Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritanusaindo.my.id-OPINI-Masih ingat pepatah gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama? Setidaknya itu yang ingin dikenang oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo menjelang purnatugas.
Bersama Ibu Wury Ma’ruf Amin dan para istri menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju (KIM) menggaungkan moderasi beragama kepada kalangan pelajar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu, 11 September 2014 (Republika co id, 11-9-2024).
Tema yang diangkat “Cinta Tuhan dengan Mencintai Indonesia”, dalam kegiatan ‘Sosialisasi Moderat Sejak Dini’ ini diikuti sebanyak 500 pelajar lintas agama dari sekolah madrasah aliyah dan SMA se-Kota Balikpapan yang bernaung di bawah Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Baca juga:
Otak-atik Program, Kebijakan atau Jebakan
Di antara kegiatan itu, Iriana sempat melemparkan kuis yang cukup tendensius tendensius, “ Apa yang membuat persatuan di Indonesia tetap terjaga meski terdapat perbedaan agama?” , bagi pelajar yang menjawab ‘Pancasila’ langsung mendapat hadiah sepeda.
Eny Retno Yaqut, Istri Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini sengaja menyasar kalangan pelajar (muslim) sebagai upaya menanamkan nilai-nilai Moderasi Beragama sejak dini, harapannya dapat membentuk para pelajar yang cintai damai, saling menghargai, saling menghormati dan toleran.
Ini adalah kegiatan ketiga setelah Bali dan Yogyakarta. Eny mengatakan kemenag akan terus berkomitmen mendorong dan memfasilitasi nilai-nilai moderasi beragama. Tidak hanya dalam teori tetapi juga praktik. Ada empat sikap moderasi beragama yang perlu disosialisasikan kepada para pelajar, yakni komitmen kebangsaan, anti kekerasan, sikap toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi lokal.
Moderasi Beragama Menyasar Pelajar
Menjelang purnatugas, ingin nama dikenang sebagai pegiat moderasi beragama, astaghfirullah. Apakah beliau berdua, pun ibu-ibu istri pejabat yang ikut hadir tidak melihat fakta problem remaja dan pelajar hari ini? Mereka mengalami dekadensi moral yang makin parah. Terbukti semakin maraknya kasus perundungan, seks bebas, penyuka pornoaksi dan pornigrafi, terlibat Judol, penyimpangan perilaku seksual, hedonisme, aborsi, narkoba kriminalitas, dan lainnya.
Yang tak butuh solusi saling menghormati, cinta perdamaian sebagaimana yang ditawarkan moderasi beragama. Justru hal ini menunjukkan pemerintah buta akar persoalan sesungguhnya. Solusi dengan pengarusan moderasi beragama bahkan tak berkaitan samasekali dengan rusaknya kualitas generasi hari ini.
Baca juga:
Polemik Kebijakan Anggaran Pendidikan, Solusi Kian Jauh
Moderasi beragama di institusi pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menangkal radikalisme di kalangan pelajar yang dipandang sebagai musuh ideologi Kapitalisme, sistem yang tengah diterapkan di negeri ini bahkan dunia. Agar generasi memiliki profil moderat dalam beragama, yang justru menjauhkan profil kepribadian Islam.
Dan memang itu tujuan utamanya, karena moderasi beragama digencarkan hanya di kalangan muslim, pelajar muslim hingga perempuan muslimah. Seolah anak panah yang menghujam jantung Islam, bahwa Islamlah biang kerok kerusakan generasi berikut peradaban manusia. Sungguh picik apa yang mereka upayakan.
Allah Swt. Telah berfirman yang artinya, “ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti”. (TQS Ali Imran: 118).
Kebenaran firman Allah di atas nampak nyata kali ini dari beberapa peristiwa yang terjadi, mulai dari kunjungan pemuda Nahdiyin ke Israel dalam rangka perdamaian, ke Vatikan. Imam Masjid Istiqlal, Nasarudin Umar yang tak cukup menjabat tangan Paus tapi juga mencium kening pimpinan tertinggi umat Katolik dunia yang ternyata juga jejak digital membuka hubungan mesra itu tak sekadar di Indonesia tapi imam kita pernah menimba ilmu di Israel.
