Nasib Miris Petani di Negara Agraris

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi pertanian, pinterest

Oleh: Nursaroh Hidayanti


Beritanusaindo.my.id--OPINI, Harga beras terpantau mengalami kenaikan berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Rabu (25/9/2024) pukul 11.00. Harga beras premium terpantau naik menjadi Rp15.590 per kilogram, sedangkan harga rata-rata beras medium mengalami kenaikan sebesar 0,15% menjadi Rp13.610 per kilogram. Sebanyak 99 daerah mengalami kenaikan harga beras pada pekan ketiga September 2024 (antaranews.com, 27-10-2024). 


Menurut Bank Dunia, harga beras di Indonesia 20% lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar global. Bahkan saat ini, harga beras konsisten tertinggi di kawasan ASEAN. Menurut kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Carolyn Turk, tingginya harga beras disebabkan karena beberapa hal, yaitu kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor, kenaikan biaya produksi, hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif.


Tapi disisi lain, apakah kenaikan harga beras ini diikuti dengan kenaikan pendapatan petani? Faktanya tidak! Tingginya harga beras tidak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Menurut data BPS, pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari 1 dolar AS atau Rp15.199/hari. Sementara pendapatan petani per tahun hanya mencapai 341 dollar AS atau Rp5,2 juta. Jadi petani mendapatkan keuntungan yang rendah, padahal di sisi lain konsumen membayar beras dengan harga tinggi. Mengapa bisa demikian?

Baca juga: 

Pemuda Terwarnai dengan Gaya Hidup FOMO


Hal ini disebabkan oleh dikuasainya sektor pertanian oleh oligarki dari hulu hingga hilir, sementara negara tidak memberikan bantuan kepada petani, sehingga petani harus mandiri dengan modal yang kecil dan terbatas.


Kekuatan oligarki dalam input pertanian


Oligarki menguasai benih, pupuk, dan pestisida. Ketiga komponen tersebut merupakan kebutuhan dasar dalam pertanian. Dari sisi benih, benih dimonopoli dengan hebat oleh oligarki. Para petani dibuat ketergantungan dengan benih hibrida buatan korporasi. Benih hibrida yang ketika ditanam akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan benih lokal. 


Tapi sayangnya benih tersebut tidak dapat ditanam kembali, apabila ditanam kembali maka produktivitasnya akan menurun. Tidak ada pilihan lain bagi petani selain membeli benih tersebut untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi. Mirisnya, korporasi bebas mematok harga. 


Setelah benih tersebut ditanam, maka dibutuhkan pupuk agar tumbuh  subur,  yang awalnya dikenalkan saat revolusi hijau dengan harga murah dan terbukti nyata meningkatkan produktivitas. Sedihnya, pupuk juga dikuasai oleh korporasi dengan seenaknya mengatur harga agar mereka mendapatkan untung sebanyak-banyaknya sehingga kembali  petani merasa butuh dan bergantung dengan pupuk tersebut, harganya dinaikkan hingga sangat susah dijangkau oleh petani.


Baca juga: 

Celometan Calon Pemimpin, Beri Harapan Baru?


Negara seolah menjadi malaikat dengan memberikan pupuk subsidi, padahal jelas kualitasnya jauh berbeda dengan pupuk nonsubsidi. Disisi lain, ketika subsidi tersebut diberikan dengan cara negara membeli pupuk tersebut dari korporasi, lantas siapa yang diuntungkan dalam hal ini?


Disisi lain, ketika tanaman bermasalah petani memerlukan pestisida untuk menunjang pertumbuhan tanamannya dengan baik,  lagi lagi dikuasai oleh korporasi.


Harga Beras Melambung Tinggi, Bagaimana Nasib Petani?


Setelah petani berhasil menanam beras hingga panen, apakah masalahnya telah selesai? Harga beras di pasaran tinggi, sementara di petani rendah. Menurut Kepala Center for Indonesian Policy Studies, Hizkia Respatiadi, Beras harus melalui empat sampai enam titik distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen. panjangnya rantai distribusi beras di tanah air menyebabkan harga beras tinggi dan merugikan beberapa pihak seperti petani dan pedagang eceran.


Titik pertama adalah saat petani akan menjual beras yang sudah dipanen kepada tengkulak atau pemotong padi, yang akan mengeringkan padi dan menjualnya kepada pemilik penggilingan. Setelah padi digiling menjadi beras, pemilik penggilingan akan menjual beras tersebut ke pedagang grosir berskala besar yang memiliki gudang penyimpanan. Kemudian pedagang grosir berskala besar ini akan kembali menjual beras tersebut kepada pedagang grosir berskala kecil di tingkat provinsi (seperti di Pasar Induk Beras Cipinang) atau kepada pedagang grosir antar pulau. Pihak terakhir inilah yang akan menjual beras kepada para pedagang eceran. 


Sedangkan tengkulak, pemilik penggilingandan pedagang grosirlah yang menikmati margin laba terbesar. Di Pulau Jawa, berkisar antara 60-80 persen per kilogram”. Inilah mengapa meski harga beras tinggi, namun petani tidak bisa menikmati. 


Mirisnya Nasib Petani di Negara Agraris


Begitu malang nasib petani di negara agraris. Petani dengan modal kecil dan sangat minim harus bertarung melawan oligarki. Mereka diperas habis-habisan mulai dari membeli input-input pertanian dengan harga yang sangat mahal.  Tak jarang petani  berhutang terlebih dahulu demi pertanian mereka tetap berjalan.


Setelah panen, lagi lagi bukan mereka yang menikmati hasilnya, karena yang  menentukan harga dari hasil panen bukan mereka. Tak jarang harga anjlok saat panen raya. Disaat yang sama, korporasi menikmati hasil rampokan mereka. Perlahan tapi pasti mereka memaksa para petani untuk membeli dagangannya dengan harga yang sangat susah dijangkau. Betapa jahatnya negara, negara hanya menjadi penonton atau bahkan pendukung korporasi agar semakin mulus dalam merampok habis para petaninya.


Peran Negara dalam Mengurusi Rakyatnya


Negara seharusnya tidak hanya berperan sebagai penonton atau mendukung oligarki. Berbagai permasalahan pangan yang terjadi di negeri ini bukan impor yang memberikan solusi, negara akan sulit mandiri. Negara seharusnya mampu menguasai seluruh input pertanian yang dibutuhkan oleh petani, mulai dari benih, pupuk, pestisida, dan berbagai alat penunjang pertanian lainnya.


Baca juga: 

Mungkinkah Sistem Ekonomi Kapitalis Bawa Sejahtera?


Jika semua input pertanian dikendalikan oleh negara maka petani bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pertanian dengan terjangkau. Negara juga harus berperan dalam rantai distribusi, sehingga tidak terjadi kesenjangan harga antara petani dan konsumen karena disebabkan panjangnya rantai distribusi.


Negara harus mendukung penuh peran petani, dengan memberikannya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petani, menyediakan berbagai alat-alat pendukung pertanian yang canggih sehingga bisa maksimal serta berperan aktif dalam menjaga lahan pertanian agar tidak beralih fungsi.


Islam menempatkan ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai salah satu basis pertahanan negara dan basis menyejahterakan rakyatnya. Negara akan melakukan seluruh upaya untuk mewujudkannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam, dan dengan dukungan sistem lain dalam penerapan Islam secara sempurna. [ry].

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)