Oleh Anisa dari Pena Banua
Pegiat Literasi Islam Kafah
Beritakan.my.id - OPINI - Masa anak-anak adalah masa yang paling membahagiakan, kata sebagian orang, karena mereka tidak merasakan betapa beratnya beban menjadi orang dewasa. Banyak beban dan permasalahan yang terjadi saat kita sudah menjadi dewasa. Salah satu tantangan yang harus kita hadapi adalah mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan atau pendidikan yang kita miliki. Jangankan untuk lulusan SMP ataupun SMA, bahkan lulusan sarjana pun saat ini sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Lulusan sarjana pun harus rela bersaing untuk menjadi sopir sampai pembantu.
Seperti yang terjadi pada Heru Kurniawan, seorang sarjana Teknik Mesin yang harus menjadi sopir mobil rental, dan lulusan Ilmu Komputer yang menjadi satpam (bbc.com, 30/4/25). Masih banyak lagi kasus serupa, di mana seseorang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sampai tahun 2024 jumlah pengangguran bergelar sarjana di Indonesia mencapai 842.378 orang (cnbcindonesia.com, 1/5/25). Dilaporkan juga oleh International Monetary Fund (IMF) bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara negara Asia Tenggara lainnya pada tahun 2024 (kompas.com, 30/4/25).
Kondisi saat ini mengkhawatirkan dan harus menjadi peringatan bagi pemerintah untuk mengatasi permasalahan rakyat. Lapangan pekerjaan harus disesuaikan dengan banyaknya angkatan kerja yang ada di negeri ini. Bapak Muhammad Andri Perdana, selaku pengamat ekonomi dari Bright Institute, menyatakan bahwa salah satu penyebab sulitnya mencari pekerjaan saat ini adalah perlambatan ekonomi Indonesia yang dimulai sejak 2020. Pengangguran juga disebabkan oleh pandemi COVID-19 yang menyebabkan banyak usaha bangkrut dan pekerja terkena PHK.
Melihat kondisi ini, seharusnya pemerintah segera melakukan berbagai upaya agar lapangan pekerjaan sesuai dengan angkatan kerja yang ada, apalagi ditambah dengan adanya bonus demografi pada tahun 2030 mendatang. Artinya, jumlah penduduk usia produktif atau tenaga kerja akan lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif.
Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani, dan Bapak Presiden Prabowo menyatakan memiliki keyakinan bahwa ekonomi Indonesia akan kuat dan terus tumbuh di masa depan. Bahkan, Ibu Menteri Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan mencapai 5%. Jadi, dengan kata lain, bukannya memikirkan solusi strategis untuk menghadapi permasalahan rakyat yang terjadi, pemerintah justru berleha-leha dengan terus mempertahankan pernyataannya bahwa keadaan dan perekonomian kita dalam kondisi baik-baik saja.
Melalui Kementerian Tenaga Kerja dinyatakan bahwa ada dua tantangan utama yang menyebabkan banyaknya pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah saat ini fokus pada dua masalah utama. Pertama, pengusaha diminta untuk menurunkan penggunaan teknologi agar lebih banyak menyerap tenaga kerja di lapangan. Kedua, peningkatan kemampuan rakyat dalam mencari kerja, sehingga yang dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan, dan juga soft skill agar masyarakat bisa gigih dan tahan banting.
Padahal, dapat kita lihat dari contoh fakta di atas bahwa banyak lulusan sarjana rela menjadi sopir agar bisa bekerja. Hal ini seharusnya sudah menunjukkan kepada kita bahwa masalah utama banyaknya pengangguran bukanlah soal skill dan rendahnya daya juang, melainkan karena lapangan pekerjaan tidak tersedia atau jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang ada.
Mengenai skill pekerja, hal ini juga tergantung pada sistem pendidikan yang diterapkan. Jika sistem pendidikan hanya fokus pada kemampuan kognitif dan akademis, maka wajar jika output yang dihasilkan menjadi kurang berkualitas.
Jadi, bisa kita lihat bahwa akar permasalahan ini terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Hal ini tergambar jelas dalam kehidupan kita. Pertama, sistem kapitalisme memberikan kebebasan kepada siapa saja untuk memiliki sumber daya alam, padahal seharusnya negara yang mengelolanya untuk kepentingan rakyat. Jika negara yang mengelola, maka akan tercipta lapangan kerja. Namun, jika dikelola oleh swasta, maka mereka akan fokus pada keuntungan, bukan kesejahteraan pekerja, dan mereka lebih mudah melakukan PHK demi keuntungan yang lebih besar.
Kedua, ekonomi dalam sistem kapitalis bergantung pada sektor nonriil, yang menyebabkan banyak aktivitas ekonomi terjadi di bursa saham, perbankan, dan asuransi. Hal ini hanya memperkaya pemilik modal dan tidak menambah lapangan pekerjaan secara nyata.
Dalam Islam, setiap laki-laki dewasa, sehat, dan mampu diwajibkan untuk bekerja. Maka, dengan adanya kewajiban ini, negara harus menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan memberikan modal usaha maupun sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Selain itu, negara juga harus mempersiapkan tenaga kerja dengan ilmu dan keahlian melalui sistem pendidikan.
Untuk menciptakan lapangan kerja, dalam Islam negara harus meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal agar bisa dikembangkan, misalnya di sektor riil seperti pertanian, kehutanan, kelautan, dan pertambangan. Selain itu, dalam Islam negara juga tidak boleh sama sekali mengembangkan bahkan melirik sektor nonriil, karena selain haram, juga menyebabkan peredaran uang hanya terjadi di antara orang kaya serta membuat ekonomi menjadi labil.
Pengangguran merupakan masalah yang sedang kita hadapi saat ini. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini kita perlu mencari solusi yang mengakar dan bukan hanya solusi praktis. Kita perlu memahami bahwa penyebab dari masalah ini adalah karena penerapan sistem yang sudah rusak dan tidak mampu lagi menyelesaikan masalah. Jadi, jika kita masih berharap pada sistem kapitalis saat ini, maka itu hanya akan menjadi mimpi. Kita perlu menggantinya dengan sistem yang mampu mengatasi permasalahan ini secara tuntas, yaitu dengan menerapkan sistem Islam dalam kehidupan kita.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.