![]() |
Ilustrasi: Retizen |
Oleh: Anita Korilina
Ibu Rumah Tangga
Beritakan.my.id - OPINI - Baru-baru ini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sembilan produk pangan olahan yang terdeteksi mengandung unsur babi (porcine). Ini berdasarkan hasil pengujian laboratorium menggunakan parameter uji DNA dan/atau peptida spesifik porcine. (CNBC Indonesia)
Beredarnya produk makanan haram karena mengandung babi adalah bagian kecil dari akibat sistem ekonomi sekuler kapitalisme yang selama ini berlaku di negeri mayoritas muslim ini. Bisnis ala sistem sekuler kapitalisme tidak memedulikan halal-haram. Sebabnya, sekuler kapitalisme merupakan sistem yang memisahkan urusan duniawi (termasuk urusan bisnis) dari nilai-nilai dan hukum agama. Selain tidak mempertimbangkan nilai-nilai dan hukum-hukum agama, seperti halal dan haram, sistem ekonomi sekuler kapitalisme juga hanya berorientasi pada keuntungan materi (profit motive). Sistem ini pun hanya menjadikan pertumbuhan ekonomi dan akumulasi kapital sebagai tujuan utama.
Dengan adanya temuan beberapa jenis produk makanan yang mengandung babi ini, bukan tidak mungkin masih banyak makanan yang beredar di masyarakat muslim negeri ini. sebagai negeri muslim terbesar di dunia, semestinya makanan yang diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat muslim telah benar-benar dijamin kehalalannya oleh negara. Allah Swt. telah menegaskan keharaman babi dalam firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Aku tidak menemukan dalam wahyu yang telah diwahyukan kepada diriku sesuatu yang diharamkan untuk dimakan oleh seseorang, kecuali makanan itu adalah bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS Al-An’am [6]: 145)
Makanan halal adalah makanan yang berdasarkan hukum Islam boleh dikonsumsi (bukan dari babi, bangkai, darah, tidak mengandung khamar, dan disembelih dengan nama Allah). Adapun makanan yang baik (thayyib[an]) adalah yang bersih, sehat, serta tidak membahayakan tubuh dan lingkungan (bisa mencakup gizi, higienis, tidak beracun, dan tidak najis). Ada beberapa dampak buruk akibat mengonsumsi makanan haram. Pertama, makanan haram akan menjadi penghalang bagi pengabulan doa.
Kedua, makanan haram akan mengakibatkan hati gelap dan keras, serta kecenderungan untuk berbuat keburukan dan kemaksiatan. Jika tubuh dibangun dari sumber yang haram, akhlak dan perilaku pun akan cenderung rusak. Makanan haram bisa mengundang pengaruh setan. Selain yang mengandung babi, di antara makanan/minuman haram adalah yang mengandung alkohol (khamar). Diketahui bahwa alkohol bekerja langsung pada otak, melemahkan kontrol diri, menurunkan kesadaran, bahkan bisa menyebabkan hilangnya akal. Dalam Islam, akal adalah salah satu hal yang paling dijaga. Ketiga, orang yang mengonsumsi makanan haram berarti merusak amal ibadahnya dan diancam dengan ancaman siksa neraka. Makanan bukan hanya untuk kesehatan tubuh, tetapi juga untuk membentuk karakter. Makanan memengaruhi spiritualitas dan kesehatan akal, serta menentukan keberkahan hidup.
Selama negeri ini masih menerapkan sistem ekonomi sekuler kapitalisme yang mengabaikan hukum halal dan haram, maka kaum muslim akan terus menghadapi masalah dalam kehidupannya. Di antaranya terkait jaminan halal atas makanan yang dibeli dan dikonsumsi. Fungsi pengawasan tidak akan berjalan efektif jika akar masalahnya tidak pernah dihilangkan. Akar masalah di negeri ini bersifat sistemik. Oleh karena itu, solusinya juga harus bersifat sistemik.
Islam sebagai sistem kehidupan yang mengatur semua aspek kehidupan berdasarkan wahyu Allah Swt. adalah yang paling layak diterapkan di negeri mayoritas muslim ini. Sebaliknya, sistem sekuler kapitalisme yang sangat merugikan dan membahayakan kaum muslim harus segera dicampakkan. Dalam sistem Islam, selain ketakwaan individu dan kepekaan masyarakat, seorang penguasa bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan urusan umat. Menjamin kehalalan makanan dan minuman adalah bagian dari tanggung jawab negara dalam menjaga agama (hifzh ad-din) dan jiwa (hifzh an-nafs).
Di dalam sistem pemerintahan Islam, produk makanan yang diimpor ke wilayah Khilafah akan disaring dan diperiksa kehalalannya sebelum masuk pasar. Dalam sejarah Kekhalifahan Islam, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. pernah menolak untuk menerima daging yang berasal dari hewan yang tidak disembelih secara syar’i. Sistem pasar Islam di Madinah dijaga ketat oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para khalifah untuk menjamin perdagangan yang sesuai syariat. Pada masa Umar bin al-Khaththab ra. Dikenal adanya Qadhi Hisbah yang bertugas mengawasi pasar agar tidak ada penipuan dan kecurangan, termasuk penjualan makanan haram atau kedaluwarsa. Qadhi Hisbah ini adalah otoritas independen yang bisa menindak pedagang secara langsung di tempat jika terbukti melanggar syariat.
Dengan demikian, hanya sistem pemerintahan Islam yang menjadikan halal dan haram sebagai standar produksi dan konsumsi yang bisa menjamin kehalalan bagi seluruh rakyatnya. Pemerintahan Islam akan menerapkan syariat Islam secara total dalam semua aspek kehidupan rakyatnya untuk mewujudkan kehidupan yang penuh keberkahan dan kemuliaan. Tentu hanya pemerintahan Islam yang mendasarkan sistem kepemimpinan dan kebijakannya di atas ketundukan kepada Allah Swt. dan Rasulullah ﷺ.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.