![]() |
Ilustrasi gambar: Solopos.com |
Pornografi adalah problematika akut yang belum terselesaikan hingga kini. Semua akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sekularisme melahirkan konsep kebebasan yang mengedepankan kemanfaatan materi diatas segalanya.
Ummu Hanan
Kontributor Media Bertanusaindo
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Baru-baru ini publik dikejutkan dengan kabar merebaknya kasus pornografi anak. Diberitakan bahwa Bareskrim Polri telah melakukan penangkapan kepada 58 tersangka terkait kasus tindak pidana pornografi anak. Adapun terungkapnya kasus ini bermula dari bulan Mei hingga November 2024 dengan jumlah 47 kasus. Kasus pornografi ini beredar secara online dan pihak berwenang telah melakukan pemblokiran situs pornografi sejumlah 15.659 situs. (metro.sindonews, 13/11/2024)
Modus yang dijalankan oleh sindikat pornografi anak ini adalah dengan mengadakan pencarian konten video lalu membuat website, mengunggah untuk kemudian melakukan pengelolaan atas situs tersebut secara mandiri. Ada keuntungan yang tidak sedikit dari bisnis video pornografi anak, sebagaimana diberitakan bahwa untuk setiap videonya tersangka dapat menjual mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 250.000. (nasional.sindonews, 13/11/2024)
Pornografi adalah problematika akut yang belum terselesaikan hingga kini. Bahkan kekinian, bisnis pornografi telah merambah dunia anak yang tak selayaknya terkontaminasi dengan penyakit masyarakat ini. Pornografi lahir dari penerapan aturan sekularisme yang memisahkaan agama dari kehidupan. Sekularisme melahirkan konsep kebebasan yang mengedepankan kemanfaatan materi diatas segalanya. Maka tidak heran jika dalam sistem sekularisme hawa nafsu dibiarkan liar tanpa aturan selama ada materi yang diraih. Dapat kita bayangkan bagaimana nasib generasi mendatang jika di usia belia potensi unggul mereka telah dirusak oleh konten pornografi. Terlebih dalam sekularisme agama menjadi sebatas teori yang diajarkan di bangku sekolah dan jauh dari penerapan dalam kehidupan.
Sekularisme jelas tak memedulikan kualitas generasi. Sekularisme hanya mementingkan kepuasan jasmani dengan mencampakkan aturan Pencipta. Alhasil ketakwaan individu menjadi perkara langka dalam sistem ini. Parahnya lagi, negara seolah berlepas tangan dengan mencukupkan pada tindakan kuratif seperti pemblokiran situs atau penangkapan oknum terkait. Tindakan preventif tidak mendapat perhatian besar padahal inilah yang seharusnya negara lakukan. Jika segera mengambil langkah antisipatif bukan tidak mungkin ke depannya kita akan kehilangan generasi penerus yang cakap. Tidak ada lagi bibit-bibit pemimpin masa depan yang visioner, lantas bagaimana umat ini akan bangkit?
Pornografi jelas tak punya tempat di masyarakat yang beradab. Jika pornografi tumbuh subur dalam sistem sekularisme itu makin menunjukkan kegagalan sistem ini dalam melahirkan peradaban mulia. Bertolak belakang dengan sekularisme, syariat Islam telah menggariskan tuntunan paripurna bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Syariat Islam yang diterapkan secara kaffah akan menghadirkan peran negara dalam menjaga nilai luhur terbentuknya masyarakat. Diantara bentuk penjagaan negara adalah dalam hal jiwa, kehormatan, akal, keturunan, harta, agama, keamanan dan negara. Sebelum berbicara soal tindakan kuratif, syariat Islam akan tegas pada perkara preventif atau pencegahan. Termasuk dalam hal memberantas pornografi maka syariat Islam telah mewajibkan perkara seperti pembatasan interaksi lawan jenis, kewajiban menutup aurat, menundukkan pandangan sebagai upaya pencegahan.
Syariat Islam kaffah sangat concern terhadap unsur ketakwaaan. Tidak hanya pada individu namun ketakwaan juga seharusnya muncul dalam interaksi di tengah masyarakat. Karena itulah negara yang menerapkan syariat Islam akan mengaruskan nilai-nilai ketakwaan sebab asas dalam setiap aspek kehidupan. Dalam sistem pendidikan misalnya, kurikulum berbasis akidah Islam adalah mercusuar pendidikan. Tidak diperkenankan setiap potensi yang akan merusak generasi seperti halnya pornografi. Negara tidak akan berhitung soal laba-rugi karena pengaturan urusan rakyat merupakan perintah Allah Swt. yang wajib untuk ditegakkan. Penguasa dalam Islam menjadi pihak yang bertanggungjawab untuk urusan ini. Rasulullah saw bersabda dalam salah satu hadits beliau yang artinya: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pemimpin) dan bertanggungjawab atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari)
Negara yang menerapkan syariat Islam kaffah akan menjaga akal dan kehormatan manusia. Negara akan memaksimalkan perangkatnya seperti sistem keamanan digital untuk melindungi setiap individu masyarakat dari paparan yang merusak. Oleh karena itu, memberantas pornografi bukanlah hal sulit jika negara turun tangan. Sangat mungkin bagi negara untuk melakukan penjagaan terhadap masyarakat jika orientasinya adalah riayah atau mengurus, bukan mengais fulus. Persoalannya, maukah negara kembali pada kedudukannya sebagai raa’in atau memilih mengabdi pada para pemilik cuan? Allahu’alam. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.