Kapitalisme Meniscayakan Krisis Rumah Layak Huni

Admin Beritanusaindo
0

 



Mengapa negeri kaya berlimpah SDA, tapi rakyatnya kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa rumah? Jawabannya tentu saja harus dicari akar masalahnya. 




Oleh Reni Rosmawati 

Pegiat Literasi Islam Kafah 



Beritakan.my.id - OPINI - Sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia dikatakan tidak layak huni oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman. Disinyalir ini imbas dari kemiskinan ekstrem. Sebagai solusinya pemerintah mengadakan program pembangunan 3 juta unit rumah dengan menggandeng pihak swasta. Sebab, program tersebut akan ditempuh melalui mekanisme bedah rumah secara gotong royong antara pemerintah dan swasta. (Beritasatu, 25/04/2025)


Di lain pihak, Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo, mengajak semua lintas kementerian untuk bersinergi mewujudkan program rumah tepat sasaran. Sejak beberapa tahun terakhir Kemensos telah memiliki program rumah layak huni yang berbasis rehabilitasi. Namun kuotanya terbatas, di tahun 2025 hanya 1.500 unit. Alasannya karena pada dasarnya Kemensos bukan kementerian teknis pembangunan. Tugas Kemensos adalah menghapuskan kemiskinan ekstrem. (detiknews, 25/4/2025)


Sebenarnya, program rumah layak huni bagi rakyat telah ditargetkan Pemerintahan Prabowo. Setidaknya ada 3 juta unit rumah yang akan dibangun per tahun. 2 juta di pedesaan dan 1 juta perkotaan. Adapun yang akan dialokasikan untuk rakyat sekitar 20%, sedangkan sisanya akan dikembangkan sebagai hunian komersial. Target dari program ini adalah masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, di bawah 8 juta rupiah per bulan. (CNBC Indonesia, 26/02/2025)


Apakah program di atas akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat akan tempat tinggal? Mengingat daya beli masyarakat dalam keadaan lemah. Begitupun rumah layak huni. 


Mengapa negeri kaya berlimpah SDA, tapi rakyatnya kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa rumah? Jawabannya tentu saja harus dicari akar masalahnya. 


Akibat Sistem Rusak


Tidak bisa dimungkiri, di Indonesia ketersediaan tempat tinggal atau rumah layak huni memang masih menjadi problematika struktural dan sistemik yang tak kunjung usai. Sayangnya, sikap pemerintah dalam menghadapi masalah krisis rumah layak huni ini hanya sebatas mengklaim bahwa kemiskinan ekstrem penyebabnya. Pemerintah seolah lupa apa yang melatarbelakangi kemiskinan ekstrem itu sendiri. 


Rasanya tidak tepat jika kemiskinan ekstrem diklaim sebagai penyebab krisis rumah layak huni. Sebab kemiskinan tidak serta merta terjadi jika tidak ada faktor pemicunya. Kemiskinan ekstrem adalah masalah cabang yang lahir dari berbagai regulasi dan kebijakan kapitalistik oleh pemerintah yang selalu menguntungkan oligarki dan tidak pro rakyat. 


Sebagai contoh adanya kebijakan yang membolehkan swasta melakukan pengelolaan terhadap SDA yang merupakan harta milik rakyat dengan dalih investasi. Selain itu, para korporat tersebut juga diberikan karpet merah dalam menguasai media, properti nasional, ritel, maupun berbagai bisnis strategis nasional lainnya seperti IKN, PIK 2, dan teranyar program 3 juta rumah.


Akhirnya hasil dari kekayaan alam dan bisnis tersebut hanya dinikmati segelintir orang/oligarki. Sehingga kita dapati 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan bangsa ini. Bahkan, menurut hasil riset Center of Economic and Law Studies (Celios) sejak 2020-2023 kekayaan 3 orang terkaya di Indonesia meningkat 174%. Kekayaan 50 orang terkaya itu setara dengan kekayaan 50 juta penduduk Indonesia. 


Sementara rakyat tetap menjadi pihak yang dirugikan. Bahkan, mereka terpaksa kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian karena tanah mereka digusur dijadikan kawasan bisnis para korporasi. Kondisi inilah yang memunculkan ketimpangan ekonomi dan kemiskinan ekstrem. Yang imbasnya tentu melahirkan permasalahan kompleks lainnya, seperti stunting akibat gizi buruk, kematian, tindakan kriminalitas, hingga maraknya rumah tidak layak huni. 


