Pornografi Anak Marak, Akibat Sistem Rusak

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi gambar: Kompasiana 



Kapitalismelah biang keladi dari maraknya kasus pornografi yang melibatkan anak-anak. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan (sekularisme). Sementara standar kebahagiaannya adalah pencapaian materi sebanyak-banyaknya, dengan tolak ukurnya asas manfaat. Maka tidak heran jika konten pornografi terus berkembang. Sebab ada materi di dalamnya yang dapat diraih. 



Oleh Reni Rosmawati 

Pegiat Literasi Islam Kafah 


Beritanusaindo.my.id - OPINI - Anak adalah aset yang paling berharga. Ia tonggak dan penerus masa depan bangsa. Namun apa jadinya jika mereka dijadikan komoditi, bahkan pangsa pasar pornografi? Sebagaimana diwartakan oleh laman Nasional.sindonews.com (13/11/2024), pornografi online yang melibatkan anak di bawah umur kembali berhasil diungkap oleh Bareskrim Polri. Penangkapan yang berlangsung selama 6 bulan (Mei-November 2024) tersebut berhasil mengamankan 58 tersangka dari 47 kasus. Selain itu, polisi juga berhasil mengungkap 2 kasus eksploitasi anak, dan penyebaran pornografi melalui aplikasi Telegram yang dilakukan oleh MS (26), S (24), dan SHP (16).


Kombes Pol, Dani Kustoni mengatakan pelaku MS mulanya mengunduh video konten asusila dari berbagai sumber di internet, kemudian menjualnya di grup Telegram dengan harga mulai dari Rp50.000 hingga Rp250.000. Adapun pelaku S dan SHP berperan sebagai orang yang mengeksploitasi anak dengan cara membuat dan menjual konten video asusila anak di bawah umur lalu disebarkan di Telegram dengan harga Rp300.000. Pelaku juga mencari talent untuk berhubungan asusila dengannya, dengan cara diiming-imingi bakal memberikan Ponsel genggam. Korban pun dijanjikan akan diberikan bagian dari hasil penjualan. Atas perbuatannya tersebut, tersangka terancam pidana 20 tahun kurungan. 


Sementara itu, berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), selama kurun 2016-2024 telah ditemukan 19.228 kasus pornografi anak. Semuanya didominasi di platform media sosial, seperti di website 9000 konten, X 156 konten, Telegram 131 konten, Facebook dan Instagram 6 konten, serta YouTube 24 konten. (Media Indonesia, 02/06/2024)


Buah Sistem Kapitalisme Sekuler 


Jika ditelusuri, maka akan didapati bahwa kapitalismelah biang keladi dari maraknya kasus pornografi yang melibatkan anak-anak. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan (sekularisme). Sementara standar kebahagiaannya adalah pencapaian materi sebanyak-banyaknya, dengan tolak ukurnya asas manfaat. Maka tidak heran jika konten pornografi terus berkembang. Sebab ada materi di dalamnya yang dapat diraih. 


Sekularisme meniscayakan keluarga yang dibangun bukan berlandaskan iman dan takwa. Para ibu yang merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya pun kehilangan fitrahnya, karena disibukan bekerja membantu perekonomian keluarga. Sebab dalam kapitalisme lapangan pekerjaan bagi para ayah terbatas, bahkan sulit didapat. Sehingga akhirnya para orang tua mencukupkan pendidikan anaknya kepada sekolah. Sedangkan sekolah dalam sistem kapitalisme penuh masalah. Sebab tidak dibangun berdasarkan akidah. Sehingga pendidikan agama pun hanya dijadikan sebatas teori yang diajarkan seminggu sekali. Sementara pemahaman dari luar Islam dan tontonan yang merusak terus mengalir, tanpa pengawasan. 


Alhasil, lahirlah anak-anak yang tumbuh dengan jiwa dan kehidupan yang rapuh serta rusak. Gemar bersenang-senang, hidup bebas, rela melakukan apa saja demi mengejar yang diinginkan termasuk membuat konten pornografi dan menjual dirinya. Tentu ini berbahaya jika dibiarkan. Bisa jadi peradaban di masa depan akan hina, jauh dari kemuliaan karena sedari dini potensi unggul mereka dirusak oleh konten pornografi.


