan membiarkan ideologi Islam bangkit menggantikan eksistensinya. Mengusung ide moderasi beragama dengan berbagai pemikiran turunannya adalah salah satu strategi yang ditempuh barat sebagai pemilik ideologi kapitalisme untuk menghalangi umat Islam kembali kepada ajarannya yang sahih. Sebab jika hal itu terjadi tamatlah peradaban kapitalisme. Islam akan bangkit sebagai kekuatan besar dan memimpin dunia. 


Melalui proyek moderasi, mereka menuding umat Islam yang memperjuangkan Islam yang sahih dan menolak ide moderasi sebagai kelompok intoleransi. Oleh karena itu, tidak ada sikap lain yang seharusnya ditunjukkan oleh umat Islam hari ini kecuali menolak keras setiap upaya penyesatan umat Islam melalui proyek moderasi beragama. Selain itu, melakukan aktivitas dakwah untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Wallahualam bissawab. [ ry]. 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)