Karena itu, meskipun berjuta-juta rumah dibangun tetap saja tak akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat akan rumah, jika kebijakan pemerintah masih kapitalistik dan berkiblat pada sistem kapitalisme. Sebab, semua masalah yang terjadi sejatinya berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan para penguasa tidak lepas dari pengaruh atau kendali dari para kapital. Dalam naungan sistem kapitalisme, program tiga juta rumah itu mustahil terealisasi tanpa ada motif ekonomi. Ini terbukti dari 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintah hanya 20% yang akan dialokasikan untuk rakyat. Sisanya adalah perumahan komersial. 


Islam Menjamin Ketersediaan Rumah bagi Rakyat 


Dalam pandangan Islam, kesejahteraan rakyat per kepala mutlak merupakan tanggung jawab negara dalam memenuhinya. Sebab kesejahteraan erat kaitannya dengan kemajuan suatu bangsa. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar secara benar dapat mengantarkan seseorang pada kelemahan dan kefakiran. Sementara kefakiran/kemiskinan demikian dekat dengan kekufuran. 


Karena itu, untuk mengatasi kemiskinan, maka negara yang menerapkan sistem Islam akan menempuh berbagai mekanisme komprehensif, seperti:


Pertama, negara akan melakukan pengelolaan terhadap SDA secara mandiri, tanpa campur tangan swasta baik lokal maupun asing. Kemudian hasilnya didistribusikan kepada rakyat melalui pemenuhan kebutuhan kolektif rakyat seperti kesehatan, keamanan, pendidikan, jalan, maupun infrastruktur lainnya yang bersifat umum. Melalui pengelolaan SDA secara mandiri ini pula lapangan pekerjaan akan terbuka lebar. Selain itu, Islam juga memiliki sumber pemasukan yang tetap lainnya yang bersumber dari jizyah, fa'i,.kharaj, ghanimah, dan lainnya. 


Kedua, Islam menetapkan setiap laki-laki yang telah balig wajib bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan, dan papan/rumah) dalam hidupnya juga keluarganya. Sedangkan bagi rakyat yang tidak bisa bekerja dan tidak memiliki tempat tinggal karena keterbatasan fisik, maka negara akan menjamin semua kebutuhannya secara cuma-cuma.


Ketiga, Islam menetapkan jika ada tanah 3 tahun berturut-turut ditelantarkan oleh pemiliknya, maka negara akan mengambilnya. Untuk kemudian diberikan kepada warga lain yang mampu menghidupkannya. 


Adapun dalam hal menyediakan rumah layak huni bagi rakyat, maka negara akan mengatur interval pembangunannya sesuai syariat. Islam melarang tata kelola pembangunan yang berprinsip pada liberalisasi lahan. Di sisi lain juga tidak akan membolehkan seorang pun seperti pengembang properti merampas hak rakyat demi ambisi bisnisnya. Ini karena orientasi pembangunan infrastruktur termasuk rumah dalam Islam benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan rakyat, bukan para pemilik modal seperti dalam sistem kapitalisme.  


Proses pembangunan rumah dalam Islam tidak akan fokus pada menggenjot produksi besar-besaran sebagaimana dalam sistem kapitalisme, melainkan disesuaikan dengan yang dibutuhkan rakyat. Pembangunan tersebut juga akan senantiasa memperhatikan keseimbangan ekologi dan konvensi lahan. Sehingga tidak akan ada kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan. 


Itulah beberapa mekanisme yang akan ditempuh negara Islam (Khilafah) dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Apa yang dilakukan negara Islam tersebut benar-benar nyata adanya. Sejarah mencatat hal ini, selama hampir 14 abad Islam berjaya, kesejahteraan meliputi rakyat. Sebagai contoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kala itu, kas negara surplus sehingga negara mencari siapa saja yang berhak menerima zakat, namun tak ditemukan ada satupun yang mau menerima zakat saking sejahteranya. Lalu sang khalifah pun membiayai siapa saja yang ingin menikah tetapi tidak memiliki modal. 


Rasulullah saw. bersabda: "Imam (khalifah) itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)." (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Ahmad) 


Wallahu a'lam bi ash-shawwab. 

Editor: Rens


Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)