Sementara negara abai akan semua ini. Sebab sudah ciri khas sistem kapitalisme kepemimpinan bukan untuk mengurusi rakyat. Namun untuk mengejar keuntungan bersifat materi. Sehingga kita dapati betapa penayangan konten-konten porno dibiarkan selama ada keuntungan. Regulasi negara terhadap pornografi pun demikian mandul, dengan mencukupkan pada tindakan seperti pemblokiran situs atau penangkapan oknum terkait. Bukan dengan memberikan sanksi tegas dan menjerakan. Bahkan, banyak di antaranya justru bebas dari jeratan hukum dengan alasan masih di bawah umur. Akhirnya, semakin tumbuh suburlah kasus kejahatan yang terjadi.


Dari sini, semestinya menyadarkan kita bahwa tak ada kebaikan dari sistem kapitalisme, selain kerusakan dan kehancuran. Maraknya pornografi anak merupakan bukti kegagalan sistem kapitalisme dalam melahirkan peradaban mulia. Karena itu untuk membentengi generasi kita dari hal tersebut, maka kita harus mengenyahkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem shahih yang bersumber dari wahyu Allah.


Islam Penjaga Anak-anak dari Kehancuran dan Pornografi  


Syariat Islam jika diterapkan secara sempurna dalam kehidupan, maka akan melahirkan negara yang bertindak sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Kepada anak-anak, maka negara akan melakukan penjagaan sebaik mungkin. Karena ia merupakan aset masa depan. Negara akan menempuh upaya preventif dan kuratif untuk menjaga mereka. 


Untuk upaya preventif, maka negara akan menempuh mekanisme: Pertama, negara akan menanamkan akidah yang kuat kepada anak-anak sedari dini, dengan cara membentuk sistem pendidikan berbasis akidah Islam, yang output pendidikannya membentuk generasi berkepribadian (bersyaksiyah) Islam. Negara pun akan menetapkan pembatasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, mewajibkan menutup aurat dengan sempurna ketika keluar rumah, dan menundukkan pandangan di depan lawan jenis. 


Kedua, negara akan membina setiap orang tua agar menanamkan akidah kepada anak-anaknya. Para ibu akan dikembalikan fitrahnya sebagai pendidik utama generasi. Pun para ayah wajib membersamai tumbuh kembang anak-anaknya, namun tidak mengabaikan perannya sebagai pencari nafkah. Dalam hal ini negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya melalui pengelola SDA secara mandiri. Sehingga setiap laki-laki yang telah balig dan mampu bekerja dapat mencari nafkah dan memenuhi seluruh kebutuhan dirinya dan keluarganya. 


Ketiga, negara akan menjamin supaya lingkungan masyarakat kondusif. Amar makruf nahi mungkar akan ditegakkan. Sehingga masyarakat bisa berperan sebagai pengontrol anak-anak yang alami. Negara pun akan menutup semua konten-konten yang merusak dan nirfaedah. Negara tidak akan berpikir untung dan rugi, semua tontonan akan melalui penyaringan dan seleksi ketat. Hingga yang ada hanyalah yang dapat memupuk keimanan dan menambah keagungan Islam serta peradabannya. 


Adapun upaya kuratif, akan ditempuh negara dengan cara memberikan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelaku maksiat. Sanksi bagi pelaku perzinahan adalah cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun ke luar negeri bagi yang ghairu muhson (belum menikah) dan rajam (dikubur hidup-hidup sampai leher), lalu dilempar batu hingga tewas bagi yang muhson/sudah pernah menikah. Sedangkan bagi pelaku pembuat konten pornografi, maka sanksinya berupa ta’zir yang kadarnya akan ditetapkan oleh khalifah. 


Dengan mekanisme demikian, maka niscaya akan dapat menjadi pencegah sekaligus memberantas terjadinya tindak amoral maupun kejahatan lainnya. Sungguh hanya penerapan syariat Islam secara kafahlah yang akan mampu melindungi generasi dari kehancuran. Karena itu, marilah bersegera kembali kepada Islam dan menerapkannya secara sempurna dalam setiap sendi kehidupan. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]


Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.







Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)