Kesejahteraan Rakyat Dibawa Ke Mana?

Muslimah Pembelajar
0

 



Oleh Leilani Nadia


Negara yang katanya merupakan negara adidaya yang kaya akan sumber daya, mengapa malah semakin marak dengan krisis dan kesenjangan ekonomi yang menjerat rakyatnya? Mengingat harga pangan yang kian tinggi, upah pekerja yang tidak seimbang dengan biaya hidup, belum lagi utang yang diandalkan sebagai solusi yang tak sedikit yang berbasis ribawi. Kini sedang marak daya beli masyarakat di Indonesia yang semakin menurun seperti arus mudik terhalang, tempat pariwisata, bahkan bahan baku akibat harganya yang melonjat.


Kondisi Saat Ini Tidak Baik-Baik Saja


Salah satu penurunan daya beli masyarakat. Menurunnya daya beli merupakan penyebab dari situasi ekonomi yang sedang tidak baik baik saja, PHK, masalah dinamika, dan kebijakan dalam negeri yang masih belum kondusif. Lonjatan harga yang disebut Inflasi membuat banyak masyarakat berpikir untuk mengambil solusi dengan mengandalkan pinjaman online ataupun Paylater yang berbau ribawi. Mencatat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa per Ferbuarari 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut PayLater di sektor perbankan menyentuh angka Rp 21,98 triliun. Bahkan ini dinyatakan turun kalau dibandingkan dengan bulan Januari.


Inilah yang disebut belenggu sekulerisme, hanya mementingkan materi, keuntungan di atas segalanya di mana yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Janji kesejahteraan rakyat dijadikan pemanis saat pemilu, apakah kebijakan pemerintah benar-benar menyentuh kebutuhan dasar masyarakat atau justru terperangkap dalam narasi makroekonomi yang mengaburkan kesenjangan struktural? Padahal negeri mempunyai peran penting dalam masyarakat yakni mengayomi dan memastikan keamanan serta kesejahteraan rakyat. Walaupun bukan murni hanya kesalahan negara saja, akan tetapi kesalahan rakyat itu akibat kurangnya peran negara.


Islam Solusi Tepat Untuk Mencabut Akar Permasalahan 


Meskipun terdapat solusi yang disampaikan pemerintah seperti reformasi sistem pajak progresif, pemberantasan korupsi struktural, atau solusi massa yang diusulkan, hanya akan meredakan permasalahan dan tidak menyelesaikan permasalahan utama yang disebut akar permasalahan. Karena sistem yang dipakai masih berupa sistem yang rusak sistem yang memandang materi dan dunia sebagai tujuan utama. 


Tentu kita harus mengganti sistem yang rusak kepada sistem islam yang menerapkan berbagai peraturan yang benar sesuai syariat bersumber al quran dan assunnah yang akan menumbuhkan ketakwaan dengan perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama pada setiap individunya, sehingga dapat mengalihkan tujuan utama berupa materi hanya kepada Allah yakni untuk menggapai rida-Nya.


Sistem Islam akan menutup celah budaya konsumerisme yakni orang yang memprioritaskan kepuasan materi seperti dalam firman-Nya,

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke liang kubur." (QS. At-Takasur: 1-2) 


Sehingga, sangat sedikit bahkan tidak akan ada lagi yang namanya korupsi atau memakan hal yang bersifat ribawi. Negara akan melarang rakyat untuk mendekati keharoman, tidak ada lagi praktik ribawi karena sudah jelas Allah mengharamkan dalam firman-Nya   

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. Ali 'Imran: 130)


Dengan penerapan Islam kaffah, kesejahteraan rakyat akan terjamin. Karena para pemimpinnya akan menjalankan tugas dengan amanah, penuh keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Sebab, para pemimpim mengetahui dan memahami semua kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Wallhu a’lam bishowab. []






Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)