![]() |
| Sumber ilustrasi gambar: Epaper media Indonesia |
"Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada Hari Kiamat; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil." (HR ath-Thabarani)
Oleh Ummu Afkar
Ummu Warabbatul Bait
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Pada tanggal 20 Oktober 2024 kemarin, rezim pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi ditetapkan. Sebelumnya anggota DPR yang baru sudah resmi dilantik. Walaupun pemerintahannya baru akan tetapi di penuhi orang-orang lama termasuk ketua DPR nya pun masih sama yakni Puan Maharani dari PDIP. Dari seluruh anggota DPR, 60 persennya adalah pengusaha dan 174 orang terindikasi terhubung dengan politik dinasti. Yang pastinya akan menjalankan kebijakan-kebijakan dan pemerintahan yang sama yakni sistem demokrasi- kapitalisme sekuler, dimana semua orientasinya adalah kepentingan dan keuntungan sebagai tolak ukur.
Karenanya walaupun dengan pemerintahan baru sekalipun, jika masih bercokol dengan demokrasi kapitalis, pemerintahan baru ini bakal mewarisi beban sangat berat dengan segudang persoalan yang ditinggalkan rezim sebelumnya. Khususnya di bidang ekonomi.
Dalam hal kemiskinan, misalnya, jumlah orang miskin di Indonesia per maret 2024 mencapai 25,22 juta orang (Setkab.go.id). Di sisi lain, kekuasaan oligarki makin mencengkeram. Ini terlihat jelas dalam struktur politik dan ekonomi di mana sejumlah kecil konglomerat mengendalikan sektor-sektor strategis, seperti sumberdaya alam (pertambangan, perkebunan), infrastruktur dan perbankan. Para oligarki ini juga sering memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan politik. Ini memungkinkan mereka mempengaruhi kebijakan publik demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Belum lagi ragam persoalan di bidang hukum, sosial, pendidikan, dan lain-lain yang makin ke sini tampak makin rumit dan kompleks.
Tidak ada harapan lagi apabila kita berharap kepada demokrasi kapitalisme, harapan terbesar itu hanya pada Kekuasaan Islam.
Karena hanya Islam, kekuasaan hakikatnya adalah amanah. Amanah kekuasaan ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat. Nabi saw. bersabda:
"Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada Hari Kiamat; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil." (HR ath-Thabarani)
Di dalam Islam, agar pemangku kekuasaan bertindak amanah, ia wajib mengemban kekuasaannya di atas pondasi agama, yakni Islam. Inilah yang juga ditegaskan oleh Imam al-Ghazali rahimahulLâh:
"Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Karena itu sering dikatakan: "Agama adalah pondasi, sementara kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap." (Abu Hamid al-Ghazali, Al Iqtishâd fî al-I’tiqâd, 1/78)
Di dalam Islam kekuasaan harus diorientasikan untuk menegakkan Islam dan melayani berbagai kepentingan masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim. Seperti menjamin kebutuhan hidup, menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan fasilitas kesehatan yang layak dan cuma-cuma untuk semua warga tanpa memandang kelas ekonomi. Khalifah akan mengelola sumber daya alam milik rakyat (seperti tambang minyak, gas, batubara, mineral, emas, perak, nikel, dan lainnya) agar bermanfaat bagi segenap warga negara. Khilafah tidak akan membiarkan sumber daya alam milik rakyat itu dikuasai oleh swasta, apalagi pihak asing.
Khilafah Islam juga akan menjaga dan melaksanakan urusan agama seperti melaksanakan hudûd untuk melindungi kehormatan, harta dan jiwa masyarakat Muslim maupun nonmuslim. Khilafah Islam pun akan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh dunia. Khilafah pula yang akan memimpin jihad demi menyelamatkan kaum Muslim yang tertindas di berbagai negeri seperti di Palestina, Xinziang, Myanmar dan lainnya.
Alhasil, mau tidak mau, jika bangsa ini ingin maju, sejahtera, adil, dan makmur, maka yang mereka butuhkan bukan sekadar rezim atau penguasa baru. Akan tetapi, yang mereka butuhkan sekaligus adalah sistem pemerintahan baru, yakni sistem pemerintahan Islam. Sebabnya jelas, sejahtera, adil, dan makmur hanya mungkin saat umat Islam mengamalkan dan menerapkan syariah Islam. Pengamalan dan penerapan syariah Islam secara kâffah tentu merupakan wujud ketakwaan hakiki. Ketakwaan hakiki inilah yang bakal mendatangkan aneka keberkahan, khususnya bagi negeri ini.
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
