Memprihatinkan, Sekolah Negeri Tak Punya Gedung Sendiri

Goresan Pena Dakwah
0


Oleh: Eni Imami, S.Si, S.Pd 

Pendidik dan Pegiat Literasi


Beritanusaindo.my.id--OPINI, Sungguh memprihatinkan, ada SMP Negeri di tengah kota Bandung tak punya gedung. Sebagian muridnya menumpang di SD saat proses pembelajaran. Bahkan ada yang harus digilir belajar di luar kelas dengan beralaskan terpal. Hal itu sudah terjadi sejak tahun 2018. Sungguh miris, inilah salah satu potret buram pendidikan di negeri ini. 


Fasilitas Pendidikan Terabaikan


Dilansir dari laman detik.com (28-09-2024), puluhan murid SMPN 60 Bandung harus belajar di luar kelas lantaran tak punya kelas. Enam tahun sudah SMPN 60 berdiri. Namun, hinggi kini belum memiliki gedung sendiri. Sejak tahun 2018, murid SMP tersebut menumpang di bangunan SDN 192 Ciburuy, Kecamatan Regol, Kota Bandung. 


Dari 9 rombongan belajar (rombel) murid SMPN 60, 7 rombelnya ditampung di SDN 192, sedangkan 2 rombel lainnya harus belajar di luar kelas. Mereka belajar di teras kelas dengan lesehan beralaskan terpal, bahkan kerap belajar di bawah pohon rindang. Jika turun hujan, pembelajaran dibubarkan. Rita Nurbaini selaku Humas SMPN 60 mengaku sudah mengajukan pengadaan gedung pada Dinas Pendidikan setempat. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya. 


SMPN 60 Bandung bukanlah satu-satunya sekolah yang tak memiliki gedung. Pada tahun 2022, SMKN 1 Karangjambu Purbalingga juga tidak memiliki gedung maupun tanah. Selama 14 tahun terakhir, sekolah itu hanya menginduk pada SMP satu atap. 

Baca juga: 

Merubah Pemahaman Umat Agar Sesuai Islam


Di negeri ini, selain ada SMPN yang tak memiliki gedung, banyak ditemukan sekolah yang mengalami kerusakan. Menilik data Badan Pusat Statistika (BPS) melalui CEIC, tercatat ada 60,60% ruang kelas SD dalam kondisi rusak ringan atau sedang pada tahun ajaran 2021/2022. Di jenjang SMP, ruang kelas yang mengalami rusak ringan atau sedang sebanyak 53,30%. (cnbcindonesia.com, 02-05-2023).


Persoalan pendidikan memang kompleks, salah satunya masalah sarana dan prasarana. Fakta di atas menjadi bukti abainya pemerintah terhadap masa depan pendidikan dan pemenuhan hak pendidikan bagi semua warga. 


Salah Tata Kelola Sistem Pendidikan


Sungguh memprihatinkan kondisi pendidikan di negeri ini. Sarana dan prasarananya tidak terpenuhi dengan baik. Padahal pendidikan merupakan kebutuhan pokok rakyat. Alokasi anggaran pendidikan pun selalu naik disetiap tahunnya. Namun, naiknya anggaran tersebut belum berkolerasi positif dengan kemajuan pendidikan hari ini. 


Adapun kebijakan pemerintah melalui pelaksanaan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang tertuang dalan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 51, sejatinya membuka kran kemitraan antara sekolah dengan pihak lain. Karena prinsip MBS itu kemitraan dan partisipatif, sehingga diharapkan terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas sarana serta prasarana sekolah melalui partisipasi komite sekolah (orang tua murid) atau pihak lain.


Dengan demikian, dimungkinkan sekolah mendapatkan sumbangan tenaga, dana, sarana, prasarana bahkan bantuan teknis apa pun dalam mengembangkan sekolah. Melalui kebijakan ini, jelas akan mengurangi bahkan mereduksi peran dan tanggung jawab negara terhadap keberlangsungan pendidikan. Bahkan bisa jadi negara lepas tangan dalam pengelolaan urusan pendidikan. 

