Kemandirian Ekonomi dengan Sistem Islam

Admin Beritanusaindo
0

 


Oleh Putriyana

Aktivis Menulis


Beritakan.my.id - OPINI - Pemerintah Kabupaten Bandung bersiap mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendirikan Koperasi Desa Merah Putih. Dadang Supriatna selaku Bupati Kabupaten Bandung menyatakan bahwa tindakan ini sebagai wujud dukungan terhadap arahan presiden mengenai percepatan pendirian program tersebut. Mereka juga telah melakukan kerjasama dengan para Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDSI), Dinas Koperasi dan UKM, serta asisten daerah. Pelaksanaannya merupakan upaya pemerintah dalam menggerakkan kemandirian bangsa dengan ketahanan pangan yang berkelanjutan. (Jabar.tribunnews.com, 09-04-2025)


Untuk proyek kebut ini, pemerintah pusat menggelontorkan dana sebesar 350 triliun, atau sekitar 5 miliar untuk setiap desa. Koperasi tersebut nantinya akan membawahi 7 unit bisnis yaitu; kantor, kios pengadaan sembako, unit bisnis simpan pinjam, klinik, apotek, sistem pergudangan dan sarana logistik. 


Program di atas dinilai terburu-buru karena dilakukan saat Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi, sementara untuk pendirian skala nasional tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. 


Jika dimaksudkan untuk kemandirian pangan, semestinya banyak faktor yang harus diperhatikan. Mulai dari lahan pertanian, bantuan modal untuk para petani, pemasaran, teknologi, yang butuh support dari negara. 


Jika keran impor dibuka lebar, biaya produksi pertanian masih cukup tinggi, harga bibit dan pupuk semakin mahal, bantuan dari pemerintah minim, ditambah lahan kian menyusut, maka tentu saja akan sulit mewujudkannya. 

Seharusnya, negara berkaca dari proyek-proyek sebelumnya, di mana umumnya tidak dirancang secara matang. Sehingga saat eksekusi banyak sekali kerugiannya. Dari sisi materi maupun non material. Sehingga wajar masyarakat menjadi kurang percaya dan bersikap antipati terhadap berbagai program baru yang dicanangkan pemerintah. 

Demikianlah pengaturan dalam sistem kapitalisme. Koperasi sebagai turunan dari sistem ekonomi kapitalis dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah tidak serius dalam mewujudkannya. Sebab rakyat khususnya para petani untuk menjalankan usaha pertaniannya, bergantung kepada koperasi dari sisi modal, penjualan, maupun kebutuhan lainnya. Tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalisme. Padahal banyak para petani yang kesulitan dengan modal maupun pemasaran. Untuk mengembalikan utang juga tidak mudah tergantung hasil pertaniannya. Jika ternyata menemukan kendala dalam pemasaran karena bersaing dengan impor, akhirnya petani tak berdaya. 


Dalam pandangan Islam, program koperasi merah putih yang dirancang untuk mendorong kemandirian bangsa nyatanya tidak boleh dilakukan. Karena dalam kitab an Nizham Al Iqtishadi fil Islam karya Syekh Taqiyuddin An Nabhani diungkapkan tentang hukum koperasi yang dianggap batil karena dua alasan; Pertama, karena pada saat pembuatannya, tidak terdapat akad yang syar’i seperti halnya akad syirkah. Yang berlangsung hanya persetujuan untuk menghimpun modal dari para pendirinya (syarik mal), namun tidak terdapat pihak pengurus modal (syarik badan) pada awal akad. Padahal dalam sebuah kesepakatan syirkah, semenjak awal akad wajib ada pihak pengurus modal (syarik badan).


Kedua, sistem bagi hasil koperasi tidak sesuai dengan cara pembagian keuntungan dalam syirkah. Di mana pembagian keuntungan merujuk pada modal atau kerja, yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sementara yang terjadi saat ini, retribusi hasil tidak merujuk ke arah sana, melainkan pada kuantitas penjualan produk ke pasar (pemasaran), kuantitas belanja anggota (pembelian) dan kredit yang diperoleh anggota disertakan bunga dan bea administrasi (simpan pinjam). Hal ini menghasilkan akad yang fasad (rusak). Berdasarkan dua alasan ini, sistem koperasi kesepakatannya dianggap tidak sah dan haram hukumnya. 


Sesuai dengan Firman Allah dalam Surat An Nisa ayat 29 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu."


Kemandirian pangan dalam Islam adalah kemampuan sebuah masyarakat Muslim untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka tanpa perlu mengandalkan pada sumber luar. Selaras dengan ajaran Islam. Hal ini mencakup kapasitas untuk memproduksi, mendistribusikan, serta mengonsumsi makanan dengan cara yang berkelanjutan dan adil. Hal inilah yang mampu menjaga kualitas dan keselamatan pangan. 


Islam telah memberikan perhatian khusus pada pemenuhan masalah pangan, yaitu sebagai upaya menjaga hidup (hifz al-nafs) dan melaksanakan kewajiban dalam hukum syariat. Kemudian, mendorong pemanfaatan sumber daya lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor, yang sejalan dengan prinsip menghargai pengetahuan dan potensi lokal.


Dalam sisi produksi, sistem ekonomi Islam mendorong masyarakat untuk terlibat dalam penyediaan dan pengolahan makanan, melalui cara-cara seperti pertanian, peternakan, serta sektor lain yang berhubungan dengan pangan. Dalam sisi distribusi dan konsumsi, syariat lebih menekankan pentingnya penyaluran makanan yang adil dan penggunaan yang bertanggung jawab, mendorong penghindaran terhadap pemborosan dan penimbunan. Dalam hal ini, negara bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang mendukung terwujudnya kemandirian, termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur, peraturan, dan dukungan keuangan. Negara benar-benar hadir membantu para petani maupun peternak tanpa berpikir keuntungan. Negara pun akan membangkitkan keragaman dalam sumber ketersediaan makanan, yaitu dengan memanfaatkan berbagai jenis tanaman lokal juga mengurangi ketergantungan pada satu jenis pangan.


Demikianlah ketentuan yang ada dalam sistem ekonomi Islam. Sebagai muslim, sudah seharusnya kita mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt. yang akan membawa kebaikan bagi seluruh alam. Melalui ketahanan di bidang pangan dan maksimalnya pengaturan penguasa terhadap rakyatnya. Namun, kemandirian ekonomi ini hanya akan bisa terwujud ketika ada institusi yang menerapkan sistem Islam secara kafah di seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya sistem ekonomi. Wallahu alam Bissawab

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)