Oleh Nadisah Khairiyah*
Beritakan.my.id, Opini - Program makanan bergizi gratis kian menjadi sorotan publik. Janji memberi makan siang gratis di sekolah, misalnya, telah digunakan sebagai alat kampanye dalam pemilu. Di satu sisi, ini tampak seperti langkah pro-rakyat. Namun di sisi lain, banyak yang menilai program ini belum menyentuh akar persoalan.
Di lapangan, program serupa sering kali bersifat temporer, kualitas makanannya diragukan, dan jangkauannya tidak merata. Dan terakhir muncul keracunan setelah mengkonsumsi MBG. Tak jarang pula, pendanaannya bertumpu pada utang luar negeri atau pajak yang justru membebani rakyat terutama rakyat kecil. Yang lebih menyedihkan, banyak program sosial seperti ini justru lahir dari motif pencitraan, bukan pengabdian.
Islam memandang persoalan ini dari kacamata berbeda. Dalam Islam, negara adalah ra’in, pengurus dan penanggung jawab atas seluruh urusan rakyat. Rasulullah ï·º bersabda, “Setiap pemimpin adalah penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, penyediaan makanan bergizi, terutama bagi yang miskin dan tidak mampu bukanlah pilihan, tapi kewajiban negara.
Solusi praktis dalam Islam juga sangat konkret. Sumber daya alam tidak diserahkan kepada swasta atau asing, melainkan dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk membiayai kebutuhan rakyat melalui baitul mal. Ini berbeda dari sistem sekarang yang membuat negara tergantung pada pajak dan utang.
Kita bisa menengok sejarah. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ketika terjadi krisis pangan, beliau turun tangan langsung memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi. Bahkan, makanan dibagikan hingga ke rumah-rumah dengan kualitas dan gizi yang layak. Tidak ada janji politik. Yang ada adalah kepemimpinan yang amanah.
Islam hadir tidak hanya sebagai agama spiritual, tetapi juga sebagai sistem yang menjamin keadilan sosial. Maka, jika negara benar-benar ingin menyelesaikan masalah gizi dan kelaparan, solusi Islam bukan hanya relevan, tetapi juga terbukti efektif.
Sudah saatnya kita sebagai negara berpenduduk muslim terbesar menjalankan agamanya denga konsekuen. Khususnya pemimpin, untuk tidak sekadar menjanjikan, tetapi menjalankan perannya sebagai periayah. Sebab makanan bergizi bukan hadiah, tetapi hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara.
*Penulis adalah pengamat kebijakan publik berbasis syariah.