Kekuasaan dan Pertanggungjawaban di Akhirat

Admin Beritanusaindo
0

 
Sumber ilustrasi gambar: Kompasiana.com

 

"Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan. Padahal kekuasaan itu bisa berubah menjadi penyesalan pada kari kiamat kelak." (HR. Al-Bukhari)




Oleh. Dhini Sri Widia Mulyani

Pegiat literasi


Beritanuaaindo.my.id - OPINI - Kekuasaan adalah amanah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya sesuai Al-Qur'an dan sunah. Kekuasaan ialah sarana untuk mewujudkan kemaslahatan umat, bukan digunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok, ataupun partai. 


Tepat pada Minggu, 20 Oktober 2024 di Gedung Nusantara MPR/a RI, Senayan, Jakarta Pusat pelantikan Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia telah resmi dilaksanakan pada Sidang Paripurna MPR dengan disumpah di bawah Kitab Suci Al-Qur'an.


Pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ramai dibahas media.Reuters menyatakan pemerintahan Prabowo dibayang-bayangi oleh politik dinasti dan meningkatnya patronase lama. Ihwal tak adanya oposisi di Indonesia disoroti media asal Singapura, Channel News Asia (CNA). Hal ini terjadi karena Prabowo mengakomodasi partai-partai politik dalam kabinetnya yang beranggotakan banyak pihak. Komposisi kabinet yang besar ini tak lepas dari sistem politik demokrasi yang bersifat pragmatis dan transaksional.


Prabowo menyampaikan pidatonya usai pengucapan sumpah. Ia bertekad untuk memberantas korupsi. Akan tetapi, diduga para menteri kabinet Merah Putih ini justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Hal ini dipaparkan oleh Abdullah Hehamahua Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013.


“Dari calon-calon menteri yang dipanggil Prabowo yang saya kenal, tidak sampai 10 orang yang punya integritas dalam hal pemberantasan korupsi. 90 persen terlibat korupsi karena beberapa menteri lama masih dipakai, padahal menteri lama itu terlibat korupsi ...” (Radiosilaturahim.com, 18-10-2024)


Dalam pidatonya Prabowo menyampaikan isi yang cukup panjang dengan mencakup berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun disayangkan, pidato tersebut tidak mencakup secara spesifik masalah kekuatan oligarki kapitalis, padahal itu yang menjadi sumber masalah di negeri ini.


Prabowo juga tidak menyebutkan dalam pidatonya aspek penting lainnya, yaitu beratnya pertanggungjawaban kepemimpinan di hadapan pengadilan Allah Swt. di akhirat nanti. Padahal kepemimpinan bukan hanya sekadar posisi atau jabatan yang dihormati, tetapi sebuah amanah besar yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Pemimpin bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keputusan dan kebijakannya sesuai dengan hukum-hukum Allah. 


Kekuasaan untuk Melayani Islam dan Kemaslahatan Umat


Kekuasaan ialah suatu hal yang sangat penting dalam Islam. Allah Swt. bahkan mengajarkan doa kepada Rasulullah saw. agar beliau diberi kekuasaan. Bukan sekadar kekuasaan, tapi kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan untuk menolong agama Allah.


Imam Ibnu Katsir menjelaskan dari kutipan Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 5/111 bahwa kekuasaan dalam Islam memiliki dua fungsi utama. Pertama untuk menegakkan ajaran Islam. Hal ini yang menjadi alasan utama Rasulullah saw. berdoa kepada Allah agar diberi kekuasaan.


Setelah Rasulullah saw. memimpin Daulah Islam di Madinah, beliau menggunakan kekuasaannya untuk menegakkan Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia.


Kedua kekuasaan berfungsi untuk mengurus kepentingan masyarakat sesuai syariat Islam, memastikan semua warga negara baik Muslim maupun non-Muslim terlindungi dan diperlakukan adil. Di bawah kepemimpinan Rasulullah saw., setiap individu terlindungi dari penindasan, dan tidak ada pihak kuat yang bisa menindas si lemah.


Pada sistem pemerintahan Islam, kekuasaannya salah satu contohnya dapat mendamaikan perang Bu'ats antara suku Aus dan Khazraj yang telah berseteru selama ratusan tahun. Maka, Islam memandang, kekuasaan tidak memiliki nilai jika tidak dipakai untuk menegakkan Islam dan melayani rakyat.


Pemimpin beserta para asistennya seharusnya terdiri dari individu-individu yang adil, dapat dipercaya, dan memiliki kompetensi. Pengangkatan mereka tidak boleh didasarkan pada hubungan pribadi atau transaksi, melainkan pada kualifikasi yang tepat untuk tugasnya. 


Amanah kenegaraan idealnya dipercayakan kepada mereka yang berkarakter baik dan bermoral tinggi, terutama memiliki sifat jujur.


Sistem pemerintahan ideal berlandaskan akidah dan syariat Islam, bukan sekuler. Dalam sistem berbasis akidah dan  syariat Islam, kepemimpinan dianggap sebagai amanah yang harus dijalankan dengan penuh kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Fokusnya adalah pada upaya mewujudkan kesejahteraan bersama dengan mematuhi aturan-aturan yang sudah jelas tertulis dalam Al-Qur'an dan Sunnah, yang mengatur semua aspek kehidupan mulai dari interaksi sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat.


Allah menegaskan hanya sistem hukum-Nya yang wajib diterapkan, serta wajib menolak dan meninggalkan sistem hukum jahiliah. Dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 50 Allah berfirman "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?"


Pertanggungjawaban Berat di Akhirat


Dalam Islam, amanah kepemimpinan sangatlah berat karena seorang pemimpin tak hanya bertanggungjawab kepada rakyat di dunia, tetapi juga di hadapan Allah Swt. Karena itu, mereka yang dipercaya memimpin harus paham tanggung jawab besar ini.


Kesadaran ini penting agar rasa takut kepada Allah mendorong mereka menjalankan amanah sebaik mungkin, tanpa menyalahgunakan kekuasaan. Maraknya penyalahgunaan jabatan sering mencerminkan hilangnya rasa takut akan pertanggungjawaban di akhirat. Meski Rasulullah saw. telah mengingatkan pentingnya kesadaran ini.


"Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan. Padahal kekuasaan itu bisa berubah menjadi penyesalan pada kari kiamat kelak." (HR. Al-Bukhari)


Oleh sebab itulah pada zaman Kekhilafahan Islam, banyak yang tidak mau dipilih dan dibaiat menjadi khalifah. Walaupun mereka adalah orang-orang yang  saleh, amanah, dan adil, mereka tetap merasa terbebani atas beratnya amanah yang diemban setelah umat tetap memilih dan membaiat. Dan tetap mengkhawatirkan pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Bahkan di antaranya adalah sahabat Nabi saw. yang terbaik. Menjalankan pemerintahan berlandaskan akidah Islam dan menerapkan syariat Islam. Tetapi, mereka tetap sangat khawatir.


Demikianlah besarnya kekhawatiran para pemimpin Islam atau khalifah pada masa lalu terhadap amanah kepemimpinan dan tanggung jawab mereka di hadapan Allah Swt. di akhirat. Tak heran mereka melaksanakan amanah tersebut dengan sungguh-sungguh agar kekuasaan yang diemban di dunia tak menjadi sumber penyesalan di akhirat. Lantas bagaimana dengan para pemimpin saat ini apakah siap menjalani kekuasaan dan Pertanggungjawaban di akhirat?

Wallahu a'lam bi ash-shawab. [Rens]


Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)