Dugaan Kasus Eksploitasi Pemain Sirkus, Kapitalisme Melahirkan Manusia Rakus

Admin Beritanusaindo
0

 



Oleh Dini Azra

Pegiat Literasi Islam 


Beritakan.my.id - OPINI - Siapa yang tak takjub saat melihat pertunjukan sirkus? Dengan tata panggung yang begitu megah, para pemain sirkus menunjukkan kepiawaiannya melakukan adegan yang luar biasa. Menampilkan atraksi yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang profesional dan terlatih. Senyum lebar selalu mengiringi gerak tubuh yang lentur yang membuat jutaan mata terhibur. Namun, siapa sangka dibalik itu semua tersimpan rahasia kelam tentang kehidupan para pemainnya. 


Kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sudah terpendam selama 28 tahun akhirnya mencuat kembali ke permukaan. Puluhan para pemain sirkus yang dulu berada di bawah naungan Oriental Circus Indonesia (OCI) melaporkan pengalaman kekerasan, eksploitasi, dan kehilangan identitas kepada Kementerian HAM (Kemenham). Para korban mengaku telah dipisahkan dengan orang tuanya sejak dini sehingga tidak tahu identitasnya sendiri. Selain itu mereka dipaksa menjadi pemain sirkus dengan penyiksaan yang mereka alami selama bertahun-tahun di lingkungan sirkus yang tertutup. Yang lebih parah, mereka tidak menerima hak sebagai anak untuk sekolah dan juga tidak digaji selama bekerja di sana. 


Menyikapi kasus tersebut, Wakil Menteri HAM (Wamenham), Mugiyanto menyatakan negara memiliki tanggungjawab untuk melindungi warganya dari segala bentuk pelanggaran HAM. Dalam kasus ini yang paling mendasar adalah korban telah kehilangan identitasnya dan ini merupakan pelanggaran HAM yang serius. Untuk itu, Kemenham akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut dan membentuk tim pencari fakta. Sedangkan, Sekretaris Jenderal (sekjen) Kemenham, Novita Ilmaris menegaskan bahwa Kemenham akan turun gunung membantu pemulihan hak para korban terkait OCI Taman Safari ini. Hal ini menindaklanjuti semua arahan DPR agar Kemenham memimpin semua rapat koordinasi sekaligus menindaklanjuti rekomendasi dengan melibatkan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Bisnis.com., (27/4/2025).


Dugaan terjadinya kasus kekerasan, eksploitasi dan perbudakan ini telah dilaporkan ke Komnas HAM pada tahun 1997 silam. Bahkan, laporan pidana sempat ditangani oleh Mabes Polri, tapi tahun 1999 kasus dihentikan (SP3) karena alasan kurangnya bukti. Namun, para korban tak menyerah dan terus melanjutkan gugatan hingga tahun 2024. Dan belakangan berita ini menjadi viral dan mengundang atensi masyarakat banyak. Sebab peran media sosial hari ini begitu luas, cepat dan tak terbatas. Masyarakat menjadi tahu kisah pilu mereka dan tergerak untuk memberikan dukungan agar para korban mendapatkan keadilan. 


Di zaman modern seperti ini ternyata perbudakan manusia masih bisa terjadi. Sungguh keji, manusia memperlakukan sesamanya tanpa rasa  kemanusiaan. Bukan hanya satu atau dua korban yang bercerita tentang peristiwa yang sama, kecil kemungkinan kalau mereka semua berbohong. Walaupun pihak Taman Safari terus membantah semua hal yang dituduhkan oleh para korban. Masyarakat lebih percaya pada hal-hal yang menyentuh sisi empati mereka. Demi membuktikan siapa yang benar dan salah, atau siapa yang jujur dan bohong negara haruslah memfasilitasi agar persoalan HAM ini bisa dibuka kembali, diusut tuntas dan diputuskan dengan seadil-adilnya. Bukan malah meminta kedua pihak yang saling   membantah ini duduk bersama dan menyelesaikan secara damai. Bagaimanapun hukum harus ditegakkan, dan negara wajib memfasilitasi proses hukumnya. 