Baca juga: 

Rancu Halal Haram Kotak Rasa Aman


Tampak sekali ada kesalahan tata kelola sistem pendidikan. Semua ini akibat paradigma sistem kapitalisme dalam mengelola sistem pendidikan. Pemerintah cenderung bersikap minimalis yang katanya good governance dalam mengelola urusan rakyat dan memaksimalkan peran swasta untuk mengelola urusan rakyat. Akibatnya, bantuan pemerintah terhadapan kebutuham sekolah sangat terbatas. Apabila sekolah ingin memiliki fasilitas yang lengkap harus berupaya sendiri dengan menjalin kemitraan dengan pihak lain. 


Tak heran jika dampaknya biaya pendidikan kian mahal. Ada harga, ada rupa. Apabila ingin menyekolahkan anak dengan fasilitas sekolah yang memadai, jangan berharap itu tersedia di sekolah-sekolah negeri. Pada akhirnya menjamurlah sekolah-sekolah swasta dengan fasilitas lengkap namun berbiaya mahal. 


Abainya pemerintah dalam urusan pendidikan dapat menjadi bumerang di masa depan. Pasalnya, tonggak estafet masa depan negara ada di tangan generasi hari ini. Maka seharusnya sekolah sebagai tempat generasi menimba ilmu menjadi tanggung jawab penuh negara dalam memenuhi kebutuhannya. Bagaimana mungkin berharap mampu mencetak generasi unggul berkualitas dengan fasilitas pendidikan yang minin apalagi ala kadarnya. Maka dibutuhkan perbaikan tata kelola sistem pendidikan.


Tata Kelola Sistem Pendidikan Islam


Tata kelola sistem pendidikan Islam sangat ideal. Hal ini terbukti sepanjang sejarah sistem pendidikan pada masa pemerintahan Islam  berlangsung gemilang. Implikasinya, perkembangan pusat pembelajaran dan kemajuan iptek sangat pesat di beberapa tempat, seperti Kairo, Baghdad, dan Cordoba.


Pendidikan dalam sistem Islam merupakan salah satu bidang strategis pengembangan peradaban yang maju dan mulia. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab penuh atas keberlangsungannya. Mulai dari kurikulumnya, bahan ajar, metode pengajaran, guru, sarana dan prasarananya, serta menjamin pendidikan bebas biaya dan mudah diakses oleh seluruh warga negara. 


Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara secara mutlak. Artinya, ada atau tidak adanya kas negara biaya pendidikan menjadi prioritas untuk dipenuhi dengan berbagai cara dan mekanismenya. Seluruh biaya pendidikan diambil dari Baitulmal pada pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah 'amah (kepemilikan umum). Jika pada pos-pos tersebut tidak mencukupi, maka negara dibolehkan menarik sumbangan sukarela dari kaum muslimin karena sifatnya mendesak. 

Baca juga: 

TPPO, Potret Rusak Sistem Demokrasi


Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama. Seperti gedung, perpustakaan, laboratorium, dan sarana lainnya yang mendukung pembelajaran. Dengan demikian semua warga dapat menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas. 


Negara juga menyediakan guru dan tenaga pengajar profesional dengan gaji yang cukup. Sejarah mencatat, Khalifah Umar bin Khaththab pernah menggaji guru di Madinah sebesar 15 dinar atau 63,75 gram emas. Jika dikonversikan dengan harga emas sekarang, gaji tersebut setara dengan Rp93,330 juta. Karena sistem Islam sangat memuliakan guru selaku aktor dalam pendidikan. 


Demikianlah, tata kelola sistem pendidikan Islam. Negara sebagai penanggung jawab penuh, maka tak heran di masanya banyak lahir para ilmuwan sekaligus ulama yang karyanya dapat dinikmati hingga sekarang. Maka tidak ada pilihan lain untuk membenahi sistem pendidikan hari ini kecuali dengan kembali menerapkan sistem pendidikan Islam. Wallahualam bissawab. [ ry]

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)