Atau kakak beradik Yakut yang pernah berkunjung ke Israel, bertemu dengan pimpinan entitas laknatullah itu juga dalam rangka menggagas perdamaian global. Atau penetapan Islam Nusantara, oleh Said Agil Siroth yang diklaim lebih mewakili Islamnya orang Indonesia. Atau modifikasi buku-buku kemenag untuk madrasah yang menghilangkan frasa jihad dan khilafah, atau pembubaran pengajian yang marak dengan isu materi kajiannya berpotensi memecah belah persatuan NKRI, atau dialog lintas agama yang masif dan masih banyak lainnya.
Terlalu banyak bukti tentang bagaimana masifnya upaya “ memodernkan” Islam agar sesuai zaman atau lebih tepatnya sesuai dengan apa yang dipikirkan barat, bahwa Islam ideologis lebih berbahaya daripada Islam “ biasa”. Ranch Corporationlah yang memberi istilah Islam beraneka ragam, sehingga kaum muslim sendiri blunder memahami agamanya.
Maka, dari upaya-upaya pemerintah ini, ampak bahwa yang menjadi kekhawatiran negara bukan kerusakan moral remaja, tapi ancaman kebangkitan Islam. Mereka sama penakutnya dengan penguasa barat yang menjadi Aulia ( teman dekat) mereka akan datangnya masa dimana kebenaran Islam tak hanya berhenti di lisan tapi dalam bentuk institusi khilafah. Satu negara yang hanya memiliki satu pemimpin dan menerapkan syariat kafah ( menyeluruh di semua aspek kehidupan manusia).
Penguasa sedang menjalankan peran sebagai penjaga sistem sesuai arahan Barat, yang asasnya sekuler, pemisahan agama dari negara bahkan kehidupan. Yang harus kita waspadai, moderasi beragama adalah proyek Barat yang dimaknai menerima pemikiran liberal seperti HAM, pluralisme, toleransi ala barat dan lainnya.
Baca juga:
Negara Lalai Memenuhi Kebutuhan Air, Zalim!
Sebagai generasi muda, dengan segala potensi pembawa perubahannya (agen of changes) pelajar dipaksa menjadi duta kekufuran, padahal seharusnya menjadi duta Islam yg mengambil Islam murni, tidak bercampur dengan pemikiran Barat.
Islam Adalah Ideologi Sahih
Profil generasi muslim yang produktif, tangguh, pembangun peradaban mulia hanya mampu dicetak oleh negara Islam, Khilafah. Yang berdasarkan ideologi Islam. Bukan Pancasila atau lainnya. Makna keberagaman dalam Islam bukan berbeda segala hal kemudian disatukan dengan nilai kemanusiaan semata, melainkan disatukan oleh syariat, sebagai konsekwensi akidah Islam yang sekaligus memancarkan aturan.
Maka negara akan menjaga dan mengupgrade kualitas remaja dengan ideologi Islam melalui sistem pendidikan, menghidupkan tradisi dakwah, dan lainnya sehingga terwujud generasi harisan aminan lil Islam dan daulah. Lantas bagaimana dengan agama lain, jika keberadaannya minoritas tentulah akan sengsara, jelas itu pandangan yang salah.
Jika teliti membaca sejarah, maka hanya Islam yang benar-benar merawat kaum minoritas dari segala aspek, jiwa, raga hingga darahnya dalam jaminan negara. Mereka dibiarkan dalam keyakinan mereka, tidak dipaksa masuk Islam, namun diminta membayar jizyah sebagai bentuk ketundukan kepada negara dan itu sebanding dengan kesejahteraan luar biasa yang mereka dapatkan. Wallahualam bissawab. [ry].

