![]() |
| Sumber ilustrasi gambar: E-ujian.id |
Kasus Bu guru Supriyani yang viral harusnya bisa menjadi pelajaran kita bersama untuk tidak mengedepankan emosi. Kasus ini juga semakin mengonfirmasi betapa sistem pendidikan kapitalisme demikian rusak. Pun demikian dengan sistem hukumnya, tak mampu memberikan keadilan bagi yang lemah. Bahkan bagi seorang guru yang notabene pendidik generasi yang semestinya dimuliakan.
Oleh Mochamad Efendi
Kontributor Media Bertanusaindo
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Sungguh miris nasib guru honorer dengan gaji kecil, tapi beban kerja mengajar yang tidak ringan. Tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran tapi juga berkewajiban mendidik anak bangsa agar memiliki karakter yang baik dan berakhlak mulia. Belum lagi posisi dia yang lemah, sangat mudah dipermasalahkan bahkan dikriminalkan karena memberikan hukuman pada peserta didik. Seperti yang terjadi pada bu Supriyani, guru SDN 4 Baito yang dilaporkan dan diproses hukum, bahkan dipenjara atas tuduhan memukul salah satu peserta didik yang kebetulan anak seorang polisi.
Bagaimana bisa seorang guru menjalankan tugasnya dengan maksimal jika dia dalam bayang-bayang ancaman hukuman penjara saat orang tua peserta didik tidak terima jika anaknya dihukum. Padahal, perlu diketahui hukuman diperlukan dalam proses pendidikan saat anak berbuat salah agar dia mengetahui bahwa perbuatannya tidak terpuji dan tidak akan diulangi lagi. Bagaimana bisa kita mendisiplinkan kelas jika guru dilarang memberikan hukuman. Sungguh, sangat berbahaya, jika ini dipahami oleh guru maupun peserta didik. Guru merasa dalam ancaman sehingga ragu untuk memberikan hukuman pada peserta didik yang berbuat salah dan bersikap kurang ajar, sementara peserta didik bisa berbuat sesuka hati karena merasa dilindungi oleh hukum. Rusaklah pendidikan di negeri ini saat guru dalam ancaman oleh mereka yang merasa berkuasa.
Hukum harusnya melindungi para guru honorer yang lemah dari ancaman orang tua arogan yang merasa punya kekuasaan. Mereka yang tidak memahami bahwa hukuman diperlukan dalam proses pendidikan. Padahal dalam Islam Rasullulah memerintahkan untuk memukul anaknya saat dia berumur 9 tahun tapi tidak mau sholat. Hukuman diberikan agar anak tahu bahwa sholat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
Orang tua wali murid harusnya menjadi partner guru dalam mendidik putra-putri mereka. Mereka harus bersama-sama saling menjaga agar anak-anak tetap hormat dan patuh pada orang tua begitu pula pada gurunya. Jika ada perlakuan yang tidak menyenangkan pada anaknya, harusnya orang tua datang menemui langsung pada guru bersangkutan tanpa sepengetahuan anaknya sehingga dia merasa dibela apalagi dengan menyalahkan gurunya. Jika memang orang tua tidak yakin dengan pendidikan yang diberikan guru di sekolah, sebaiknya anaknya tidak usah disekolahkan. Biar dia mendidik sendiri di rumah. Sikap egois orang tua bisa mengorbankan anaknya sendiri yang harusnya layak mendapatkan pendidikan terbaik di sekolah.
Baca juga: Retreat Pejabat, Akankah Membawa Kebaikan bagi Rakyat?
Kasus Bu guru Supriyani yang viral harusnya bisa menjadi pelajaran kita bersama untuk tidak mengedepankan emosi dengan menempuh jalur hukum atas dasar laporan anak karena dihukum oleh bapak ibu gurunya di sekolah. Bisa jadi anaknya memang nakal dan layak dapat hukuman dengan tujuan ada perubahan sikap menjadi lebih baik. Harusnya orang tua berterima kasih pada guru yang masih perduli pada anaknya bukan membiarkan sehingga anak semakin sulit diatur dan bertambah liar. Membangun komunikasi yang baik perlu dilakukan antara sekolah, guru dan orang tua agar tercipta generasi cemerlang.
Saat guru yang lemah dalam ancaman harusnya hukum bisa memberikan jaminan perlindungan. Keadilan hukum harusnya untuk semua orang bukan hanya para penegak hukum, pejabat para konglomerat yang berduit. Bagaimana bisa hukum dibeli dalam proses mediasi. Lalu bagaimana rakyat kecil yang miskin mampu mendapatkan keadilan jika semua diukur dengan duit dan kekuasaan. Inilah gambaran hukum dalam sistem kapitalis yang dengan mudah menangkap orang yang tidak bersalah. Hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Hanya dalam sistem Islam keadilan untuk semua orang. Bahkan seorang rakyat kecil bisa mengalahkan seorang Khalifah saat dia mampu menghadirkan saksi dan bukti yang kuat. Sungguh, kita merindukan keadilan dalam sistem Islam yang akan menerapkan Islam secara kaffah. Sistem khilafah akan mampu menjaga para penegak hukum dari sikap rakus, karena mereka menganggap jabatan adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Swt. Tujuan hidupnya adalah untuk menggapai rida-Nya, bukan kekayaan atau jabatan.
Dalam sistem khilafah disamping merasa aman karena keadilan untuk semua, guru juga dijamin kesejahteraannya. Guru sangat dimuliakan dalam sistem khilafah karena mereka adalah pilar pencetak generasi berkualitas dan cemerlang yang akan memimpin dunia. Pada masa Khalifah Umar, misalnya, gaji guru 15 Dinar. Tentunya dengan guru yang merasa aman sejahtera dan dimuliakan dalam sistem Islam, output pendidikan akan melahirkan generasi unggul bersyaksiyah (berkepribadian) Islam yang akan menjadi generasi luhur, menjadi para ilmuwan yang mampu menciptakan berbagai penemuan baru untuk kemaslahatan manusia serta memberikan sumbangsih terhadap kemajuan negara melalui teknologi dan ilmu-ilmu lainnya.
Baca juga: Ironi Kebocoran Pajak: Kebijakan Pajak untuk Pengusaha VS Rakyat
Di antara pemuda hasil dari sistem pendidikan Islam yang karyanya hingga kini diakui bahkan menjadi rujukan dunia adalah: Ibnu Sina penemu alat-alat kedokteran, Al Khawarizmi penemu Aljabar juga astronomi, Al Abbas ibn Firnas pencipta ide pesawat, dan masih banyak lagi.
Semua itu bukan hanya cerita dongeng masa lalu, namun benar-benar terbukti nyata dan tercatat dalam sejarah. Selama hampir 14 abad Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, mampu melahirkan kebaikan, generasinya berkualitas dan berakhlak, kehidupan para guru dan rakyatnya sejahtera. Karena Islam benar-benar memosisikan negara sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi segenap manusia dan makhluk hidup. Karena itu, saatnya kita kembali kepada sistem khilafah jika kita menginginkan keadilan untuk semua orang dan perlindungan hukum bagi yang lemah, termasuk guru honorer.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
