![]() |
| Ilustrasi: Kegiatan Belajar Mengajar. Sumber: iStock. |
Oleh : Rahmi Lubis (Tenaga Pendidik)
Baru-baru ini media sosial digemparkan lagi atas kasus kriminal dalam dunia pendidikan. Di penghujung akhir tahun ini, tercatat ada 4 kasus tercuat mengenai guru yang menjadi tersangka kasus kriminal. Miris, inilah yang terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia.
Salah satu kasus, seorang guru di SMAN 2 Sinjai Selatan, guru honorer bernama Mubazir dipenjara akibat laporan dari orangtua wali. Guru Mubazir memotong paksa rambut seorang muridnya yang gondrong mengingat telah diberi peringatan sebelumnya selama satu minggu, tapi siswa tersebut tidak mengindahkannya. Dilain kasus, terjadi pada guru Zaharman yang mengalami kebutaan permanen pada mata kanannya akibat diketapel oleh orangtua siswa. Zaharman sebelumnya menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah saat jam pelajaran. Kasus ini merupakan beberapa kasus dari sekian banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Siapa yang patut disalahkan dan bertanggung jawab?
Pendidikan Sekuler Dalam Demokrasi
Pendidikan merupakan suatu kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah tersampaikan tanpa peran seorang guru atau pendidik. Guru merupakan ujung tombak keilmuan. Namun hal itu tidak terjadi pada sistem demokrasi. Sistem demokrasi lahir dari rahim sekulerisme, yaitu sistem yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan manusia.
Sistem yang tidak menanamkan rasa cinta akan ilmu pengetahuan namun sebaliknya ilmu pengtahuan dijadikan sebagai alat untuk mencari keuntungan/manfaat yang sebesar-besarnya. Mengapa hal ini terjadi? Sejatinya demokrasi mengandung nilai-nilai manfaat yang berpondasi akan keuntungan kapitalis/pemilik modal. Pada sistem inilah lahir corong pendidikan yang hanya berlandaskan manfaat atau nilai semata.
Guru yang berusaha keras mengajarkan nilai moral dan kebajikan malah tersandung akan ‘kasih sayang’ dan tujuan orang tua. Ketidakpastian ini lahir dari sistem yang rusak. Guru yang menerapkan kedisiplinan malah menjadi tersangka dikarenakan ‘rasa sayang’ orang tua kepada anaknya yang dilihat menjadi korban fisik dari guru tersebut. Perbedaan tujuan pada orang tua dan guru dalam mendidik karakter dan mencerdaskan anak menjadi penyebab atas semua permasalahan ini.
Faktanya, nilai materi menjadi nilai tertinggi pada sistem demokrasi ini. Benar atau salah tidak lagi dicari. Namun semua kebenaran akan bertumpu kepada pemilik modal/orang kaya/berstatus sosial tinggi. Pastinya kesalahan hanya tertuju pada satu orang semata yaitu orang miskin/berstatus sosial rendah. Jadi wajar saja dalam sistem ini terjadi seorang guru “honorer” yang dipenjara dikarenakan menegur seorang siswa yang berstatus “anak polisi” inilah mengapa dikatakan pendidikan sekuler tak pernah mendidik.
Lantas dimana peran negara saat ini? Hukum keadilan malah bersembunyi ditangan penguasa yang bersahabat dengan pengusaha. Hukum menganiaya anak, hukum hak asasi manusia, perlindungan anak, atau hukum apapun yang dibuat berdasarkan kepentingan dan kehendak segelintir orang saja tanpa mempertimbangkan keadilan sejati pada masyarakat seluruhnya. Masihkah kita bertahan akan kondisi seperti ini?
Pendidikan Dalam Islam
Islam adalah sistem kehidupan yang berasal dari Tuhan bukan manusia. Sistem yang menerapkan aturan yang berlandaskan Alquran dan as-sunnah. Pendidikan dalam Islam akan mengarahkan peserta didik menjadi individu yang beriman, berkarakter mulia, dan bertanggungjawab atas perbuatannya. Inilah tujuan dari pendidikan dalam Islam.
Status guru atau pendidik dalam sistem Islam sangat dihormati bahkan negara membayar gaji tinggi kepada para guru. Dikutip dari muslimahtimes.com, catatan sejarah peradaban Islam, para guru diapresiasi dengan gaji yang sangat tinggi.
Misalnya, pada masa khalifah Umar bin Khattab, guru digaji sebesar 15 dinar per bulan (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikonversikan ke dalam kurs rupiah saat ini, maka gaji guru pada masa itu adalah sebesar Rp52.287.750 per bulan (1 gram emas= Rp820.200). Begitu pula pada masa Shalahudin Al-Ayubi, gaji guru adalah sebesar 11-40 dinar. Berarti jika gaji tertingginya dirupiahkan, yakni sebesar Rp139.434.000.
Bukan hanya itu saja, orang tua murid dalam Islam juga sangat menghormati guru karena keberkahan ilmu pada anak terletak bagaimana sikap kita kepada sang guru. Kesinambungan antara siswa, guru, dan orang tua siswa hanya terjadi pada sistem Islam. Sistem yang hakiki kebenarannya dan sesuai dengan fitrah manusia.
Wallahua'lam bishshawab.
_Editor: Vindy Maramis_