Akankah kasus dugaan perbudakan dan eksploitasi ini akan menemukan jalan keadilan, atau kekuatan uang dan kerakusan akan membuatnya kembali tenggelam? Dengan alasan kurangnya bukti  atau kasus sudah kadaluwarsa karena sudah terlalu lama. Jika demikian tentu tidak adil bagi pihak korban, dan akan jadi preseden buruk untuk penegakan hukum di negeri ini. Sebagaimana ungkapan hukum hari ini seperti mata pisau, tumpul ke atas tajam ke bawah. No viral no justice. Harapannya dengan banyaknya perhatian masyarakat yang tertuju pada kasus ini, ada kontrol masyarakat yang berperan mengawal  kasus ini hingga selesai. 


Masalahnya, dalam sistem kapitalisme-sekuler yang diterapkan hari ini, rasa keadilan dan kemanusiaan sering terkalahkan oleh kekuatan materi dan kekuasaan. Apabila orang yang kuat finansial berkolaborasi dengan pemegang kekuasaan, hukum bisa dipermainkan, siapa yang salah siapa yang benar bisa diputar-balikkan. Manakala rakyat kecil harus berurusan hukum dengan orang besar, kecil kemungkinan kasusnya bisa dimenangkan. Ini bukan sekadar asumsi liar, tetapi fakta di lapangan sering terjadi demikian. Karena paham kapitalis memang berorientasi pada materi. Bagi orang yang sudah dibutakan oleh dunia, meraih materi akan dilakukan dengan segala cara, termasuk berbuat keji terhadap orang lain yang dianggap lemah. Banyak pula muncul orang-orang rakus yang diberikan jabatan dan gaji tinggi tetapi masih mau menerima suap untuk memenangkan sebuah kasus. 


Bukannya ingin memutuskan harapan orang-orang yang sedang berjuang mencari keadilan, tapi mengetahui buruknya sistem hari ini juga penting untuk membangun kesadaran umat. Bahwasanya, hukum buatan manusia tidak ada yang sempurna. Hanya hukum yang diturunkan Allah Ta’ala yang memberi jaminan rasa keadilan bagi seluruh umat. Apabila diterapkan secara keseluruhan dalam sistem kehidupan. Hukum Islam tidak tebang pilih dalam memutuskan suatu perkara. Tidak memandang status sosial, agama dan lainnya, asalkan alat bukti dan saksi terpenuhi, putusan hukum akan ditetapkan dengan penuh keadilan. 


Islam juga melarang berbuat zalim terhadap sesama manusia, seperti mengambil hak orang lain secara batil, menganiaya bahkan menghilangkan nyawa tanpa sebab yang dibolehkan syara’. Setelah Islam hadir Islam secara bertahap juga menghapuskan sistem perbudakan yang merendahkan martabat manusia. Islam memang tidak langsung mengharamkan atau menghapus secara revolusioner tradisi jahiliyah tersebut. Akan tetapi dengan membuat aturan yang memudahkan untuk pembebasan budak. Seperti kafarat, zakat, perintah untuk memperlakukan budak dengan baik, melarang segala bentuk penghinaan secara verbal maupun fisik. Lalu, dengan penebusan budak kepada pemiliknya dan seorang budak juga bisa menebus dirinya sendiri. Setelah itu mempersempit jalan untuk mendapatkan budak baru. 


Dalam pandangan Islam setiap manusia dilahirkan merdeka, dan sama kedudukannya yang membedakannya hanyalah iman dan ketakwaan. Sungguh ironi, di sistem demokrasi yang konon sangat menjunjung hak asasi dan kebebasan, kasus perbudakan masih banyak ditemukan. Karena itulah sudah selayaknya jika umat Islam mengalihkan arah pandang kembali kepada sistem Islam. Untuk itu harus ada upaya membangkitkan kesadaran umat akan urgensi penerapan Syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Islamiyah. Itulah tugas para pengemban dakwah di dalam jama’ah.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab. 


Editor Rens 


Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)