Dalam 20 tahun terakhir, kesenjangan antara yang terkaya dan termiskin di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Penyebabnya adalah penerapan sistem kapitalisme. Di sisi lain, negara yang seharusnya melayani rakyat, sering abai dalam menyediakan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Hal ini menciptakan kesenjangan ekonomi yang sangat parah.
Oleh Wida Eliana
Ibu Rumah Tangga
Beritakan.my.id - OPINI - Kemiskinan tetap menjadi tantangan besar di Indonesia. Menurut Bank Dunia (world bank), lebih dari 60,3% penduduk Indonesia, atau sekitar 171,8 juta jiwa, hidup di bawah garis kemiskinan internasional dengan standar US$6.85 perkapita perhari (berdasarkan Purchasing Power Parity/ppp 2017). Adapun menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dengan garis kemiskinan nasional perkapita Rp 595.242 perbulan, tingkat kemiskinan di Indonesia pada September 2024 hanya sebesar 8,57%, atau hanya sekitar 24,06 juta jiwa.
Menurut Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, perbedaan perhitungan antara bank dunia dan BPS ini wajar karena standar garis kemiskinan yang digunakan oleh masing-masing berbeda. Selain problem kemiskinan, Indonesia juga menghadapi problem ketimpangan ekonomi yang cukup parah.
Dalam 20 tahun terakhir, kesenjangan antara yang terkaya dan termiskin di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Penyebabnya adalah penerapan sistem kapitalisme. Di sisi lain, negara yang seharusnya melayani rakyat, sering abai dalam menyediakan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Hal ini menciptakan kesenjangan ekonomi yang sangat parah.
Islam tidak hanya memandang kemiskinan dari aspek materi, tetapi juga dari kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dengan cara menjaga martabat dan keimanan seseorang. Dalam Al-quran, orang miskin disebut dengan istilah faqir dan miskin. Dalam pandangan para ulama, kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda. Namun kadang saling dipertukarkan. Keduanya disebutkan sebagai penerima zakat, sebagaimana firman Allah dalam quran surat at-Taubah ayat 60.
Adapun miskin adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki apa apa, seakan-akan kefakiran telah "memukimkan" mereka (tidak bisa bergerak) namun mereka tidak meminta-minta kepada manusia.
Islam menolak sistem yang membuat harta beredar hanya di sekelompok orang kaya. Allah berfirman dalam QS al-Hasyr ayat 7:
"Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian."
Islam menekankan pentingnya sirkulasi kekayaan secara merata dalam masyarakat. Dalam praktiknya, pemerataan kekayaan di tengah-tengah masyarakat ini membutuhkan peran negara. Dalam hal mengentaskan kemiskinan, Islam memiliki sejumlah mekanisme. Di antaranya: Pertama, pengaturan kepemilikan yang adil. Islam mengatur kepemilikan harta atau mencegah penumpukkan kekayaan pwda segelintir orang.
Kedua, dalam islam, mekanisme seperti zakat, infaq dan sedekah juga memastikan redistribusi dan pemerataan kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, dalam islam setiap lelaki dewasa, terutama yang punya tanggung keluarga, wajib mencari nafkah.
Negara dalam islam wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat (pangan, sandang, dan papan). negara juga wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi warganya. Semua mekanisme ini hanya dimungkinkan dilakukan jika negara menerapkan syariah kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah yang seharusnya diwujudkan, khusunya di negeri ini.
Wallahu a'lam bish shawab.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.