![]() |
| Sumber ilustrasi gambar: Airkami |
Islam menetapkan air adalah kebutuhan primer yang menjadi tanggung jawab negara. Wajib diberikan dengan harga murah atau gratis. Oleh karena itu, sumber air yang ada di bumi ini diposisikan sebagai kepemilikan umum. Sebab ketiadaannya atau penguasaannya oleh segelintir pihak akan mengantarkan bahaya bagi pihak lain.
Oleh Dian Safitri
Kontributor Beritanusaindo dan Aktivis Dakwah
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Air bersih yang menjadi kebutuhan primer warga hari ini sangat sulit didapatkan. Hal ini membuat mereka harus beralih mengonsumsi air galon dengan merogoh kocek.
Terkait hal itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang atau setara 21,45 % dari total penduduk. Pada tahun ini menurun dengan sisa 47,85 orang atau setara 17,13% dari total penduduk Indonesi. Ini artinya ada 9,48 juta penduduk kelas menengah yang turun kelas.(cnbcindonesia.com, 31/08/2024)
Tidak bisa dimungkiri, kekurangan air bersih karena kekeringan terjadi di mana-mana. Sebagian masyarakat mendapatkan air PDAM, tapi airnya kurang berkualitas. Akibat kekeringan, masyarakat terpaksa beralih ke air galon untuk dikonsumsi. Ini berdampak pada beban pengeluaran dan menjadikan kelompok menengah turun menjadi kelompok miskin.
Hari ini faktanya air banyak dikemas oleh perusahaan dan dijual. Kapitalisasi sumber daya air adalah hal yang lumrah di sistem ekonomi kapitalisme. Atas nama liberalisasi, air diposisikan sebagai komoditas ekonomi sehingga sah-sah saja untuk dikomersialkan. Tata kelola air diprivatisasi sehingga membolehkan perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber air.
Baca juga: Perubahan Melalui Demokrasi Hanya Ilusi
Para korporasi bisa dengan mudah membeli teknologi canggih. Sehingga bisa menyedot air tanah jauh ke dalam bumi. Sementara itu, rakyat yang tinggal di sekitar sumber air justru kesulitan mendapatkan air. Karena kedalaman sumur mereka tidak sebanding dengan milik perusahaan air. Belum lagi perusahaan tersebut diberi kemudahan membuat saluran air dari sumber mata air pegunungan.
Di bawah sistem kapitalisme, meniscayakan negara abai dalam melayani rakyat. Negara gagal menyediakan air PDAM berbayar dengan kualitas yang sama dengan air galon atau bisa dikonsumsi. Kondisi inilah yang memaksa rakyat mengonsumsi air galon hasil produksi perusahaan yang harganya semakin mahal dan sulit dijangkau.
Bukankah setiap kepemimpinan itu akan dimintai pertanggungjawaban? Pemimpin hari ini tidak lagi takut akan hari perhitungan, di mana rakyat yang dia urus akan menuntutnya dihadapan Allah. Mereka tetap dalam keabaiannya secara terus-menerus terhadap pengurusan urusan rakyat.
Baca juga: Moderasi itu Racun Pemikiran
Mengapa bisa demikian? Karena sistem yang diterapkan hari ini adalah sistem kapitalisme yang berlandaskan sekulerisme (memisahkan peran agama dari kehidupan). Watak sistem ini telah membuat rakyat menderita yang berkepanjangan. Untuk itu, selama sistem ini masih diterapkan, rakyat akan terus mengalami kesusahan. Karena negara tidak memosisikan rakyat sebagai tanggung jawab yang harus diurus melainkan beban.
Kesusahan, kesulitan yang dialami rakyat hari ini akan menjadi sejarah yang membekas sekaligus menyakitkan. Kemudian akan berganti kebahagiaan dan kesejahteraan dengan izin Allah ketika institusi khilafah menaungi mereka. Negara akan berperan sebagai pengurus yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, salah satunya air.
Islam menetapkan air adalah kebutuhan primer yang menjadi tanggung jawab negara. Wajib diberikan dengan harga murah atau gratis. Oleh karena itu, sumber air yang ada di bumi ini diposisikan sebagai kepemilikan umum. Sebab ketiadaannya atau penguasaannya oleh segelintir pihak akan mengantarkan bahaya bagi pihak lain.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam yang artinya: "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Baca juga: Gadai SK? Bukti Mahalnya Politik di Negeri Ini
Hadis di atas menegaskan bahwa sampai kapan pun air sebagai sumber kehidupan. Tidak bisa dijadikan objek komersialisasi atau kapitalisasi untuk meraup keuntungan oleh pihak tertentu. Karena keuntungan dari sumber daya air di alam adalah untuk umat bukan untuk kekayaan segelintir orang.
Pihak swasta boleh mengonsumsi air karena mereka adalah bagian dari umat. Namun pihak swasta dilarang untuk menggunakan alat pengeboran yang membuat sumur-sumur warga mati atau kering. Apalagi sampai menimbulkan bencana ekologis yang merugikan banyak pihak. Negara juga akan mengatur perusahaan yang mengemas air agar keberadaannya tidak membuat rakyat susah mendapatkan haknya.
Negara wajib mengatur dengan seksama agar air yang tersedia adalah air yang layak untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan layak dikonsumsi. Khilafah mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi. Selain itu, negara juga akan membuat bendungan, penampungan air, dan juga danau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rakyatnya.
Negara juga akan menjaga ekosistem air dengan melakukan tata kelola hutan dengan baik. Hutan diposisikan sebagai kepemilikan umum yang tidak bisa dikelola swasta. Hal ini dilakukan untuk mencegah masifnya laju penebangan.
Negara dengan sistem Islam akan melakukan berbagai cara yang efektif untuk menyediakan air bersih dan bisa dikonsumsi untuk rakyat, dan semua itu dilakukan sebagai upaya negara menghindarkan rakyatnya dari krisis air. Jadi, hanya dengan penerapan Islam di bawah institusi khilafah yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Wallahu'alam. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
