Ilustrasi Pinterest
Oleh Lulu Nugroho
Beritakan.my.id, Opini_ Pelaksanaan ibadah haji merupakan hal yang tak terpisahkan dari identitas Islam. Ibadah ini merupakan undangan Allah, oleh karena itu amaliah utama saat mengenakan ihram adalah melantunkan talbiyah. Aktivitas ini pun dikerjakan oleh para nabi (anbiya). Sebanyak 313 nabi dan rasul Allah mengerjakannya, termasuk Musa, Dawud, Sulaiman hingga Muhammad saw.
Di masa Khulafaur rasyidin, Umar bin Khaththab telah melaksanakan haji setiap tahun, di sepanjang masa kepemimpinannya. Saat ia menjadi amirul mukminin, pelaksanaan haji lebih mudah karena fasilitas telah banyak tersedia, perjalanan leluasa dan orang musyrik yang biasa mengganggu pun sudah diberantas. Momen haji juga dimanfaat Khalifah Umar untuk mengadakan rapat besar (Liqaul akbar) antara pemimpin negara dengan para gubernur (wali) di Kota Makkah, untuk membahas berbagai permasalahan umat, dan merancang program-program untuk 1 tahun ke depan.
Berbeda dengan masa kepemimpinan Utsman bin Affan, ia merenovasi tiang-tiang penyangga dan atap, serta perluasan area selasar Masjidil Haram. Hal itu pun dilakukan pada masa Kekhalifahan Bani Umayyah. Abdul Malik bin Marwan bin Hakam juga merenovasi Haramain, termasuk Baitul Maqdis, Masjid Qibli, Masjid Kubah As-Sakhrah dan Mushalla Mawarni, dengan menjadikannya lebih luas dan memberinya pembatas. Kondisi aman pada masa pemerintahannya hingga keturunannya, membuat para khalifah leluasa berhaji di setiap tahunnya.
Pada masa Khalifah Bani Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid menyusuri jalan dari Baghdad ke Makkah dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan itulah, Khalifah dan Zubaedah istrinya, melihat bahwa jemaah membutuhkan fasilitas bagi kemudahan perjalanan haji. Maka Khalifah pun memperbaiki jalan, memperkokoh dan membuat nyaman. Zubaedah menjual perhiasannya untuk modal membuat perairan bagi masyarakat Makkah berupa bendungan, danau dan pos-pos istirahat yang menyediakan pasokan air melimpah.
Sedangkan Daulah Fathimiyah di Al-Cairo Mesir, terjadi penyimpangan atau deviasi kepemimpinan. Para penguasa merebut Haramain dari tangan Abbasiyah dan menetapkan bea masuk berupa pungutan dinar bagi setiap peziarah. Hal ini tentu memberatkan jemaah.
Ketika Daulah Ayyubiyah berkuasa, pungutan ini dihapuskan. Khalifah Shalahuddin Al-Ayyubi mengoreksi total pelaksanaan haji yang dilakukan Fathimiyah. Bahkan di masa ini, imarah Mali, Afrika Barat, memberikan emas sebagai bekal, pada setiap jemaah dari Mali yang menuju Makkah.
Pada masa Kekhilafahan Utsmani, sejak Selim al-Awal hingga Abdul Majid, mereka belum sempat berhaji karena kondisi dalam negeri yang tidak kondusif. Namun mereka memfasilitasi jemaah dengan menjadikan Wali Madinah sebagai penanggung jawab pelayanan haji dan umrah. Khalifah Al-Qanuni merenovasi tiang-tiang Raudhah di area Masjid Nabawi dan menara dekat Qubah berwarna hijau. Khalifah Abdul Majid Al-Awal membangun Istana Dolme Batche di Istanbul, merenovasi Haramain, menyantuni peziarah dan memfasilitasi para penuntut ilmu. Sejak masa pemerintahan Selim Al-Awal, Dewan wakaf Utsmaniyah di Haramain telah membiayai ibadah haji.
Bahkan Khalifah Abdul Hamid II menegur konsulat Belanda yang berada di Istanbul saat mengetahui bahwa Pemerintahan Hindia Belanda menarik pungutan yang tinggi bagi jemaah haji di Tanah Jawi. Khalifah menepuk dada konsulat tersebut agar menggratiskan biaya haji.
Pun terdapat pembangunan Jalur Kereta Api Hijaz, yang dibangun pada masa Kekhilafahan Utsmani di bawah Khalifah Abdul Hamid II untuk memudahkan transportasi jemaah haji dari Damaskus ke Madinah.
Inilah kepemimpinan di masa kejayaan Islam yang memberikan prioritas, kemudahan dan fasilitas terbaiknya bagi jemaah haji. Kewajiban ibadah yang satu ini, menjadi mudah saat negara turut aktif memfasilitasinya.
Maka jika saat ini masih dijumpai permasalahan di seputar jemaah haji, bisa jadi karena negara tidak menjadikannya sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan urusan umat. Padahal di dalam Islam,
اَÙ„ْØ¥ِÙ…َامُ عَÙ„َÙ‰ النَّاسِ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Allahumma ahyanaa bil Islam.