![]() |
| Sumber ilustrasi gambar: Pratama Institute |
Negara dalam sistem Islam tidak membebani rakyat dengan pajak sebab dalam sistem ekonomi Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara. Pajak hanya dipungut dalam kondisi khusus/insidental dan diambil dari orang kaya saja.
Oleh: Dewi Putri, S.Pd
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Dilansir dari cnbcindonesia.com, setelah adanya kasus mega korupsi tata niaga di PT Timah Tbk (TINS) yang diungkap Kejaksaan Agung dengan nilai kerugian negara fantastis Rp 217 triliun. Saat ini muncul kasus baru yaitu pengemplangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp300 triliun.
Wakil ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo menyebut, presiden terpilih Prabowo Subianto akan melihat dan mengejar potensi penerimaan negara yang hilang itu. Prabowo, sudah memegang daftar 300 pengusaha 'nakal' ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengusaha itu diduga bergerak di sektor sawit.
Pengemplangan dengan akumulasi hingga 300 T terjadi selama bertahun-tahun dan baru menjadi perhatian saat ini. Sungguh sangat miris bahwa negara tidak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar pajak. Ini menjadi indikasi kuat adanya keistimewaan yang diberikan penguasa kepada para pengusaha raksasa di negeri ini.
Tentu saja ini menambah daftar panjang kebijakan negara yang cenderung bersikap lunak terhadap para pengusaha atau pemilik modal. Praktik oligarki terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme. Dimana kekuasaan politik dan ekonomi dikendalikan oleh sekelompok kecil individu atau golongan elit. Banyak kita dapati dalam kehidupan kita hari ini, misalnya ijin usaha pertambangan atau pun ketenagakerjaan yang tertuang dalam UU Ciptaker. Semua ini menjadi bukti bahwa dalam sistem kapitalisme demokrasi mematikan peran negara sebagai raa'in atau pengurus umat.
Berbeda dengan negara yang mengemban akidah Islam. Di atas paradigma ini, negara hanya menerapkan aturan-aturan yang terpancar dari syariat Islam kaffah yang menetapkan dua fungsi utama negara yakni sebagai raa'in (pengurus rakyat) yang bertanggungjawab mengurus hajat hidup publik dan junnah (pelindung) bertanggungjawab membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan. Rasulullah saw. bersabda:
"Iman (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Negara sebagai raa'in dan junnah, maka tugas penguasa adalah mengurusi urusan rakyatnya dan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka. Kemaslahatan yang dimaksud adalah terealisasinya kesejahteraan, keamanan dan keadilan bagi seluruh rakyat.
Salah satu hal penting yang dijalankan negara adalah melakukan pembangunan untuk kemaslahatan rakyat dari anggaran yang bersumber harta milik umum.
Karena pada dasarnya sumber daya alam berupa migas, batu bara, hutan, sungai dan sejenisnya merupakan harta milik rakyat. Maka dalam negara Islam (khilafah) yang diberi wewenang mengelolanya yang hasilnya untuk bisa dimanfaatkan demi kepentingan rakyat, seperti membangun layanan pendidikan, dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat. Rakyat yang dimaksudkan di sini ialah tidak dibedakan antara pengusaha, pejabat atau pun rakyat biasa. Hal ini telah diatur secara terperinci dalam sistem ekonomi Islam hingga tataran administratif.
Negara dalam sistem Islam tidak membebani rakyat dengan pajak sebab dalam sistem ekonomi Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara. Pajak hanya dipungut dalam kondisi khusus/insidental itu pun hanya dikenakan pada muslim yang kaya dan bersifat temporer. Sungguh hanya dalam sistem khilafah yang mampu mensejahterakan seluruh rakyat tanpa membedakan strata sosialnya dan tanpa beban pajak.
Wallahu'alam. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
