![]() |
Ilustrasi: Pelatihan Militer. Sumber : iStock. |
Oleh : Yulia Fahira
Maraknya kasus kriminal yang dilakukan para pelajar semakin meresahkan masyarakat. Para pelajar tersebut tak segan-segan memamerkan aksi kriminalitasnya secara terang-terangan di muka umum maupun media sosial, seperti tawuran, geng motor, pembegalan dan lain sebaginya.
Tak jarang aksi tersebut sampai menelan korban jiwa. Kerusakan moral para pelajar ini mendapat perhatian dari pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan mengumumkan rencana kontroversial untuk mengatasi permasalahan siswa bermasalah di wilayahnya.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menggulirkan program pendidikan karakter yang akan menempatkan siswa-siswa yang dianggap bermasalah di barak militer mulai 2 Mei 2025 dan dilakukan secara bertahap. Program ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang lebih disiplin dan bertanggung jawab, serta menjauhkan mereka dari pergaulan bebas dan tindakan kriminal.
Keputusan untuk "menyekolahkan" siswa bermasalah ke barak militer merupakan langkah baru yang cukup ekstrim mengingat barak militer merupakan markas militer yang didalamnya terdapat aktivitas latihan militer yang cukup keras dan seolah mengalih fungsikan militer dalam tugasnya.
Selain itu, hal tersebut bukan merupakan solusi yang tepat untuk memperbaiki karakter anak yang telah rusak. Kenakalan remaja merupakan kerusakan sosial sistemik yang tidak cukup diperbaiki hanya dari segi fisik, tapi juga pendampingan secara psikologis.
Pemindahan siswa bermasalah ke barak militer justru dapat menimbulkan masalah baru yaitu gangguan psikologis pada anak berupa trauma atau bahkan kemarahan yang berlanjut sehingga menimbulkan aksi pemberontakan.
Kerusakan moral yang terjadi pada pelajar menunjukkan gagalnya sistem pendidikan hari ini dalam mencetak generasi yang berkarakter dan berkualitas. Hal ini terjadi karena adanya pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) dalam kurikulum pendidikan.
Pendidikan dan agama hari ini dipandang sebagai dua bagian yang terpisahkan. Pendidikan agama seolah tak sejalan dengan pendidikan formal lainnya, pendidikan agama hanya dapat diakses dalam sekolah berbasis agama atau pesantren, sedangkan sekolah umum hanya fokus membahas ilmu terapan dan meminimalisir pemahaman agama.
Agama dalam sistem kapitalisme dipandang hanya sebagai alat untuk mengatur urusan ibadah semata bukan untuk mengatur urusan kehidupan manusia.
Selain itu, aturan atau sistem yang berlaku saat ini yaitu kapitalisme yang berasaskan pada materi menilai bahwa kesuksesan hanya dinilai dari pencapaian materi yang didapat. Oleh sebab itu kurikulum pendidikannya pun hanya berfokus untuk mencetak generasi pekerja tanpa memikirkan persoalan moral anak. Pendidikan yang berasaskan pada materi akan membentuk pelajar memiliki kepribadian yang egois, keras dan rela menghalalkan segala cara demi mendapatkan materi. Inilah akar persoalan rusaknya generasi.
Sistem kapitalisme berbanding terbalik dengan sistem Islam. Islam memandang masyarakat sebagai sekumpulan individu yang memiliki kesamaan pemikiran, perasaan dan siap diatur dalam sistem yang sama yaitu sistem Islam yang berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunah. Islam bukan hanya sekedar agama tapi juga sebuah aturan (ideologi) yang mengatur segala urusan kehidupan manusia. Pendidikan di dalam Islam akan mencetak generasi emas yang tidak hanya ahli dalam ilmu terapan tapi juga fasih dalam menguasai pemahaman agama. Seperti Ibnu Sina, Al khawarizmi, Ibnu Khaldun dan lain sebagainya.
Pendidikan di dalam Islam tidak hanya berfokus pada kecerdasan intelektual tapi juga kecerdasan spiritual dengan menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dalam berfikir dan bertindak.
Selain dari segi pendidikan Islam juga memiliki penjagaan berupa kontrol keluarga dan masyarakat dengan adanya aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar yang aktif berjalan ditengah-tengah masyarakat.
Keberadaan negara juga berperan penting ditengah-tengah masyarakat dalam mengontrol dan mengawasi serta memberikan sanksi tegas pada pelaku kejahatan. Begitulah Islam dalam mengatasi dan mencetak generasi emas berkarakter dan bertakwa.
Allahu'alam bishowab.
_Editor : Vindy Maramis_